SEORANG lelaki datang tergopoh-gopoh. Penampilannya rapi. Bajunya dimasukkan. Rambutnya klimis. Sebuah id card tempat dia bekerja tertempel di sakunya. Peluh luruh di wajahnya yang putih dan oval dengan jenggot tipis menghias dagu yang mirip artis film religi. Lelah tampak menggelayut di wajah. Karyawan sebuah bank syariah itu lalu duduk di pojok masjid sambil menyandarkan tubuh di dinding.
“Saya sengaja datang ke tempat ini. Mau mendengar ceramah biar hati adem,” katanya.
Selain karyawan gagah itu, puluhan karyawan lain—pemuda dan bapak-bapak—juga datang ke masjid ini. Penampilannya rapi. Selain menunaikan salat zhuhur berjamaah juga mendengarkan siraman ruhani dari ustaz yang telah dijadwal takmir masjid. Masjid ini berada di kompleks cukup elit. Ada banyak perkantoran dan toko besar yang berderet-deret.
Tempat itu memang strategis. Tak heran bila banyak orang memilihnya sebagai sentral usaha dan perkantoran. Nah, masjid yang megah—berlantai dua dengan arsitektural indah— ini terdapat pas dekat pintu masuk kompleks. Menariknya, selama salat lima waktu, masjid itu selalu ramai oleh jamaah. Terlebih lagi waktu salat Jumat. Jamaahnya meluber keluar masjid hingga ke tangga.
Antusiasme ibadah masyarakat yang tergolong berpendidikan tinggi ini cukup menggembirakan. Begitu pula semangat menghidupkan sunnah. Tak sulit mendapati orang berjenggot dan bercelana di atas mata kaki serta mengucapkan salam. Tak hanya itu, perempuan-peremuan berbusana muslimah dari yang ukuran kecil, sedang, besar, bahkan hingga bercadar juga banyak di tempat ini.
Tak bisa dimungkiri geliat berislam masyarakat sekitar karena syiar Islam yang dilakukan masjid. Petugas masjid mendesain aneka kegiatan keagamaan. Mulai dari pengajian bakda zhuhur, ceramah bakda maghrib, dan pengajian akhir pekan. Ustaz yang ditugasi ceramah juga beragam. Kualitas dan kompetensinya tidak diragukan lagi.
Tema ceramahnya juga beragam. Ada fiqih, sejarah atau Sirah Nabawiyah, Islamic Parenting, dan kajian tafsir Al-Qur’an. Untuk kajian akhir pekan terkadang mengundang dai-dai dari luar provinsi dengan tema yang menarik. Kadang dari Jawa Timur dan Jakarta. Tak sulit mengundang dai-dai dari luar provinsi karena bekerja sama dengan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) lain. Jadi, dananya bisa patungan.
Imam masjid ini juga memiliki suara yang merdu. Bacaan Al-Qur’anya mirip imam-imam masjid di Timur Tengah yang kaset dan videonya beredar di Tanah Air. Hati orang mendengarnya akan mudah tersentuh, merasa tenang, sejuk, dan damai. Itu tidak berlebih. Buktinya, ketika salat gerhana matahari (salat kusuf) sang imam asal Lombok, NTB ini membaca surah-surah panjang dan salah satunya adalah surah Ar-Rahman. Surah ini berisi tentang nikmat, syukur, dan juga dunia.
“Kullu man ‘alaiha faan,” bacanya dengan suara agak serak.
Jamaah salat yang mendengarnya tenggelam dalam khusuk. Dibacanya lagi ayat demi ayat dalam surah Ar-Rahman dengan merdu, tartil, dan penghayatan. Tangisnya pun pecah. Beberapa detik berhenti. Dicobanya lagi melanjutkan bacaan Al-Qur’an. Isak tangis itu diikuti beberapa jamaah. Suara itu terdengar jelas dari barisan shaf hingga menggema ke ruangan masjid. Sang imam masih melanjutkan bacaan Al-Qur’an. Suasana alam yang semakin gelap karena gerhana matahari sedang terjadi terasa kian mencekam. Para jamaah pun tenggelam dan diliputi selaksa rasa: takut, khawatir, dan cemas.
“Fabiayyi alaa irabbikuma tukazziban,” imam kembali melanjutkan bacaanya.
Merdu. Jamaah pun tenggelam penuh khidmah.
Itulah sekelumit fenomena aktivitas di masjid itu. Masjid adalah tempat ibadah paling afdhal untuk melakukan ibadah dan meng-charge spiritual. Kalau mau meningkatkan spiritual, datangilah masjid. Ibadah yang dilakukan di masjid berjamaah akan mendapat pahala berlipat ganda. Contohnya salat lima waktu. Pahalanya 27 derajat lebih banyak ketimbang sendirian di rumah. Hati juga akan tenang, dan adem. Gundah gulana serasa hilang. Apalagi, jika berwudhu, salat sunnah tahiyat masjid, dan ditambah tilawah Al-Qur’an. Oleh karena itu, jika sedang gulana, pergilah ke masjid dan beribadahlah. Bukan justru pergi ke tempat yang jauh dari sumber-sumber spiritualitas.
Orang saleh, hatinya akan selalu terpaut ke masjid. Pergi jauh kemana pun yang terpikir masjid. Mau salat yang dipikir di mana masjid. Sehari saja tidak ke masjid ada buncahan rindu yang menggelayut di jiwa. Bahkan merasa rugi. Apalagi jika tidak salat berjamaah di masjid. Ada sesuatu yang hilang, hati gersang, dan gulana.
Masjid tempat afdhal untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Orang yang tidak akrab bahkan tidak pernah menyentuh masjid, biasanya, akan mencari ketenangan dan hiburan di luar masjid. Ke tempat-tempat yang jauh dari ayat-ayat Allah dibacakan. Dia akan menghabiskan waktu dengan perbuatan sia-sia. Alih-alih mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan. Justru gundah gulana dan kegersangan jiwa yang didapat.
Orang yang selalu terpaut ke masjid dan memakmurkannya adalah ciri orang yang mendapat petunjuk.
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللّهِ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللّهَ فَعَسَى أُوْلَـئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS: At-Taubah: 18)
Bukan itu saja. Hati orang yang selalu terpaut ke masjid kelak di akhirat kelak akan mendapat naungan dari Allah Swt. Renungkanlah hadis berikut ini.
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: اَلْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْـمَسَاجِدِ ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ ، فَقَالَ : إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: Pemimpin yang adil. Pemuda yang tumbuh di atas kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya. Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, sehingga mereka tidak bertemu dan tidak juga berpisah kecuali karena Allah. Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’. Orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya. Orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.” (HR. Al-Bukhari)
Sayangnya, betapa banyak orang yang menghabiskan uang puluhan juta atau bahkan ratusan juta rupiah hanya untuk refreshing travelling ke luar negeri: mengunjungi negara-negara yang konon terkenal, eksotik, modern, dan pusatnya peradaban dan fesyen. Tetapi, bukannya kebahagiaan dan kepuasan ruhani yang didapat. Justru kekeringan ruhani dan habisnya uang. Pulang ke Tanah Air hatinya justru semakin galau karena silau peradaban dan kehidupan di luar sana.* */Syaiful Anshor, Seorang guru (BERSAMBUNG)