Selama bertahun-tahun, ia menabung dan menyisihkan Rp50 ribu dari hasil panen sawit, buah kesabarannya kini bisa ibadah di Tanah Suci
Hidayatullah.com | DI USIANYA 85 tahun, dengan penglihatan yang terbatas dan tubuh yang lemah, Nenek Parmi Amad Rejo tak pernah menyangka akan bisa menunaikan ibadah haji.
Ia bukan hanya seorang jamaah lansia dari Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, tetapi juga simbol keteguhan hati dan cinta yang tak lekang oleh waktu.
Bersandar pada kursi roda, tangan tuanya menggenggam erat tasbih. Matanya, yang kini hanya satu dapat melihat, memandang penuh haru ke arah bandara.
“Mata saya dulu sakit, katanya sarafnya rusak. Saat operasi harus dibuang satu karena sudah tidak berfungsi,” tutur Nenek Parmi dikutip laman Info Sumbar.
Meski dengan keterbatasan penglihatan dan harus menggunakan kursi roda karena menderita asam urat, Nenek Parmi tetap berangkat menunaikan ibadah haji melalui Kloter 05 Embarkasi Padang.
Nenek Parmi menuturkan bahwa ia dan almarhum suaminya telah mendaftar haji sejak tahun 2014. Namun, pandemi Covid-19 membuat keberangkatan mereka tertunda.
Setelah sang suami meninggal dunia, porsi keberangkatan digantikan oleh anaknya, Sugeng Tugimin.
“Saya dulu daftar sama almarhum suami, tetapi beliau meninggal dan digantikan anak saya. Mudah-mudahan pahala hajinya tetap ngalir ke suami,” ucapnya, matanya berkaca-kaca.
Perjalanan Kesabaran
Perjalanan panjang menuju Tanah Suci ia tempuh dengan kesabaran. Bertahun-tahun ia menyisihkan hasil panen dari dua hektar kebun sawit miliknya yang dikelola tetangganya. Setiap musim panen, ia menabung Rp50 ribu dari hasil tersebut.
“Dulu saya nabung emas dari hasil sawit. Saya tabung sedikit-sedikit sampai belasan tahun,” jelasnya, logat Jawa yang kental masih terdengar dalam suaranya.
Tak hanya menabung, Nenek Parmi juga memilih emas sebagai bentuk simpanan karena nilainya yang stabil. Bahkan saat keberangkatannya, harga emas tengah melonjak, menjadi berkah tersendiri baginya.
“Kita bersyukur diberi rezeki oleh Gusti Allah untuk menunaikan rukun Islam kelima,” ucapnya penuh syukur.
Meski hanya memiliki satu mata, ia yakin akan mampu melaksanakan rangkaian ibadah haji.
“Mata saya memang satu, tapi saya bisa melihat dengan jelas. Insyaallah saya optimis bisa menjalankan rangkaian ibadah di Tanah Suci,” katanya dengan senyum penuh keikhlasan.
Jika kelak ia merasa tak mampu, Nenek Parmi telah menyiapkan opsi badal haji. “Saya berdoa sampai di Tanah Suci bisa melaksanakan rangkaian haji. Jika tidak, akan dibadalkan,” ujarnya.
Ia pun mengucapkan terima kasih kepada para petugas haji yang telah melayani dengan baik.
“Petugasnya baik-baik, makanannya enak, sampai di Padang dikasih rendang. Terima kasih petugas haji,” ucapnya.
Pada 10 Mei 2025 pukul 18.40 WIB, Nenek Parmi bersama anaknya Sugeng Tugimin berangkat menuju Madinah dari Bandara Internasional Minangkabau dan tiba di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz pada pukul 23.50 waktu setempat.* (ifs,kmn)