Hidayatullah.com–Saksi mantan Pangdam Jaya Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno mengaku secara moral bertanggungjawab atas peristiwa Tanjungpriok tapi menolak bertanggung jawab secara hukum. Alasannya, tanggungjawab hukum harus memenuhi persyaratan tanggungjawab hukum. Menurutnya, itu tergantung tingkat kesalahan satgas intel waktu itu. Tak ditemukan adanya pelanggaran hukum oleh para anggota TNI dalam kejadian tersebut.
“Yang jelas, telah dilakukan penyelidikan dan tidak ditemukan kesalahan atau adanya tindak pidana,” kata Try Sutrisno, seperti dikutip Antaramengenai latar belakang terjadinya peristiwa berdarah di Tanjungpriok karena situasi politik saat itu. Setidaknya, tambah Try terdapat dua alasan utama, antara lain, keluarnya TAP II/MPR/1973 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Mantan Pangdam Jaya Jenderal (Purn) Try Sutrisno mengaku tidak pernah mendapatkan laporan adanya penyiksaan atau tindakan tidak manusiawi terhadap para tahanan kasus Tanjungpriok selama berada di RTM Guntur maupun RTM Cimangis.
“Saya tidak pernah terima komplain atau laporan tentang hal itu. Kalau ada pasti saya tindak,” kata Try Sutrisno saat menjadi saksi dalam kasus pelanggaran HAM Tanjungpriok dengan terdakwa mantan Danpom V Jaya Mayjen Pranowo di PN Jakarta Pusat, Selasa (2/3).
Tak menyembunyikan korban
Dalam kesaksiannya, Try juga mengatakan, tidak pernah ada usaha untuk menyembunyikan para korban yang meninggal dalam peristiwa berdarah 12 Sepember 1984 di Tanjungpriok.
“Tak ada penyembunyian itu, itu tidak benar. Apa yang dikatakan para korban hanya ditumbun dan ditumpuk, itu tidak benar sama sekali. Tapi dikuburkan, bukan sembarangan asat tanam saja,” tegas saksi Try berapi-apai.
Lebih lanjut Try menjelaskan, pemakaman terhadap korban dilakukan 24 jam setelah peritiwa tersebut, dilakukan sekitar pukul 23.00 WIB. Menurut Try, hal itu dilakukan karena menurut ketentuan agama Islam, orang meninggal harus segera di makamkan tak boleh lebih dari 24 jam.
“Karena peristiwanya pukul 23.00 WIB, dan setelah ditunggu seharian tak ada keluarga yang mengambil, maka saat itu juga kami kuburkan di TPU, bukan tempat pembuangan,” tegas Try Sutrisno.
Menurut Try pada saat itu bagi korban tewas yang tidak diambil keluarganya, dimakankan di TPU Condet dan TPU Pondok Ranggon. Sedangkan yang diambil keluarganya ada yang dimakamkan di TPU dekat Tipar di Cakung.
19 tahun silam, tepatnya 12 September 1984, pasukan militer melepaskan tembakan ke arah aktivis-aktivis Islam. Empat belas jam setelah peristiwa itu, Pangkopkamtib LB Moerdani didampingi Harmoko sebagai Menpen dan Try Sutrisno sebagai Pangdam Jaya memberikan penjelasan pers menyatakan telah terjadi penyerbuan oleh massa Islam di pimpin oleh Biki, Maloko dan M. Natsir. Sembilan korban tewas dan 53 luka-luka, kata Benny ketika itu.
Sejumlah saksi kasus Priok pernah melaporkan, korban saat itu berjumlah tidak kurang 400 orang. Mereka diberondong dengan senjata tajam dan kemudian dilemparkan ke atas truk.
Menurut kesaksian Mayor (Purn) Lasmana Ibrahim, malam itu, koordinasi peristiwa adalah Pangkobkabtib di bawah pimpinan Pangab yang saat itu dipimpin LB Moerdani dan Pangdam Jaya di bawah Try Sutrisno. (ant/dtc/wpd/hid/cha)