AFRIAWAN IDRIS pandai merawat barang. Termasuk mobil kesayangannya, Corolla 72. Mobil unik dan antik satu-satunya itu hampir setiap hari dielus-elus. Karena itu, meski cukup lawas, tapi bodinya masih top cer.
Lelaki kelahiran Palembang, Sumatera Selatan ini kerap memarkir mobilnya di depan rumah. Mungkin karega garasi rumahnya sempit. Tak pelak, hal itu mencuri perhatian tetangganya.
Bahkan sempat membuat salah satu tetangganya ngesir berat ingin membelinya. Tetapi, lelaki yang akrab disapa Wawan ini telah jatuh hati padanya.
Tak mudah melepasnya begitu saja mobil yang seolah sudah menjadi bagian hidupnya. Meski berkali-kali ditawar, dia tetap keukeuh. Masalahnya, cinta tetangga pada mobilnya itu juga tak kalah kuat. Jadilah pergulatan dua batin. Hampir saban hari dia menanyakannya: “Apa boleh saya membeli mobilnya, pak Wawan? Setiap hari ditanya begitu, Wawan jadi bosan dan tak sampai hati. Dengan berat hati, dia pun rela melepasnya.
“Sebenarnya dia suka mobil saya karena unik, antik, dan terawat. Apalagi, body-nya itu lho. Masih jreng!” ujarnya ketika ditemui hidayatullah.com medio Agustus lalu di kantornya yang luks di bilangan Plaju, Palembang.
Tanpa diduga, kejadian itu justru memberikan hikmah.Wawan tiba-tiba seolah mendapat durian jatuh. Durian itu berupa insting bisnis untuk memulai debut bisnis baru.
“Setelah itu saya jadi ingin jualan mobil,” tutur lelaki kelahiran 27 April 1970 itu. Benar saja, tak lama setelah itu, dia pun mulai debut bisnis yang baru pertama kali dilakoninya itu.
Karena tak ada tempat khusus, dia menyulap sebagian rumahnya menjadi showroom rumah. Awalnya, dia hanya menjual satu dua mobil saja. Dia menjualnya melalui jasa periklawanan di media, seperti koran dan radio.
Tetapi, setelah berselang beberapa waktu, usahanya itu merambat dari mulut ke mulut. Kala menjali bisnisnya itu, Wawan bukan karena tidak ada kerjaan. Ketika itu, suami dari Tutuk Mistolyn ini telah bekerja sebagai karyawan di Pertamina Plaju di bidang Health Sefthy Enviromental (HSE) RU III.
Untung saja, waktu kerjanya dengan sistem sift sehingga dia bisa membagi waktu kerjanya. Gaji dari Pertamina boleh dibilang tidak sedikit. Dia bahkan hidup berkecukupan. Kendati begitu, dia berfikir, sebagai seorang Muslim, kalau bisa hidup seperti Abdurrahman bin Auf kenapa tidak? Karena itu, dia bercita-cita kaya finansial.
“Kita harus menjadi Muslim yang kaya seperti sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam, Abdurrahman bin Auf yang bisa membantu saudara yang lain dan tidak dipandang sebelah mata,” tuturnya.
Tak disangka, usaha jual beli mobilnya itu melaju pesat. Dari hanya satu mobil dan garasi rumah, kini dia memiliki dua showroom mobil, salah satunya berada di Jl. DI Panjaitan no 7, Palembang. Omsetnya pun cukup menggembirakan.
“Alhamdulillah, sekarang saya sudah punya 20 unit mobil dengan estimasi omset sekitar 2 milyar,” terangnya.
Diakui Wawan, kesuksesan bisnisnya itu tidak lepas dari nilai agama yang ditanamkan kepada para pegawai. Setiap buka showroom dia menekankan mereka untuk membaca doa dan shalat Dhuha lebih dulu.
Sedangkan bagi karyawan perempuan wajib memakai jilbab. Tidak hanya itu, setiap gajian mereka juga disuruh bersedekah. Untuk yang satu ini, dia punya cara unik. Wawan menyediakan kontak infak dan setiap gajian. Mereka bersedekah sesuai kemampuan dan keinginan mereka.
“Saya yakin salah satu kelancaran bisnis itu juga karena nilai keislaman yang kita bangun dan juga sedekah mereka,” terangnya.
Merambah Bisnis
Wawan sosok pebisnis yang tidak cepat puas. Meski telah meraup laba besar, tapi dia tetap ingin agar bisnisnya berkembang lebih pesat dan besar.
Setelah sukses dengan bisnis mobilnya, dia lalu merambah ke sejumpah usaha lainnya, seperti: wedding organizer, catering service, dan salon. Usaha itu diberi nama Nadysa.
