Dirham dan
bukti-bukti numismatic
Baghdad, yang kemudian
merupakan suatu kota melingkar dengan diameter sekitar 19 kilometer (12 mi),
dihiasi secara mewah dengan taman-taman, istana-istana pualam, kebun-kebun,
trotoar-trotoar dan mesjid-mesjid yang dibangun dengan sempurna. Pedagang
dari teluk Arab, ahli ilmu bumi dan encyclopedist Yakut al-Rumi menguraikan
bagaimana kedua sisi sungai berhadapan dengan istana-istana, kios-kios,
taman-taman dan kebun-kebun milik orang-orang terkenal, dengan undak-undakan
pualam yang turun menuju ke tepi air, dimana ribuan gondola yang dihias dengan
bendera-bendera kecil berlayar.
Hal ini amat jauh berbeda
dengan perkampungan-perkampungan seadanya yang dihuni oleh bangsa Rus. Ahli
geografi dan astronomi Ibn Rustah, yang menulis diantara tahun 903 dan 913,
mencatat bahwa “mereka tidak mempunyai desa-desa, tidak ada bidang-bidang
tanah yang ditanami.” Ibn Rustah menguraikan bahwa orang Rus bagaikan
pedang-pedang olahraga yang sempurna, dengan mengenakan celana-celana longgar
yang ketat di bawah lutut – satu gaya yang
mencerminkan pengaruh Ketimuran dalam gaya
berpakaian mereka. Dalam penilaiannya, mereka adalah orang-orang gagah berani
yang menampilkan kesetiaan yang besar antara satu dan lainnya. Tetapi
ketertarikan utama mereka di daerah tersebut bersifat perolehan:
“Pekerjaan mereka hanya berdagang kulit bulu musang kecil, tupai dan
barang-barang kulit lainnya, yang mereka jual kepada orang-orang yang akan
membelinya dari mereka,” tulisnya. “Pada saat pembayaran, mereka
mengambil koin-koin yang mereka simpan di sabuk-sabuk mereka.”
Orang-orang Viking hanya
menaruh sedikit perhatian pada nilai nominal koin-koin; agaknya mereka
menggunakan suatu sistem timbangan Arab untuk mengukur perak pada daun alat
timbangan jinjing. Bila pengukuran itu sesuai dengan kehendak mereka, koin-koin
akan dipotong menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, lalu mencairkannya ke
dalam ingot/batang-batang logam atau dikemas menjadi cincin-cincin untuk
transaksi-transaksi “pemotongan perak” berikutnya. Jumlah perak Islam
yang mencapai daerah tersebut meningkat secara dramatis di dalam abad
kesepuluh, ketika deposit-deposit perak yang luas ditemukan di Hindu Kush. Hal ini memungkinkan dinasti Samanid yang
berbasis di Khurasan untuk mencetak sejumlah besar koin dan menjadi,
sebagaimana bukti-bukti numismatic menunjukkan, penyalur utama dirham.
Orang-orang Arab, sebagai
bagian mereka, bersiap-siap memperoleh mantel-mantel dan kopiah-kopiah yang
dibuat dari kulit rubah hitam, yang menurut al-Mas’udi merupakan yang paling
berharga dari semua pakaian dari bulu binatang. al-Mukaddasi juga mencatat
bahwa dari bangsa Rus orang bisa memperoleh pakaian dari bulu binatang yang
terbuat dari kulit bulu musang kecil, tupai Siberia, ermine (sejenis
cerpelai), musang, weasel (semacam musang), cerpelai, rubah dan kelinci
yang diwarnai.
Barang-barang lain yang
diperdagangkan orang Rus, sebagaimana diinventarisir oleh beberapa pengamat
Muslim, termasuk lilin dan kulit kayu pohon birch, gigi ikan, madu, kulit-kulit
kambing dan kuda, burung falcon, biji pohon ek, buah hazelnut,
ternak, pedang-pedang dan baju baja. Batu amber, emas kemerah-merahan yang
terbentuk dari damar pohon yang sudah memfossil dan bisa ditemukan di sepanjang
garis pantai Baltic, sangat dihargai di Timur dan menjadi suatu barang utama
perdagangan Scandinavia. Yang juga berharga di
Timur adalah para budak yang ditangkap oleh orang-orang Rus dari antara
orang-orang Eropa Timur: orang-orang Slavia, darimana Bahasa Inggris memperoleh
kata slave (budak). Menurut catatan ahli geografi yang sering mengadakan
perjalanan Ibn Hawkal, ditulis pada tahun 977, bangsa Rus menjalankan
perdagangan budak yang berkembang “dari Spanyol ke Mesir.”
