Hidayatullah.com—Geert Wilders, politisi Belanda yang menyeru agar Uni Eropa melarang imigrasi Muslim, hari Jumat (18/3/2016) kembali meyambangi pengadilan, kali ini terkait dakwaan menyulut kebencian dan diskriminasi terhadap minoritas Maroko di Belanda.
Pihak kejaksaan mengatakan kasus Wilders itu berupaya membenturkan hak kebebasan berbicara dengan hak bebas dari diskriminasi.
“Kebebasan berekspresi tidaklah absolut, hak itu bergandengan dengan kewajiban dan tanggung jawab,” kata jaksa kepala Wouter Bos. “Tanggung jawabnya yaitu tidak mengadu domba sekelompok orang dengan lainnya.”
“Rasisme dan kebencian kepada orang asing merupakan pelanggaran langsung terhadap dasar-dasar kebebasan, demokrasi dan aturan hukum,” imbuhnya.
Wilders membantah melakukan kesalahan, dengan mengatakan bahwa persidangan itu bermotif politik dan komentar-komentarnya dilindungi oleh hak kebebasan berbicara.
Wilders menarik perhatian aparat kejaksaan dengan berulang kali menyeru agar jumlah orang Maroko di Belanda dikurangi saat kampanye Pemilu tahun 2014.
Dalam sebuah kampanye yang disiarkan televisi secara langsung, dia menanyakan kepada para pendukungnya apakah mereka ingin jumlah orang Maroko dikurangi. Khalayak ramai itu pun bersorak-sorai memberikan persetujuan terhadap sikap politisi yang dikenal anti Islam itu.
Menurut jaksa, para pendukung Wilders ketika itu sebelumnya sudah dilatih, sehingga jelas menunjukkan politisi berambut perak itu sengaja menyulut kebencian. Kemudian setelah itu, Wilders secara terang-terangan menyebut orang-orang Maroko, yang mencakup 2 persen populasi Belanda, sebagai “bangsat”.
Persidangan Wilders kali ini digelar di tengah kedatangan arus migran dari Suriah, yang ditentang oleh sebagian besar warga Belanda.
Wilders bersama partai rasisnya yang berusia satu dekade, Partai Kebebasan, merupakan organisasi politik yang beberapa tahun belakangan semakin populer di Belanda. Menjelang Pemilu pada Maret 2017, partai itu mendapat dukungan dari kelompok-kelompok dan partai anti migran di negara-negara tetangga seperti Prancis dan Jerman.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sekelompok orang lokal dari organisasi anti Islam yang berpusat di Jerman, Pegida, tampak memberikan dukungan kepada Wilders di luar pengadilan kemarin.
Sejak pembunuhan penulis Belanda Theo van Gogh, yang sama seperti Wilders membuat film anti Islam, pada tahun 2004 politisi Belanda itu mendapat pengawalan polisi 24 jam.
“Tak seorang pun yang dapat membungkam saya. Tidak juga soal orang Maroko,” kicau Wilders di Twitter pekan lalu. “Tidak ancaman teroris … tidak juga hakim. Tak seorang pun,” kicaunya seperti dikutip Reuters.*