Sambungan artikel KETIGA
Oleh: Alwi Alatas
Pemerintah Iran secara umum membantah tentang adanya kasus-kasus penyiksaan di dalam penjara. Akbar Ganji, yang juga ditangkap pemerintah Iran karena menghadiri konferensi di Jerman pada tahun 2000 bersama Eshkevari dan beberapa orang lainnya, mengklaim telah mengalami penyiksaan di penjara Evin. Otoritas penjara membantahnya dan mengatakan, “Tuduhannya tentang penyiksaan, pemukulan, dan ancaman adalah tak berdasar” (“Iran Prison Officials …”, 13 November 2000).
Kepala Organisasi Penjara-penjara Iran, Gholamhossein Esmaili, juga menyebut tuduhan-tuduhan penyiksaan di penjara sebagai “dusta yang absurd”. “Tidak ada penjara-penjara atau pusat-pusat penahanan rahasia di bawah administrasi Organisasi Penjara-penjara,” ujarnya pada satu kesempatan (“Iran: Prison Authorities …”, 9 Agustus 2011). Namun dalam beberapa kesempatan pemerintah Iran terpaksa mengakui adanya penyiksaan di penjara.
Dalam sebuah pertemuan di PBB pada tahun 2013, delegasi Iran mendapat tekanan dari beberapa negara lain terkait masalah ini. Delegasi Iran pada awalnya membantah dan mengatakan bahwa tidak ada penyiksaan di Iran karena hal itu dilarang dalam Islam. Pihak yang mengritik kemudian menyodorkan sebuah laporan yang mendokumentasikan lebih dari 5.000 kasus penyiksaan di Iran sejak tahun 1979. Delegasi Iran akhirnya mengubah pernyataannya. Menurut mereka Iran tidak membantah adanya penyiksaan di negeri itu, hanya saja hal itu dilakukan oleh pelaku-pelaku di luar pegawai pemerintah (non-state actors), bukan sesuatu yang disahkan oleh negara (“Iran admits torture …”, 12 Maret 2013).
Pada Juni 2009 Iran menyelenggarakan pemilu yang memenangkan Mahmoud Ahmadinejad untuk periode yang kedua. Kubu reformis, dipimpin oleh Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, mengklaim telah terjadi kecurangan serius dalam pemilu tersebut. Hal ini memicu terjadinya demonstrasi besar-besaran. Banyak demonstran yang ditangkap dan dimasukkan ke penjara, terutama penjara Kahrizak. Sejak awal sudah ada protes dari para aktivis HAM bahwa pemerintah Iran telah melakukan “pemukulan, interogasi yang kasar, perampasan hak atas makanan dan hak untuk tidur” terhadap para demonstran yang ditahan (“Iran accused of beating …”, 8 Juli 2009).
Kemudian terungkap ada tiga tahanan yang meninggal dunia. Hal ini menimbulkan kemarahan di kalangan para pendukung pemerintah sendiri, karena salah satu dari yang meninggal itu bernama Mohsen Ruholamini. Ia merupakan anak dari Mohsen Rezaie, penasihat utama salah satu kandidat presiden dari kubu konservatif, dan ia menuntut hak atas kematian anaknya.
Kepala polisi Iran, Jenderal Ismail Ahmadi Moghaddam, akhirnya mengakui bahwa telah terjadi penyiksaan di penjara. Kepala penjara Kahrizak bersama tiga polisi yang telah melakukan pemukulan kemudian dipenjarakan. Tetapi Moghaddam membantah para tahanan itu meninggal karena penyiksaan. Menurutnya mereka meninggal karena virus penyakit (Tisdall, 10 Agustus 2009; lihat juga “MP urges judiciary …”, 28 Juli 2009). Tetapi laporan dokter yang memeriksanya menyebutkan bahwa tahanan meninggal antara lain disebabkan oleh “pukulan dan luka-luka serius di tubuhnya”. Website kaum reformis mengklaim rahang Ruholamini dalam keadaan patah saat jenazahnya diserahkan kepada ayahnya. (“Iranian Doctor Confirms …”, 1 September 2009).
Khamenei kemudian memerintahkan penutupan penjara itu dengan segera. Para pelaku yang terlibat penyiksaan di Kahrizak, semuanya menjadi 12 orang, kemudian dituntut di pengadilan (“Iran tries suspects …”, 9 Maret 2010). Sebagian orang mungkin bertanya-tanya apakah hal yang sama, yaitu penutupan penjara dan pengadilan terhadap terdakwa, akan berlaku juga jika tidak ada korban dari keluarga tokoh konservatif penting yang mendukung pemerintah.
