Hidayatullah.com– Mantan Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Adriana Elisabeth memandang Papua tetap membutuhkan pembangunan infrastruktur. Karena bagaimanapun, kata dia, itu sangat berpengaruh pada kemajuan daerah Papua.
Namun, kata dia, pemerintah harus memahami, “Kalau pembangunannya saja yang dilakukan, tanpa penyelesaian HAM, korelasinya pasti negatif.”
Itu diucapkannya dalam diskusi publik kasus penembakan Paniai, Papua, di kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jakarta pada Jumat (07/11/2018).
Baca: Sukamta: Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua itu Teroris
Adriana setuju dengan pendapat yang mengatakan pembangunan fisik merupakan salah satu upaya memenuhi HAM Papua dari segi ekonomi, sosial, budaya.
“Tetapi persoalan utamanya, itu (kasus pelanggaran HAM) belum pernah disentuh sampai hari ini,” kritiknya.
Adriana mengingatkan, dulu, tak lama setelah dilantik, Presiden Joko Widodo pernah berjanji menuntaskan kasus penembakan di Paniai. Kesungguhan pemerintah dalam empat tahun ini untuk melunasi hutang itu, kata dia, sedang diuji.
“Yang menjadi catatan juga, karena Papua sudah ditangani langsung oleh Presiden Jokowi, pasti ekspektasi masyarakat jadi lebih tinggi. Jadi janji beliau ditunggu,” tegasnya.
Dalam menangani kasus pelanggaran HAM di Papua, menurutnya, perlu ada komunikasi yang lebih baik dengan semua pemangku kepentingan, untuk duduk bersama dan membahasnya bersama-sama.
“Kasus terakhir di Nduga, ada korban, ada perusahaan, ada pemerintah daerah baik kabupaten maupun provinsi, ada aparat TNI, Polri, ada masyarakat. Mereka semua harus diajak bicara. Kalau tidak, saya khawatir akhir tahun 2019 akan terjadi lagi,” ujarnya.
Satu hal yang menurutnya sangat mendasar saat membicarakan pelanggaran HAM, adalah bagaimana memulihkan pengalaman buruk yang dialami korban. Ini, kata dia, belum pernah dilakukan. Padahal itu membawa memori yang panjang tentang bagaimana kehadiran negara di Papua selama ini. “Gambaran kehadiran negara yang lebih banyak didominasi aksi-aksi represif tidak mudah dihilangkan dalam ingatan orang Papua,” ujarnya.
Ia berpesan kepada pemerintah baik pemerintah daerah Papua, TNI, dan Polri untuk selalu memberikan cara-cara yang lebih dialogis. Bagaimana isu HAM itu tidak diinterpretasikan selalu dengan cara-cara yang sama. Karena menurutnya itu malah tidak membukakan jalan mengatasi masalah.* Andi