Hidayatullah.com– Saya mahasiswa S-3 Universidad de Oviedo (Universitas Oviedo) di Provinsi Asturias, Spanyol, Jurusan Energy Engineering. Alhamdulillah diberi kepercayaan oleh Uni Eropa melalui beasiswa Erasmus Mundus.
Ramadhan ini adalah tahun kedua saya berpuasa di Negeri Matador itu. Dimana kejayaan Islam pernah ada dan sampai sekarang masih banyak peninggalan tersisa, terutama di Andalusia.
Jumlah umat Islam di Spanyol sekitar 3-6 persen dari total jumlah penduduknya yang sebanyak 46,77 juta (tahun 2014, Google). Umat Islamnya pun mayoritas bermazhab Hambali. Shalat tarawih dilakukan sebanyak 8 rakaat dengan 2 kali salam.
Pemerintah Spanyol memiliki aturan ketat dalam pembangunan masjid. Adapun masjid terbesar ada di Kota Madrid. Dan Inshaa Allah akan segera dibangun masjid di Kota Sevilla.
Masjid-masjid yang pernah saya kunjungi di Kota Madrid, Valencia, dan Barcelona.
Di Kota Gijon hanya ada satu masjid, dengan kapasitas maksimal 75 orang. Itu pun hanya berupa apartemen, bukan seperti masjid di Indonesia pada umumnya.
Ruang Shalat Khusus
Yang juga patut kami syukuri, pemerintah Spanyol tidak melarang apapun kegiatan Muslim, selama tidak menimbulkan suara gaduh atau mengganggu warga.
Selain itu, secara umum, masyarakat Spanyol tidak punya masalah dengan Muslim. Kita bisa menjalankan ibadah dengan tenang.
Untuk di kampus saya, Universitas Oviedo, alhamdulillah, saya diberi ruangan khusus oleh ketua jurusan untuk shalat.
Ceritanya begini. Awalnya, seorang teman sekampus sering heran karena setiap hari saya pulang pergi kampus-rumah. Akhirnya ia menanyakan, mengapa selalu melakukan itu.
Saya pun menceritakan bahwa pulang itu untuk melaksanakan shalat. Dia malah melaporkannya ke profesor saya. Rupanya dia kasihan melihat saya bolak-balik rumah setiap hari.
Akhirnya saya diberikan ruang tersendiri untuk shalat, sehingga tidak perlu lagi pulang ke rumah.
Sementara itu, bagi umat Islam lainnya, untuk mendapatkan tempat tinggal dekat masjid tidaklah mudah. Sehingga saat shalat tarawih, masjid tidak terlalu ramai.
Tantangan paling berat berpuasa di Spanyol jika Ramadhan bertepatan dengan summer (musim panas). Karena puasa akan lebih lama, sekitar 17-18 jam. Shubuh pukul 04.30 dan maghrib pukul 22.00 waktu setempat. Dua kali saya menjalani Ramadhan di sini selalu bertepatan musim panas.
Jika cuaca sangat panas, saya mengalami dehidrasi; bibir pecah-pecah hingga berdarah. Beruntung saya tinggal di Spanyol bagian utara yang tidak sepanas di Barcelona, Valencia, Sevilla, atau Malaga.
Untuk mengatasi dehidrasi, saat berbuka dan sahur, sedapat mungkin banyak-banyak minum air putih dan menggunakan pelindung bibir untuk alasan darurat.
Yang berat juga jika ingin shalat tarawih berjamaah. Jarak antara tempat tinggal saya dengan masjid sekitar 3 km.
Untuk pergi ke masjid, saya naik bus. Pulangnya, berhubung bus tidak beroperasi lagi karena sudah malam, saya tempuh dengan jalan kaki. Anggap saja olahraga malam.
Meskipun demikian berat tantangannya, alhamdulillah, saya bisa melewati dengan baik. Awalnya ya sempat terpikir hal itu sulit dilakukan. Tapi inilah makna jika kita beribadah ikhlas, Allah akan memudahkan jalan kita.
Makanan berbuka puasa yang disediakan khas Arab. Seperti daging kari, sup, susu, dan yang pasti adalah kurma. Mayoritas warga Muslim di sini berasal dari Maroko, Aljazair, Nigeria, dan negara lain.
Tapi kembali kepada diri kita masing-masing untuk menunjukkan Islam adalah rahmatan lil alamin.
Inilah yang patut disyukuri oleh umat Muslim di Indonesia. Karena di Tanah Air sendiri kita bisa beribadah dengan tenang. Banyaknya masjid atau surau memudahkan untuk shalat berjamaah.
Suatu harapan dari saya agar masjid-masjid di Indonesia dijadikan juga sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan, bukan hanya untuk shalat.
Karena, saya rasakan di Spanyol, masjid lah yang mempersatukan kami semua Muslim dari berbagai negara.* Doddy Irawan, seperti dituturkannya kepada Abidurrahman Sibghatullah, kontributor hidayatullah.com di mancanegara