Dokter yang telah mengungkap bahwa para tahanan meninggal karena penyiksaan, yaitu Ramin Pourandarjani, diminta kesaksiannya di parlemen. Beberapa waktu kemudian ia ditahan dan diinterogasi selama beberapa hari. Menurut keluarganya, ia diancam akan dicabut ijin dokternya dan akan dipenjara jika terus menentang pihak otoritas. Pourandarjani sendiri belakangan merasa terancam nyawanya karena menolak tutup mulut atas apa yang disaksikannya di penjara. Ia menerima beberapa telepon ancaman dan merasa diikuti orang. Keluarganya minta tolong pada ayah Ruholamini melalui telepon dan Pourandarjani sendiri juga sempat datang ke kantor parlemen untuk maksud yang sama.
Pada malam hari tanggal 9 November 2009, Pourandarjani masih menelpon orang tuanya dan menceritakan rencananya untuk mengunjungi keluarganya di Tabriz. Tapi keesokan paginya ayahnya menerima telepon dari Teheran yang mengatakan anaknya itu mengalami kecelakaan mobil dan kakinya patah. Ayahnya segera berangkat ke Teheran dan saat tiba di tempat ia dibawa ke kamar mayat dan dikatakan bahwa anaknya sudah meninggal karena serangan jantung. Jenazahnya dibawa oleh ayahnya ke Tabriz untuk disemayamkan. Pihak otoritas melarang kain kafannya dibuka dan proses pemakaman diawasi oleh petugas keamanan Iran. Umur Pourandarjani baru 26 tahun saat meninggal dunia.
Pihak keluarga meminta untuk dilakukan otopsi. Pemerintah awalnya menolak, tapi karena tekanan publik akhirnya dilakukan otopsi. Hasil otopsi menemukan makanan yang terakhir dikonsumsi Pourandarjani mengandung propranolol dalam dosis tinggi. Pemerintah menyimpulkan Pourandarjani mati bunuh diri. Keluarganya tidak mempercayai hal itu, karena makanan yang dimakannya itu berasal dari kantin tempatnya bekerja. Nama Pourandarjani segera menjadi simbol perlawanan kaum demonstran bersama dengan nama korban lainnya. Mereka turun ke jalan dan meneriakkan yel-yel, “Neda kami tidak mati, Ramin kami tidak mati, the Supreme Leader-lah yang mati.” (Fassihi, 21 Desember 2009; lihat juga Ghazi, 20 Khordād 1389; Flynn, 2 Desember 2009; Tait, 16 November 2009; Keath, 25 Mei 2011).
Demonstrasi dan laporan adanya penyiksaan di penjara masih terjadi setelah itu. Untuk sekedar menyabut satu contoh, Hamzeh Karami, kepala editor dari website reformis yang ditangkap setelah pemilu 2009, menulis dalam sebuah surat bahwa ia “disiksa secara fisik dan mental di dalam penjara”. Hassan Yusefi Eshkevari yang membaca surat itu mengaku terkejut dan menyatakan bahwa surat itu “memperkuat argumen-argumen yang dibuat oleh orang lain tentang perlakuan buruk yang terjadi di penjara-penjara Iran”, ia merujuk antara lain pada pidato-pidato Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi (“Iranian Reformist Cleric …”, 26 Agustus 2010; lihat juga Persianbanoo, 30 maret 2012; “The Iran 34 …”, 10 Desember 2010). Dua tokoh oposisi yang terakhir disebutkan ini juga akhirnya ditangkap dan ditahan dua tahun kemudian oleh pemerintah Iran karena kembali merencanakan demonstrasi mengikuti trend Arab Spring yang sedang terjadi di Timur Tengah (“Iran” Mir Hossein …”, 28 Februari 2011; “Families: Iran opposition …, 1 Maret 2011).
Semua ini, dan banyak lagi yang tidak disebutkan di sini, menimbulkan tanda tanya. Apa ini cara yang diajarkan oleh Islam dalam bersikap terhadap tahanan dan terhadap orang-orang yang berbeda pandangan politik? Apakah seperti ini yang dinamakan madzhab cinta? Apakah ini yang diajarkan oleh Rasulullah dan para Imam Ahlul Bait?
Atau semua berita itu sepenuhnya dianggap gossip dan fitnah, karena datangnya bukan dari pemerintah Iran?
Mungkin kita perlu merenungkan kata-kata seorang tahanan yang pernah mendekam di penjara Republik Islam Iran, sebagaimana yang dikutip oleh Abrahamian (1999: 140). “Islam is a religion of care, compassion, and forgiveness. This regime makes it a religion of destruction, death, and torture.”/KL, 14 Januari 2016
Penulis buku Shalahuddin Al Ayyubi dan Perang Salib III
Daftar Pustaka
Abrahamian, Ervand. Tortured Confessions: prison and Public Recantations in Modern Iran. Berkeley: University of California Press. 1999.
Barghi, Shirin. “Sattar Behesti, Iranian Blogger, Reportedly Tortured to Death in Prison” in huffingtonpost.com. 8 November 2012, updated 18 Januari 2013.
BBC News. “Canadian journalist ‘beaten to death’ dalam bbc.co.uk. 16 Juli 2003.
Bouquet, Tim. “Pact with the Devil” dalam telegraph.co.uk. 21 April 2007.
