Hidayatullah.com– Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Haris Abu Ulya menilai kriteria radikal atau radikalisme dalam kontek pemblokiran 22 situs media Islam itu definisi subyektif versi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Ini persoalan paradigma mendasar yang cacat yang dimilik BNPT, di mana paradigma BNPT yang tidak menghendaki penerapkan syariat secara kaffah di Indonesia,” kata Haris dalam rilisnya kepada hidayatullah.com, Rabu (01/04/2015).
Menurut Haris yang dikehendaki pemerintah adalah negara yang liberal dan akomodatif kepada kepentingan negara Barat serta para antek-anteknya yang opurtunis. Jadi, lanjutnya, langkah BNPT tidak akan bisa menyelesaikan akar masalahnya.
“Hal itu justru memancing masalah dan resistensi umat Islam semakin kuat kepada rezim yang berkuasa saat ini,” tegas Haris.
Menurut Haris paradigma BNPT yang tidak fair dalam persoalan terorisme dan politik keamanan menjadi titik krusial munculnya kebijakan-kebijakan yang kontraversi.
“Padahal hidayatullah.com sendiri menurut istilah saya, “Good Boy” nggak ada yang perlu dikawatirkan,” ungkap Haris.
BNPT menurut Haris terlalu naif karena paradigmanya yang naif. BNPT harus segara merubah mindsetnya serta mereduksi ancaman dengan menyentuh akar masalahnya langsung, misal bicara dan meminta Amerika mengehntikan semua kebijakan luar negerinya yang imperialis di dunia Islam termasuk Indonesia.
Selain itu, tindakan pemblokiran tersebut merupakan tindakan represif negara dan menabrak UUD yang dianutnya serta mekanisme UU terkait penutupan atau pemblokiran situs karena harus melalui mekanisme pengadilan.*