Oleh: Afriadi Sanusi
HAMPIR dapat dipastikan bahwa kenaikan harga barang keperluan akan berlaku setiap hari besar, seperti menjelang puasa dan hari raya. Satu hal yang pasti lagi adalah bahwa kenaikan harga yang meroket bebas tanpa kendali itu tidak diikuti dengan kenaikan gaji dan pendapatan rakyat. Barang keperluan dan ongkos Pengangkutan umum akan naik semaunya yang seolah-olah tidak adanya fungsi pemerintah di Negara ini.
Pengusaha dan distributor akan kaya raya dengan menjadikan konsumen sebagai sapi perah pada hari perayaan ini tanpa control harga dari pemerintah.
Kenaikan Rp. 1000 saja setiap barang berarti sudah Triliyunan rupiah keuntungan yang mereka dapatkan dengan jumlah penduduk 24 juta lebih rakyat Indonesia.
Pemerintah –terutamanya pihak terkait– yang digaji dari uang rakyat setiap bulannya, biasanya hanya akan menyerah kalah atas gejala dan fenomena yang pasti berlaku dalam waktu-waktu tertentu itu tanpa adanya rancangan dan tindakan jangka panjang yang berarti. Seperti menganggapnya sebagai sebuah takdir yang tidak bisa dihindari oleh kuasa manusia.
Kelihatannya aparat yang diberi amanah untuk mengurus masalah rakyat ini membunuh rasa, memekakkan telingga, membutakan mata dan pura-pura tidak tahu atas gejala yang rutin berlaku dan sangat menyusahkan rakyat yang membayar gaji mereka ini.
Kalau melihat berbagai skandal yang melanda aparat Negara baru-baru ini, tidak berlebihan kalau kita sebagai rakyat berasumsi “Mungkin saja mereka lemah dan lumpuh dalam hal ini karena pihak pabrik telah membayar sejumlah uang aman, pengusaha telah memodali uang kampanye, distributor telah menyumbang untuk aparat, partai, pejabat dan sebagainya, sehingga mereka seperti kerbau yang ditusuk hidungnya yang membuat mereka setuju dibawa kemana saja..”
Sepertinya hak-hak konsumen yang dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 hanyalah semua fatamorgana, lip service, pemanis kata, penghias bibir dan pelengkap penderita saja tanpa implementasi yang jelas.
Tidak salah kiranya kalau banyak rakyat yang berasumsi bahwa pemerintah hanya mampu berkatau prihatin atau melakukan berbagai macam pembohongan, pencitraan dan pengalihan isu dalam menghadapi berbagai masalah untuk menutupi kelemahan dan kegagalan mereka dalam menjalankan amanah dari pemerintah yang diangkat dan digaji dari uang rakyat ini.
Belajar Ke Negara Tetangga
Pemerintah Malaysia umpamanya akan melakukan impor barang yang tidak mancukupi pada hari-hari perayaan. Pemerintah mereka mengawal kenaikan harga dengan menjalankan undang-undang yang ada. Operasi pasar biasanya menerjunkan ribuan petugas –lain dengan di RI yang hanya kadang-kadang dilakukan oleh menteri dan instansi terkait beberapa kali dengan membawa media untuk pencitraan- Menghukum pengusaha yang nakal dengan menarik izin usaha. Menutup dan menarik izin toko-toko yang menaikkan harga.
Bus, kereta api, taxi, pesawat, kapal laut dan alat transportasi lainnya tidak bisa menaikkan harga tanpa izin pemerintah di Malaysia.
Kenaikan ongkos pengangkutan umum di hari-hari besar adalah sebuah momok yang paling menakutkan pemerintah yang membuat mereka tidak akan mau menaikkannya.
Tidak ada preman dan oknum yang memungut pungutan liar, uang keselamatan, keamanan. Polisi dan pihak yang berwenang akan datang ke tempat kejadian dalam hitungan menit kalau mendapat aduan dari masyarakat. Rakyat berhak menilang/denda Polisi yang bekerja dengan tidak benar dan betul.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Di Malaysia kenaikan harga barang seperti ayam, telur, segelas kopi, roti canei, daging, beras dan sebagainya walaupun sepuluh sen saja akan menjadi sebuah malapetaka besar yang akan menjadi berita panas berbagai media massa yang ada. Ini karena kenaikan harga akan sangat menyusahkan rakyat dan isu kenaikan harga mampu menggoyang dukungan dan populeritas pemerintah di mata rakyat yang berakibat pada akan berkurangnya suara dalam pemilu ataupun kalahnya partai pemerintah dalam pemilu akan datang.
Seperti Malaysia, pemerintah Singapura, Thailand, Brunei sangat menghargai konsumen dengan menjaga hak-hak rakyat sebagai nadi yang menggerakkan perekonomian negara.
Undang-undang di Negara mereka tidak hanya sekedar hiasan pustaka dan toko buku tanpa implementasi. Kalaulah kita tidak mampu menandingi negara tetangga, setidaknya kita berusahalah meniru mereka, padahal mereka pernah berada di belakang Indonesia beberapa tahun lalu.*
Penulis berasal dari Sumatera, PhD. Candidate Islamic Political Science, University of Malaya, Kuala Lumpur