Tetapi catatan saksi mata
paling penting mengenai bangsa Rus adalah catatan Ahmed ibn Fadlan, seorang
penulis yang tidak begitu dikenal, tetapi buku Risalanya telah diterjemahkan ke
dalam beberapa bahasa. Segmen-segmen kuncinya tentang bangsa Rus yang bersifat
universal dikutip di dalam buku-buku modern tentang Viking. Catatan itulah yang
mengilhami novel Eaters of the Dead di tahun 1976 karya penulis Michael
Crichton, yang merupakan basis film The Thirteenth Warrior (Prajurit
Ketigabelas) tahun 1999 oleh Touchstone/Disney.
“Ibn Fadlan adalah
yang unik dari semua sumber yang ada,” kata Noonan. Ia ada di sana, dan anda dapat
melacak alur perjalanan yang sesungguhnya. Ia menguraikan bagaimana
kafilah-kafilah menempuh perjalanan, bagaimana mereka menyeberangi sebuah
sungai. Ia menceritakan kepada anda tentang binatang dan tumbuh-tumbuhan di
sepanjang perjalanan. Ia menunjukkan kepada kita bagaimana fungsi dan jalannya
perdagangan. Tidak ada catatan apapun yang serupa dengannya.”
Ibn Fadlan adalah seorang
faqih, seorang ahli dalam jurisprudensi Islam, seseorang yang bertindak sebagai
sekretaris dalam sebuah delegasi yang dikirim oleh Kalifah al-Muqtadir di tahun
921 kepada raja Bulgar, yang telah meminta bantuan untuk membangun sebuah
benteng dan sebuah mesjid, seperti instruksi pribadi dalam pengajaran Islam.
Orang-orang Bulgar adalah suatu cabang orang-orang Khazar yang terpecah di abad
ketujuh dan berbahasa Turki. Satu kelompok bermigrasi ke Barat, yang
berasimilasi dengan orang-orang Slavia dan menemukan apa yang nantinya menjadi
Bulgaria modern, di Barat Laut Hitam; yang lainnya memutar ke Utara menuju
daerah Volga tengah, di mana mereka tetap tinggal di bawah hukum Khazars, yang
mendominasi daerah Caucasus Utara dan Caspia, yang menandai batas-batas utara
kekuasaan Abbasiyah. Dalam mencari bantuan dari Baghdad, sebenarnya raja Bulgar sedang
mencari persekutuan untuk melawan Khazar.
Untuk menghindari negeri
orang-orang Khazar, delegasi kalifah mengambil rute yang lebih panjang dan
memutar menuju ibukota Bulghar, lewat sebelah Timur Laut Caspia. Sekali di sana, Ibn Fadlan yang
memberi instruksi religius bagi raja Bulgar, sangat terkesan ketika raja
memberinya kunya, atau nama julukan, “al-Siddiq,” “yang
jujur” – kunya yang sama seperti yang diperoleh oleh Abu Bakr, kalifah
pertama Islam.
Jumlah keseluruhan jarak
yang ditempuh delegasi tersebut sekitar 4000 kilometer (2500 mi). Dalam bukunya
Risala, Ibn Fadlan banyak menguraikan orang-orang yang ia temui, dan
dengan perkiraan kasar satu diantara lima
dari catatannya diabdikan untuk orang Rus.
“Aku belum pernah
melihat contoh-contoh phisik yang lebih sempurna, jangkung bagaikan pohon
kurma, berambut pirang dan wajah sehat kemerahan,” ia menulis.
“Masing-masing orang mempunyai sebuah kampak, sebilah pedang, dan sebilah
pisau yang dibawa mereka terus menerus.” Orang-orang ini, kata Ibn Fadlan,
ditato dengan figur-figur hijau gelap “dari kuku jari tangan sampai
leher.”
Seni perhiasan dan
perhiasan jasmani (bodily ornamentation) Viking berkembang dengan baik,
dan Ibn Fadlan menguraikan juga bahwa wanita-wanita bangsa Rus memakai
kalung-kalung emas dan perak, “masing-masing berharga 10,000 dirham yang
bagi suaminya hal itu sepadan; beberapa wanita mempunyai banyak perhiasan.
