Hidayatullah.com–Meski Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (18/4), menolak permohonan pemohon judicial review UU No 1/PNPS/1965 tentang Larangan Penodaan Agama, tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL), Lutfi As-Syaukani, yang juga saksi ahli dari pemohon penghapusan UU PNPS No.1 1965 mengaku harus berjuang keras lagi untuk dapat menghapuskan UU tersebut.
“Kami tidak melihat hasil. Tapi, proses lebih penting,” ujar Lutfi As-Syaukani ketika dihubungi hidayatullah.com, Selasa (20/4) pagi.
Menurut Lutfi, di mana-mana usaha semacam ini butuh waktu tidak sedikit. Di AS sendiri butuh waktu kira-kira 200-300 tahun untuk terciptanya kondisi AS seperti sekarang.
Memang bedanya di Indonesia melalui jalur pintas, yakni dengan UU. Di AS sekitar tahun 60-an, diskriminasi warna kulit masih terjadi. Namun, seiring waktu AS mengakui kesalahan mereka. Karena itu, dia menegaskan, “It’s matter of time.”
Deputi Direktur Freedom Institute ini mengaku optimis jika suatu saat nanti idenya akan terwujud.
“Ya, sekitar 20 atau 30 tahun lagi, masyarakat akan menerima,” ujarnya.
Dia mengatakan, langkah tersebut bisa saja akan ditempuh dengan membuat UU baru atau setidaknya UU tersebut (PNPS No.1 1965; red) di-Rejudicial Review.
Namun ketika ditanya lebih jauh apa yang akan dilakukan lagi, Lutfi hanya menjawab, “Tugas kami sudah selesai. Kalau ada yang mau melanjutkan silakan,” ujarnya. [ans/hidayatullah.com]