Oleh: Kholila Ulin Ni’ma
GELIAT persatuan umat Islam di berbagai belahan bumi saat ini tampaknya membuat para pengusung kapitalis kebakaran jenggot.
Bagaimana tidak? Kita bisa menyaksikan gelora muslimin di Palestina, Suriah, Rohingya, dan berbagai negeri lainnya yang saat ini terintimidasi dan terdiskriminasi semakin membara, rindu berharapakan kembalinya persatuan.
Di Indonesia pun geliat ini mulai tampak nyata. Berkumpulnya sekitar 7 juta manusia untuk menuntut ditangkapnya penista al-Quran semakin menunjukkan bahwa potensi persatuan umat mulai terbaca.
Berbagai Aksi Bela Islam (yang puncaknya aksi 212) memang hanya menuntut atas penghinaan 1 ayat al-Quran. Namun, bukan tidak mungkin, ini berpotensi besar, suatu saat yang mereka bela bukan hanya 1 ayat saja, akan tetapi seluruh ayat yang ada dalam kitab suci mereka. Meski mereka tidak berada dalam satu organisasi, terbukti langkah mereka mampu bersatu dan mempengaruhi situasi politik yang ada. Tentu fakta persatuan umat ini bukan perkara yang disukai oleh para pengusung ideologi kapitalis-sekuler. Sehingga berbagai cara (program)mereka gunakan untuk menghentikan sinyal-sinyal kebangkitan ini.
Salah satu upaya penghentian ini dapat kita baca dalam program CVE (Counter Violent Ekstrimisme).Saat itu, di tengah ramainya aksi bela Islam, yang menuntut agar penista agama, Ahok, segera dihukum,Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan WPF (World Peace Forum). Forum yang diselenggarakan di Hotel Grand Sahid, Jakarta pada 1-4 November 2016 ini mengusung tema “Countering Violent Extremism: Human Dignity, Global Justice and Collective Responsibility”. (www.republika.co.id, 1/11/2016).CVE sendiri telah dicanangkan Gedung Putih sejak tahun 2011.
Kini, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pun mengadopsi CVE untuk menggantikan program deradikalisasi yang dianggap tidak efektif. Jadi menilik sejarahnya bisa dipahami bahwa CVE ini adalah kelanjutan WOT(war on terorism) dan deradikalisasi. Intinya tetap sama, bahkan cenderung lebih berbahaya. Pasalnya program ini akan menyasar pihak-pihak yang baru “diduga ekstrimis”.
Dibawah payung CVE akan ada upaya, tanpa bukti, untuk memprediksi seseorang berpotensi melakukan kekerasan karena indikasi-indikasi tertentu. Nampak pula dalam dokumen Rand Corporation bahwa Barat menggunakan antek-antek mereka, yang notabenenya muslim,untuk membuat narasi-narasi dalam rangka meng-counter pemahaman Islam yang dianggap berbahaya.Khususnya saat ini melalui sosial media yang menjadi sarana paling berpengaruh dalam memainkan narasi kebencian terhadap Islam.
Artinya aroma politik belah bambu atau adu domba antar sesama muslim selalu dilakukan. Negara mendukung salah satu pihak tertentu dan menjatuhkan pihak lain serta membenturkan antarkelompok.Program ini pun berusaha disusupkan pada berbagai kurikulum sekolah dan dikemas dalam bentuk pemberdayaan masyarakat, termasuk perempuan.
Ide-ide pelanggaran HAM, poligami, pakaian wanita yang dianggap mengekang kebebasan, pembagian warisan yang dianggap tidak adil antara laki-laki perempuan, dan kebolehan suami untuk memukul istri terus diangkat untuk menjelekkan citra Islam.
Bisa dikatakan CVE ini adalah program global yang secara tidak sadar dipaksakan ke negara-negara berkembang atas nama menjaga perdamaian. Tujuannya adalah meredam kebangkitan Islam sebagai sebuah ideologi. Barat paham betul bahwa kebangkitan umat Islam ini akan mengancam eksistensi mereka di negeri-negeri muslim. Terebih lagi, awal 2017 yang lalu Donald Trump mencanangkan perubahan CVE menjadi CIE (countering Islamic Ekstrimism). (http://mobile.reuters.com/article/idUSKBN15G5VO, 2/2/2017)Sehingga semakin terang, siapa yang dibidik sebenarnya.
Kita tahu, pasca runtuhnya ideologi sosialis-komunisme, satu-satunya ideologi yang menjadi ancaman paling menakutkan bagi dunia barat adalah Islam. Maka dengan segala cara mereka berusaha melemahkan kekuatan Islam ini.Ormas-ormas yang mengusung kebangkitan umat terancam dibubarkan. Forum-forum dan pengajian yang mengarah kesana tak terlewatkan dari pembubaran. Ulama-ulama yang menyerukan penerapan Islam pun satu-persatu dikriminalkan.
Mereka (Barat) telah berupaya keras membuat makar. Namun, satu hal yang perlu kita ingat bahwa makar Allah subhanahu wata’ala tak bisa dikalahkan.
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS Ali Imron: 54)
Maka tak ada alasan untuk kita mundur dari perjuangan menegakkan ideologi Islam. Pasti akan ada hambatan dan penghalang. Namun kita harus ingat, bahwa Allah adalah sebaik-baik pelindung dan penolong. Tak perlu mandeg karena keadaan. Justru kita harusmanfaatkan keadaan itu untuk memacu semangat dan mendorong keberhasilan.Allahu a’lam bish shawaab.*
Penulis dosen STAI al-Fattah Pacitan