Mereka paling menghargai perhiasan manik-manik kaca hijau dari tanah liat, yang
ditemukan di kapal-kapal. Mereka berdagang manik-manik diantara mereka sendiri
dan membayar satu dirham untuk sebuah manik-manik. Mereka menyambung
manik-manik tersebut menjadi kalung-kalung….” Mereka juga mengenakan
festun-festun dari manik-manik yang diwarnai, bros-bros oval besar yang
teruntai dari benda-benda semacam pisau-pisau, sisir-sisir dan kunci-kunci,
dimana Ibn Fadlan menguraikannya sebagai “kotak-kotak dada (breastbox)
yang terbuat dari emas, perak dan kayu.”
Bagaimanapun juga ia
mempunyai pendapat yang tajam tentang kesehatan orang Rus: “Mereka adalah
makhluk-makhluk Tuhan yang paling dekil,” jelasnya, dan walaupun ia
mengetahui bahwa mereka mencuci tangan-tangan mereka, kepala-kepala dan
wajah-wajahnya setiap hari, ia dikejutkan ketika mereka melakukan “di
dalam pertunjukan paling dekil dan paling kotor yang mungkin” dengan
menggunakan sebuah bak air komunal, sebuah adat Jerman kuno yang menyebabkan
reaksi mendadak yang dapat dimengerti pada seorang Muslim yang secara khas
melakukan upacara pembersihan hanya pada air yang dituangkan atau air yang
mengalir. (Di tahun yang sama, Ibn Rustah, bagaimanapun juga telah memuji orang
Rus yang ia amati sebagai telah “bersih di dalam berpakaian dan ramah
kepada para budak mereka.”)
Kontak mereka dengan Islam
membuat sebagian orang diantara bangsa Rus memeluk agama Islam, meskipun
demikian Ibn Fadlan dengan cerdik mencatat bahwa kebiasaan-kebiasaan kuno masih
mempengaruhi mereka:
“Mereka sangat
menggemari daging babi dan banyak di antara mereka yang sudah dianggap sebagai
bagian dari Islam merasa sangat kehilangan karena pelarangan akan daging babi
itu.” Orang Rus juga menikmati nabith, suatu minuman fermentasi dimana Ibn
Fadlan sering menyebutnya sebagai bagian dari makanan sehari-hari mereka.
Namun kebanyakan orang Rus
tetap menyelami praktek-praktek religius mereka sendiri, yang mencakup pengorbanan-pengorbanan.
Ibn Rustah menyebutkan suatu kependetaan profesional dari dukun sihir Rus, (ia
sebut attibah) yang menikmati status sangat tinggi, dan yang mempunyai
kekuasaan untuk memilih sebagai korban bagi para dewa mereka orang-orang yang
mana saja, wanita-wanita atau lembu yang mereka inginkan.
Menyaksikan sekelompok
pedagang Rus yang merayakan akhir yang aman sebuah perjalanan mengarungi sungai
Volga di tahun 922, Ibn Fadlan menguraikan bagaimana mereka berdoa kepada para
dewa mereka dan menampilkan korban-korban figur-figur kayu yang dipancangkan di
tanah, dan mereka memohon kepada para dewa untuk mengirimkan para pedagang
dengan mata uang perak melimpah untuk membeli barang-barang yang dapat mereka
jual.
Ia juga menyaksikan, di
sungai Volga, sebuah pemakaman dramatis
seorang kepala suku yang dikremasi dengan membakar mayat beserta kapalnya.
Deskripsinya yang sering kali dikutip tentang upacara ini adalah salah satu
dokumen yang paling luar biasa di Jaman Viking, mengisinya dengan detil tentang
suramnya kematian sang pemimpin yang dipersiapkan di dalam perahunya di antara
perbendaharaan barang-barang mahal, makanan-makanan mewah dan minuman kuat,
seperti juga seekor anjing, kuda-kuda, lembu-lembu jantan, dan unggas, yang
disertai tubuh seorang gadis budak yang dengan sukarela berkorban sebagai
penghormatan dan dibakar bersama tuannya.
Selain itu, Ibn Fadlan
mengetahui rahasia peristiwa mabuk-mabukan dan perilaku kotor yang tentu saja
mengejutkan untuk seorang sarjana saleh dan terpelajar dari Baghdad. Tetapi ia bukanlah orang yang akan
memperbincangkan benar-salahnya peristiwa tersebut: setelah membuat catatan
peristiwa itu, ia beralih pada catatan naratifnya tanpa sikap merendahkan
orang-orang Viking.
