Hidayatullah.com–Menghadapi globalisasi bangsa Indonesia semestinya mempunyai keahlian yang matang. Sebab kematangan adalah modal dasar dan besar untuk sebuah bangsa besar seperti Indonesia agar tidak menjadi bangsa kuli.
“Moral dan keahlian tidak ada, jadilah bangsa kuli,” ucap mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr Anwar Nasution hari Kamis (24/04/2014) di Hotel Sangri-La, Jakarta saat menjadi pemateri dialog kebangsaan yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan Kapasitas Daerah (LPKD) bekerjasama dengan Kemkominfo.
Dalam dialog bertema “Membangun Kedaulatan Politik dan Ekonomi dalam Pembangun Daerah”, mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Indonesia (BPK) ini juga menyayangkan, hampir di segala lini ekonomi, pihak asing (khususnya China) yang mengusai.
Bahwa sajadah, tasbih, kerudung/jilbab pun pihak asing yang menguasai. Semestinya pemerintah ambil alih dan cepat tanggap dalam menghadapi globalisasi. Bukan justru terlena dalam ketidakmampuan.
“Islam itu mengajarkan dan mengharuskan globalisasi. Bacalah!” tegasnya. Pejabat atau pemerintah harusnya belajar dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam yang pandai berdagang dan memimpin. Tidak berbohong, menipu, dan berdusta. Inilah perilaku yang sepatutnya melekat pada pejabat. Lalu, simbol-simbol Islam, jangan hanya digunakan sebagai daya tarik. Tetapi seharusnya substansi ajaran Islam yang harus dijalankan,” ujarnya.
Ia juga mencontohkan betapa Rasulullah Muhammad adalah orang yang sangat terpecaya dan amanah.
“Jangan hanya simbolisasi Islam saja,” ucap Anwar Nasution.
Doktor Ekonomi dari Universitas Tufts Massachusetts, AS, ini menuturkan, kuat dan berdaulatnya ekonomi Indonesia ditandai dengan para pengusaha yang tidak berkolusi dengan pemerintah. Juga tidak memanfaatkan (baca: kontruksi) dari pejabat-pejabat nakal. Otonomi daerah yang dijalankan kini tidaklah lengkap jika sumber daya manusianya tidak berkualitas. Ini akibat dari minimnya pendidikan, terutama daerah-daerah yang “mengisolasi” diri.
“Otonomi daerah lemah. Harus dibarengi dengan adanya pendidikan. Minimal D3,” ucap pria yang mengaku sangat mengagumi Abu Bakar r.a ini.
Jika pendidikan bangsa Indonesia tinggi, daerah-daerah yang dikuasai asing bisa direbut kembali. Terutama Aceh, Kalimantan, Sulawesi, dan lainnya yang memiliki aset sumber alam terbesar, yang sepatutnya dikelola Negara.
“Kelapa sawit di Aceh, Kalimantan, Sulawesi, dan hasilnya dibawa ke luar. Mereka memproduksi hasil dari kelapa sawit,” ujarnya memberi contoh.
Ia juga sempat mengatakan, jika masyarakat rendah mutu dan kualitas, Indonesia tidak akan pernah berdaulat secara ekonomi dan politik. Karena itu ia juga menyarankan pengajaran pada masyarakat luas, menekankan membaca, terutama membaca al-Quran.*