CBSNews. “How Ahmad Batebi Survived Torture in Iran” dalam cbsnews.com. 3 April 2009.
Chiaramonte, Perry. “Hell on Heart: Inside Iran’s brutal Evin prison” dalam FoxNews.com. 28 Januari 2013.
Dehghan, Saeed Kamali. “Iran cccused of torturing blogger to death” dalam theguardian.com. 8 November 2012.
“Families: Iran opposition leaders still in jail” dalam hurriyetdailynews.com. 1 Maret 2011.
Fassihi, Farnaz. “The Doctor Who Defied Tehran” dalam wsj.com. 21 Desember 2009.
Fathi, Nazila. “Hard-Liners Put Iranian Journalist on Trial on Spying Charges” dalam nytimes.com. 14 Maret 2002.
Flynn, Kevin. “Death by salad: Iranian whistleblower Ramin Pourandarjani was poisoned with propanol, says att’y” dalam nydailynews.com. 2 Desember 2009.
Ghazi, Fereshteh. “Rooz Exclusive Report on Ramin Pourandarjani’s Murder” dalam roozonline.com. 20 Khordād 1389.
Inskeep, Steve. “Iran’s Evin Prison Likened to Torture Chamber”, dalam npr.org. 19 Juli 2007.
International Campaign for Human Rights in Iran. “Dissident Cleric Tortured and Prosecuted: ‘They Told Me, “We will Snatch Your Wife”’” dalam iranhumanrights.org. 3 Juli 2012.
International Campaign for Human Rights in Iran. “Sattar Behesti Murderer Gets Three years in Prison” dalam iranhumanrights.org. 9 Agustus 2014.
“Iran: Mir Hossein Mousavi and Mehdi Karroubi ‘arrested’” dalam bbc.com. 28 Februari 2011.
“Iran: Prison Authorities Deny Use of Tortures” dalam payvand.com. 9 Agustus 2011.
“Iran admits torture following pressure from IHEU at the UN” dalam iheu.org. 12 Maret 2013.
“Iran accused of beating activist” dalam abc.net.au. 8 Juli 2009.
Iran Human Rights Documentation Center (IHRDC). “Witness Statement of Hasan Yousefi Eshkevari” dalam iranhrdc.org. 25 April 2014.
“Iran Prison Officials Deny Journalist’s Claims of Torture in Jail” dalam albawaba.com. 13 November 2000.
“Iran tries suspects in protester prison deaths” dalam huffingtonpost.com. 9 Maret 2010.
“Iranian Doctor Confirms Prison Abuse Death” dalam cbsnews.com. 1 September 2009.
“Iranian Reformist Cleric Decries Prison Torture” dalam rferl.org. 26 Agustus 2010.
Jafarzadeh, Alireza. The Iran Threat: President Ahmadinejad and the Coming Nuclear Crisis. New York: Palgrave Macmillan. 2007.
Keath, Lee. “Ramin Pourandarjani, Iran Whistleblower, Died from Drug-Laden Salad” dalam huffingtonpost.com. 25 Mei 2011.
McDowall, Angus. “Exiled Iranian student Ahmad Batebi, the face of 1999 protest, urges anniversary unrest” dalam telegraph.co.uk. 9 Juli 2009.
Moazami, Behrooz. The Making of the State, Religion, and the Islamic Revolution in Iran (1796-1979). PhD Thesis, New school University. November 2003.
“MP urges judiciary chief to seriously address detentions issue” dalam tehrantimes.com. 28 Juli 2009.
Persianbanoo, “Hamzeh Karami: My Head was Pushed More than 20 Times in a Feces Filled Toilet” dalam persianbanoo.wordpress.com, merujuk pada kaleme.com. 30 Maret 2012.
Rafiee, Anna Maryam. “’I wonder if we are in a prison or a torture chamber’: summer is hell in Iran’s Evin jail” dalam theguardian.com. 3 Agustus 2015.
Sahimi, Muhammad. “Grand Ayatollah Hossein Ali Montazeri: 1922-2009” dalam pbs.org. 21 Desember 2009.
Schmidt, Andrea. “Killer images” dalam theguardian.com. 19 November 2005.
Tait, Robert. “Death of doctor to Iranian prison arouses suspicion” dalam theguardian.com. 16 November 2009.
Tehran. “Iran’s dissident Grand Ayatollah Montazeri dies” dalam al-Arabiya.net. 20 Desember 2009.
“The Iran 34: Journalists in jail” dalam pbs.org. 10 Desember 2010.
“The Tenth Anniversary of suppression of Mr. Kazemeini Boroujerdi and His Supporters” dalam bamazadi.org. 8 Oktober 2015.
Tisdall, Simon. “Iran admits election demonstrators were tortured” dalam theguardian.com. 10 Agustus 2009.
UN News Centre. “Iran: UN human rights expert concerned over judicial abuses” dalam un.org. 19 Oktober 2011.