Oleh: Sarah Zakiyah
Musa berlari meninggalakan kaumnya bergegas menaiki bukit Tursina menemui Dzat yang dirindui.
“Apa yang membuatmu tergesa-gesa, hingga meninggalakan kaummu, wahai Musa?”, bimbang ia menjawab jujur akan sikapnya, walau Dzat yang bertanya ia yakini telah mengetahui maksudnya. Alasan yang ditutupi ia ungkapkan,”mereka mengikutiku di belakangku, aku bergegas menemuiMu agar Engkau ridho padaku”
Alangkah indah kerinduan yang memenuhi hati Musa. Bukit Tursina yang berada di depan mata seakan jauh jaraknya, karena rindu untuk mendengar kalaamullah. Tafsir Kurtubi menjelaskan sebab bergegasnya Musa menemui Robbnya.
Pada sebuah hadits ibunda Aisyah menceritakan bahwa ada seseorang yang diutus Rosulullah-sholllahu ‘alaihi wa sallam- untuk memimpin sebuah sariyyah, dia selalu membaca surat Al-Ikhlas di akhir bacaannya mengimami pasukannya. hingga ia pun dilaporkan kepada Rosulullah, ketika ditanyakan padanya alasan dari apa yang ia lakukan, ia menjawab bahwa ia menyukai surat itu karena memuat sifat -sifat Ar-Rahmaan. Kabar gembira pun ia terima dari Rosulullaah, bahwa Allah mencintainya.
Duhai, betapa bahagia hati mendapat berita cinta dari kekasih ketika satu amal kebaikan ditekuni walau diperselisihkan oleh orang sekitarnya.
Di suatu subuh, Rosulullah memanggil sahabat yang tiada berkedudukan semasa cahaya Islam belum meneranginya. “Amalan apa yang kamu andalkan dalam Islam wahai Bilal, hingga aku mendengar suara terompahmu di surga?”. Sahabat mulia itu menjawab bahwa ia selalu berwudhu dari hadats dan mendirikan sholat dua rakaat setelah berwudhu.
Lagi-lagi berita gembira itu datang dari satu amalan yang tidak disangka-sangka. Amalan yang sengaja dilakukan untuk mencuri perhatian Allah yang Maha Rahmaan.
Ada alasan di balik jawaban mereka. ada maksud tersembunyi di belakang apa yang mereka lakukan.
“Aku bergegas agar Engkau ridho”
“Karena ia memuat sifat-sifat Arrahmaan, maka aku suka mengakhiri setiap bacaanku dengannya”
“Tidak ada amalan yang diandalkan, kecuali aku selalu berwudhu dari hadats dan sholat dua rakaat setelahnya, siang ataupun malam”
Ada rindu yang membuncah untuk mendengar kalaamullah, hingga Musa merasa perlu berlari agar segera dapat menemui Dzat yang dirinduinya, agar keridhoan-Nya tetap ia dapatkan.
Pemimpin sariyyah itu tidak sekedar menambah-nambah bacaan dalam sholatnya, ia ingin mengungkapkan bahwa cinta dan keridhoan Allah yang ia tuju, maka mengakhiri semua bacaannya dengan menyebutkan sifat-sifat Allah ia sukai.
Apa yang dilakukan Bilal pun demi mencari keridhoan, keridhoan yang bisa ia dapatkan dari apa yang bisa ia lakukan.
Kesemua amalan yang mungkin tidak dianggap oleh manusia karena kecilnya, namun Allah membalasnya dengan cinta dan surga. Bukan karena kecilnya amalan, tapi karena maksud dan alasan di balik amalan itu.
Lalu amalan apa yang telah kita perbuat demi mencuri perhatian Allah.*
Penulis adalah anggota Mushida