Hidayatullah.com– Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia meminta pemerintah agar menahan diri melakukan impor di tengah kondisi pandemi Covid-19.
“Covid-19 telah mengajarkan kita, bahwa pandemi bisa menghancurkan pariwisata, perdagangan dunia dan kebebasan sosialisasi antar bangsa. Kita perlu berdikari dan menjaga kemandirian sebagaimana yang diserukan oleh founding father,” kata Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Gelora, Ahmad Nur Hidayat, dalam keterangannya kepada hidayatullah.com (05/08/2020).
Partai Gelora meminta pemerintah hendaknya mulai berdikari dan berpikir kreatif untuk kemandirian di segala bidang, agar mempercepat posisi Indonesia berada dalam lima besar dunia.
Kemandirian tersebut diperlukan demi memulihkan ekonomi, sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi dan pangan secara nasional. “Kita harus memikirkan pemenuhan kebutuhan pokok dari kekuatan domestik. Gelora mengajak kita semua untuk menahan diri tergantung kepada produksi negara lain,” ujar MadNur, sapaaan akrab Ahmad Nur Hidayat.
Ia mengatakan, neraca ekonomi makro Indonesia di ujung tanduk dan banyak sektor yang harus diselematkan utamanya sektor UMKM. Sehingga diperlukan kreativitas ekonomi dalam mencari solusi mengatasi krisis berlarut itu.
Ia mengatakan, pemerintah maupun tim ekonomi tak boleh main-main dengan stabilitas keuangan saat ini, sebab akan membuat distabilitas yang lebih besar, kalau salah dalam mengelolanya.
“Gelora mengajak Indonesia berfikir kreatif, tanpa destruktif terhadap tatanan yang ada untuk mempercepat posisi Indonesia yang berada dalam lima besar dunia,” ajaknya.
Menurut analis kebijakan publik ini, pilihan pendanaan untuk pemulihan ekonomi imbas krisis global berlarut akibat pandemi Covid 19 saat ini sangat terbatas, sebab pasar keuangan dunia tak punya kemewahan seperti dulu.
“Ini saatnya diperlukan dirigen smart dari tim ekonomi yang mengharmonisasi perekonomian Indonesia yang kompleks ini,” ujar MadNur.
Ia meyakini, dengan kemandirian itu, maka perekonomian Indonesia dapat segera pulih, bahkan mempercepat sebagai lima besar kekuatan dunia.
Hal itu menurutnya dengan catatan asal semua pihak mengedepankan kepentingan nasional, bukan kepentingan sektoral, regional maupun kelompok bisnisnya sendiri.
“Saat ini ada indikasi kepentingan sektoral menguat daripada kepentingan nasional. Bank Indonesia tidak boleh memikirkan ego institusinya sendiri begitu juga OJK, LPS dan dan Forum KSSK (Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan),” pesannya.*