Mantan Perdana Manteri RI Mohammad Natsir mengingatkan,” Kita mengharapkan Pancasila dalam perjalanannya mencari isi semenjak ia dilancarkan itu, tidaklah akan diisi dengan ajaran yang menentang al Qur’an, wahyu Ilahi yang semenjak berabad-abad telah menjadi darah daging bagi sebagian terbesar dari bangsa kita ini. Dan janganlah pula ia dipergunakan untuk menentang kaidah-kaidah dan ajaran yang termaktub dalam al Qur’an itu, yaitu induk serba sila, yang bagi umat Muslim Indonesia menjadi pedoman hidup dan pedoman matinya, yang mereka ingin sumbangkan isinya kepada pembinaan bangsa dan negara, dengan jalan-jalan parlementer dan demokratis.”
Entah apa maksud DPR kembali membuka luka lama umat Islam di masa Orde Baru dan Orde Lama. Mempertentangkan Pancasila dan Islam. Dalam draft RUU Ormas yang ingin digolkan DPR tahun ini, kembali masalah asas tunggal dimunculkan. Dalam RUU itu pasal 2 disebutkan; Asas Ormas adalah Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, serta (Ormas) dapat mencantumkan asas lainnya yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
RUU Ormas ini tentu mundur dari Orpol. Bila dalam UU Orpol sebuah organisasi membolehkan Islam dicantumkan sebagai asasnya –dan ini perjuangan panjang puluhan tahun- kenapa kini dalam ormas dinafikan adanya Islam sebagai asas dan harus Pancasila?
Karena itu, Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin sangat menyesalkan hal ini. “Janganlah kita kembali membuka luka lama. Betapa lelah dan energi terkuras ketika Undang Undang Ormas tahun 1985 dulu diajukan dan ada pendesakan untuk menerapkan asas tunggal Pancasila. Muhammadiyah sampai mengundurkan muktamarnya dan apalagi waktu itu muncul upaya mempertentangkan Pancasila dengan Islam,” kata Din di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat.
Kita ingat bagaimana tahun 1985 itu –ketika masa awal pemerintahan Soeharto dibackup oleh kelompokthink tank Katolik CSIS—umat Islam ditekan terus menerus hingga harus menerima asas tunggal Pancasila. Selain itu pemerintah saat itu juga melarang tokoh-tokoh Masyumi seperti Mohammad Natsir dan Mohammad Roem kembali berpolitik. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) menjadi mata ajaran wajib di seluruh tingkatan sekolah dan seterusnya.
Ketika asas tunggal Pancasila dipaksakan, HMI menjadi terpecah dua. HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) dan HMI Dipo. Begitu pula partai politik Islam PPP juga terpecah. Beberapa tokohnya mengundurkan diri ketika Orba memaksa asas tunggal saat itu. Karena saat itu PPP menjadi simbol persatuan umat Islam, dengan Islam sebagai asasnya, yang membedakan dengan Golkar dan PDI.
Sejarah Ringkas Piagam Jakarta dan Pancasila
Kita tentu memahami bahwa isi Pancasila yang tertera dalam Pembukaan UUD 45 (plus amandemen) saat ini adalah hasil dari konsensus tokoh-tokoh pendiri republik ini. Dan ada 4 tokoh Islam di sana. Pancasila yang ada sekarang ini dirumuskan dari Piagam Jakarta dan hanya sila pertama yang diubah. Dari Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Empat sila lainnya tetap. Pancasila ini dirumuskan oleh Panitia Sembilan. Panitia kecil yang dibentuk menjelang kemerdekaan RI 1945 yang diambil dari anggota-anggota BPUPKI. Anggota Panitia Sembilan ini meliputi wakil kalangan nasionalis sekuler, Kristen dan nasionalis Islam.
Mereka adalah: Soekarno, Mohammad Hatta, AA Maramis, Kahar Muzakkir, Abikusno Tjokrosuyoso, Agus Salim, Wahid Hasyim, Mohammad Yamin dan Ahmad Soebardjo. Kahar Muzakkir, Abikusno, Agus Salim dan Wahid Hasyim adalah empat tokoh Islam yang berjuang ‘mati-matian’ saat itu sehingga teks Pancasila saat ini penuh dengan nafas Keislaman. Sayangnya ahali-ahli hukum kita kemudian membelokkan Pancasila ini menjadi sekuler.
Memang istilah Pancasila mungkin dari Soekarno atau Yamin. Tapi isi dari teks Pancasila itu, empat tokoh Islam itu mempunyai andil besar. Kata adil, beradab, kerakyatan, hikmah, kebijaksanaan, permusywaratan dan perwakilan adalah kosa-kosa kata Islam yang hampir mustahil disuarakan oleh tokoh-tokoh sekuler saat itu. Sayangnya hingga kini belum ditemukan (atau jangan-jangan sengaja dihilangkan) pembahasan atau notulen secara rinci perumusan Pancasila itu. Dari 30 anggota BPUPKI yang berbicara, Yamin hanya menuliskan tiga orang saja dalam bukunya.
Kalau kita lihat naskah dari Yamin, yang dipidatokan 29 Mei 1945, naskah Pancasilanya adalah 1. Perikebangsaan. 2. Perikemanusiaan. 3. Periketuhanan 4. Perikerakyatan 5. Kesejahteraan rakyat. Pada 1 Juni 1945 Soekarno mengusulkan 5 rumusan dasar negara, yaitu: 1. Kebangsaan Indonesia. 2. Internasionalisme atau perikemanusiaan. 3. Mufakat atau demokrasi. 4. Kesejahteraan social 5. Ketuhanan yang berkebudayaan.