Dalam tempot singkat, usahanya itu juga cukup berkembang. Sukses dalam bisnis itu, dia lalu merambah ke sektor bisnis lainnya. Kini tertuju pada usaha furniture jati, property ruko, rental gedung serba guna yang berkapasitas sekitar 700 orang.
Alhamdulillah, bisnis itu pun berjalan lancar. Jeli melihat peluang Banyaknya usaha yang dilakoni Wawan tidak lepas dari ketajaman insting bisnisnya membaca peluang.
Kadang, sesuatu hal yang sederhana berubah menjadi ide brilian. Seperti ketika membuka jatim furniture-nya. Suatu kali, dia melihat orang menurunkan furniture dari Jepara. Dilihatnya beberapa menit. Insting bisnisnya tiba-tiba berkelebat: “Wah, ini bisa jadi prospek bisnis besar.”
Tak lama kemudian, dia mencari furniter jati ke Jepara, Jawa Tengah.
Awalnya, Wawan tidak banyak memesan jati. Hanya satu truk kecil dan itu dalam tempo sebulan. Namun, lambat laun roda bisnisnya itu berputar cepat.
“Alhamdulillah, bisnis inipun lancar,” ujarnya.
Kini, dalam sebulan dia bisa memesan dua sampai tiga fuso jati. Senada kala merintis bisnis event organizer (EO). Saat itu, ayah yang memiliki tiga anak; Muhammad Pratama, Muhammad Dwiky, dan Muhammad Sandy sedang melakukan hajatan khitanan anaknya. Konsep acaranya ternyata mengundang decak kagum tetamu. Mulai dari tempat, stage, dan pakaian. Respon positif itu pun disambut dengan insting bisnis EO. Dari usaha itu kemudian merambah ke wedding organizer, catering, dan penyewaan gedung serba guna.
Menurut lelaki murah senyum ini insting bisnis juga penting. Hal itulah yang dianggapnya sebagai inspirasi setiap kali hendak memulai usaha.
Meski begitu, diakuinya, tidak mudah mengasahnya. Butuh ketajaman insting dan kepekaan tersendiri. Karena itu, perlu diasah. Bagaimana caranya?
“Panca indera lebih sensitif terhadap ayat-ayat kauniyah Allah. Karena itu, jika mau mengasah insting bisnis harus dengan al Quran,” terangnya.
Selain akrab dengan al-Quran, untuk mempertajam insting bisnisnya itu, dia kerap berdoa kepada Allah agar dijaga dengan hal-hal baik.
“Saya juga kerap berdoa agar Allah melintaskan dalam benak saya sesuatu hal yang baik, yang inspiring,” katanya.
Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah senantiasa berfikir positif. Karena hal itu bisa memengaruhi jiwa. Orang yang berfikir negatif dia akan susah berbisnis. Belum memulai usaha yang dipikir rugi dan rugi, banyak pesaing, dan sebagainya.
“Karena itu, kalau mau sukses harus mulai bisnis dengan berfikir positif dan menerjemahkan insting bisnisnya sesegera mungkin,” ujarnya.
Tak Lupa Sedekah
Wawan bukan tipe orang kacang lupa kulitnya. Meski terbilang sukses dalam menjalankan roda usahanya, tapi dia tetap dermawan. Bukti kedermawanannya itu dia membina para tukang becak. Tukang becak yang dibinanya ada di bebeapa titik, seperti: Plaju, Nagata, Sikam, Kapten Abdullah, dan di tempat lainnya. Jumlah semuanya sekitar 200 orang.
Dalam sekali sebulan mereka dikumpulkan dan diberi ajaran agama. Seperti shalat, mengaji, cara whudu, dan siraman ruhani. Taman Pendidikan al Quran (TPA) juga menjadi garapan Wawan.
Di dekat rumahnya dia mendirikan TPA dengan murid sekitar 250 orang. Seluruh biaya operasional, mulai honor guru ngaji, tempat, buku, dan seragam seluruhnya dijamin Wawan.
Tidak hanya membina TPA, dia juga memfasilitasi 15 anak tahfidz al Quran. Perhatian Wawan soal agama tidak saja kepada lingkungan sekitar. Para karyawanya yang berjumlah sekitar 60 orang juga tak ketinggalan, terutama soal sedekah.
“Itu kotaknya. Mereka kami ajarkan untuk sedekah. Nanti hasilnya kita sumbangkan,” ujarnya sambil tangannya menunjuk kotak infak di sudut kantornya.
Kepedulian Wawan diakui karyawannya. Salah satunya Wansuri, pegawai yang telah bekerja sebelas tahun itu.
“Bapak itu orangnya baik,” ujarnya. Diakuinya, hingga kini dia menjadi gemar bersedekah. Dan, gara-gara itu, dia pun acap kali merasakan keajaiban sedekah.
“Saya beberapa kali bersedekah dan langsung dibalas cash oleh Allah dengan jumlah yang sering berkali-kali berlipat,” terangnya.*