Para penulis Islam lainnya menemukan
beberapa ciri bangsa Rus yang ciri patut dipuji, terutama sekali keberanian
mereka di dalam pertempuran. Ahli filsafat dan sejarawan Miskawayh menguraikan
mereka sebagai orang-orang dengan “badan dan keberanian besar” yang
membawa sekelompok senjata yang mengesankan, termasuk pedang-pedang,
tombak-tombak, perisai-perisai, golok-golok, kapak-kapak dan palu-palu. Ia
mencatat bahwa lunglainya mereka “adalah disebabkan oleh kebutuhan mereka
yang besar terhadap ketajaman dan keunggulan mereka.”
Selagi hubungan umum bangsa
Rus dengan Baghdad,
Khazaria dan negeri-negeri Muslim lainnya menjadi sebuah perdagangan yang
damai, hal ini tidaklah selalu demikian. Sepanjang pantai-pantai Laut Caspia,
suku-suku bangsa Rus mengarahkan senjata-senjata berharga mereka melawan
orang-orang Muslim dua kali di abad ke X, sekali ketika menyerang Abaskun di
Caspia Timur di tahun 910, dan kemudian menembus daerah minyak di sekitar Baku
pada tahun 912, mengambil banyak harta rampasan dan membunuh ribuan orang. Dari
kampanye belakangan ini, al-Mas’udi menulis bahwa ketika masyarakat Khazar
mendengar peristiwa tersebut, sekitar 150,000 orang dari mereka dihubungi oleh
para orang Kristen dari kota Itil, dan kekuatan gabungan ini berbaris menuju
Volga, dimana armada bangsa Rus telah kembali, dan membantainya. Sedikit orang
Rus yang lari diselesaikan oleh orang-orang Bulghar dan lainnya.
Ibn Hawkal menceritakan
bagaimana di tahun 943 armada besar bangsa Rus lainnya mencapai kota perdagangan makmur
Bardha’a di pantai selatan Caspia, dimana bangsa Rus membantai 5.000 orang
penduduk. Tetapi pendudukan mereka atas kota tersebut berantakan dalam beberapa
bulan, sepertinya merupakan hasil dari suatu wabah disentri di antara mereka
yang disebabkan oleh sebuah “piala kematian”, rahasia yang ditawarkan
kepada mereka oleh wanita-wanita kota.
Selain Ibn Fadlan, hanya
sedikit jika ada orang-orang Muslim dari Timur Tengah atau Asia Tengah yang
melakukan perjalanan ke tanah tumpah-darah orang-orang Norse yang jauh.
Bagaimanapun juga, orang-orang Muslim di al-Andalus, di Selatan dua pertiga
Semenanjung Iberia, dapat bepergian ke Scandinavia relatif lebih mudah melalui
laut, dan beberapa nampaknya sudah melaksanakannya, mungkin untuk berdagang.
Pada pertengahan abad ke X, seorang pedagang Cordoba
bernama al-Tartushi mengunjungi kota
pasar orang Denmark Hedeby. Ia tidak terlalu terkesan; sama sekali tidak,
karena walaupun dengan area seluas 24 hektar (60 akre), Hedeby menjadi kota Scandinavia terbesar
waktu itu, al-Tartushi menemukannya jauh berbeda tentang kerapian, organisasi
dan kenyamanan dibanding Córdoba. Hedeby teramat dekil dan ribut, tulisnya,
dengan para penghuni penyembah berhala yang menggantung binatang korban pada
galah-galah di depan rumah mereka. Masyarakat Hedeby mendapatkan nafkah tertama
dari ikan, “terdapat banyak sekali ikan.” Ia mencatat bahwa
wanita-wanita Norse menikmati hak untuk bercerai. “Mereka berpisah dengan
para suaminya kapan saja mereka suka.” Para
laki-laki dan perempuan sepertinya, catatnya, memakai make-up tiruan pada mata;
dimana bila mereka memakainya kecantikan mereka tidak pudar, tetapi malah makin
bertambah.”
Tetapi kontak sedemikian
itu tidaklah cukup untuk menjembatani gap-gap budaya yang luas. Ahli hukum
Toledo Sa’id memberi alasan bahwa para penyembah berhala Norse amat dipengaruhi
oleh lingkungan asal mereka yang dingin: “Karena matahari tidak
menumpahkan sinar-sinarnya secara langsung di atas kepala-kepala mereka, iklim
mereka menjadi dingin dan atmosfirnya berawan. Sebagai konsekwensinya
perangai-perangai mereka menjadi dingin dan lelucon-lelucon mereka tidak sopan,
selagi tubuh-tubuh mereka bertumbuh besar, kulit-kulit mereka terang dan rambut
mereka memanjang.” [bersambung/hidayatullah.com]