Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Muhammad Nurhidayat
Ada dugaan, mulai munculnya generasai muda yang terjangkit disorientasi seksual adalah buah dari keberhasilan gerakan neo-sodomis trans-nasional dalam mengkampanyekan prilaku menyimpangnya melalui film Teletubbies. Sebab usia rata-rata anak muda yang terang-terangan ‘bangga’ menyatakan diri sebagai pelaku seks menyimpang adalah mereka yang ketika balita, bersamaan waktunya dengan maraknya penayangan Teletubbies di televisi.
Secara resmi, film yang dianggap mengkampanyekan homoseksual kepada anak-anak balita ini telah diputar di lebih dari 100 negara pada tahun 1997 – 2001. Indosiar adalah stasiun televisi yang antusias menyiarkan film bermasalah itu di negara kita.
Meskipun secara resmi penayangannya telah berakhir di semua televisi, namun film Teletubbies masih dipasarkan dalam bentuk VCD/DVD dengan harga sangat murah, sehingga tetap dapat ditonton anak-anak. Kehadiran situs berbagi video Youtube sejak 2005, telah memperluas penyebaran ‘virus’ Teletubbies sehingga semakin meracuni mental anak-anak. Apalagi serial Teletubbies yang di-upload ke Youtube telah diakses 50 juta akun pengguna. Merchandise berbentuk Tinky Winky dkk. pun masih banyak diperjualbelikan dalam berbagai bentuk (boneka, tas, kaos, dan lain-lain) untuk konsumsi anak-anak.
Untuk mendapatkan kepastian hubungan antara paparan film Teletubbies ketika masih balita dengan perilaku seks menyimpang anak setelah remaja/dewasa memang perlu dilakukan penelitian intensif. Salah satu teori yang akrab dipakai peneliti dalam kasus seperti ini adalah teori belajar sosial-nya Albert Bandura. Bandura (dalam West & Turner, 2010) menegaskan bahwa manusia akan melakukan kekerasan jika banyak disuguhi tayangan kekerasan. Selain itu, Bandura (seperti dikutip Mc. Quail, 2011) juga meyakini bahwa media dapat memiliki efek langsung terhadap orang-orang dan pengaruhnya tidak harus diperantarai oleh pengaruh pribadi atau jejaring sosial.
Berdasarkan pendapat Bandura di atas, dapat ditarik ‘benang merah’, bahwa jika anak-anak yang terus-menerus disuguhi tayangan naturalisasi seks menyimpang dalam Teletubbies, maka mereka (berpotensi) untuk menganggap bahwa perilaku neo-sodomis yang disiratkan oleh Tinky Winky dkk. (sebagai model) adalah natural, sehingga bisa saja mereka juga akan (mencoba) mempraktekkan perilaku tersebut setelah remaja atau dewasa. Apalagi pakar psikologi Michael Bailey pada 2013 lalu menyatakan bahwa lingkungan (termasuk media massa) menyumbangkan persentase terbesar dalam membentuk disorientasi seksual seseorang.
Selain teori belajar sosial Bandura, ada teori—yang dianggap jadul, tetapi masih relevan untuk—menggambarkan hubungan antara tayangan negatif terhadap perilaku menyimpang anak. Yaitu teori peluru ajaib (the magic bullet theory). Berdasarkan teori ini, menurut Littlejohn & Foss (2008), individu (terutama anak-anak) diyakini sangat terpengaruh oleh pesan-pesan media, karena media dianggap sangat kuat dalam membentuk opini masyarakat (terutama anak-anak).
McGuire (1964) mengatakan bahwa anak-anak merupakan khalayak pemirsa labil sehingga mudah melakukan apa saja yang disaksikan oleh mereka di televisi. Menurut Surbakti (2008), berbeda dengan orang dewasa yang dianggap memiliki penalaran dan logika sehingga mampu memilah dan memilih setiap informasi yang diterima, anak-anak justru cenderung menganggap semua informasi yang diterimanya sebagai kebenaran yang dapat dipercaya. Eron dalam Surbakti (2008), menjelaskan bahwa sampai dengan usia 9 tahun, secara umum anak-anak belum mampu membedakan antara kenyataan dan khayalan.
Meskipun sempat ditentang oleh para peneliti sebelumnya, namun kini teori peluru ajaib banyak didukung oleh para peneliti. Seperti Elisabeth Noellen-Neumann mengakaui, bahwa sebagian besar peneliti sekarang percaya bahwa media sebenarnya memiliki pengaruh yang kuat. (Littlejohn & Foss, 2008)
Berdasarkan fenomena di atas, dianggap tepat bahaya tayangan film Teletubbies sangat berbahaya bagi anak-anak, karena membawa virus neo-sodomis, yang dapat menjerumuskan anak-anak untuk terlibat penyimpangan seksual seperti homoseksual ketika merka telah remaja atau dewasa.
Virus neo-sodomis yang sangat berbahaya ini akan disebarkan kembali oleh para penderita disorientasi seksual melalui film Teletubbies versi terbaru. Maka sudah selayaknya kita melawan penyebarluasan virus berbahaya itu dengan tidak mengakses, serta tidak menyuguhkan sebagai bahan tontonan / hiburan bagi anak-anak. Juga tidak memberikan hadiah merchandise bertema Teletubbies kepada anak-anak. Wallahua’lam.*
Penulis adalah dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ichsan Gorontalo, mantan dosen luar biasa Politeknik Kesehatan Kemenkes Gorontalo