Oleh: Tatang Hidayat
KONFERENSI Pemuda Muslim Internasional untuk Pembebasan Masjid Al Aqsha dan Palestina di Bandar Lampung pada 30 April – 2 Mei 2018 patut mendapatkan apresiasi. Pasalnya, problematika yang terjadi di Palestina ternyata masih sedikit dari kalangan pemuda muslim yang memahaminya dan menjadikan isu prioritas.
Hal senada disampaikan delegasi pemuda dari berbagai negara yang menyatakan bahwa masih sedikit dari pemuda muslim di berbagai negara yang memahami dan menjadikan konflik yang terjadi di Palestina sebagai isu yang utama.
Begitupun diskusi penulis dengan saudara Ali sebagai delegasi pemuda dari Thailand menegaskan bahwa di negerinya masih sedikit pemuda yang memahami problematika Palestina.
Hal serupa disampaikan delegasi pemuda dari beberapa negara lainnya, bahkan delegasi pemuda dari Jepang menyatakan bahwa isu Masjid Al Aqsha tidak di kenal di Jepang.
Oleh karena itu, digelarnya konferensi tersebut diharapkan mampu membahas penyatuan pemahaman pemuda Muslim dunia untuk pembebasan al-Aqsha dan Palestina dari penjajahan Zionisme Israel. Konferensi ini mengundang setidaknya 200 peserta pemuda baik individu maupun lembaga/organisasi dari 20 negara, utamanya negara yang mendukung kemerdekaan Palestina di PBB.
Sudah menjadi komitmen bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina sebagaimana amanat konstitusi UUD 1945, secara tegas Indonesia menyatakan dalam pembukaan UUD 1945 bahwa “kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Dari konferensi tersebut menghasilkan rekomendasi, salah satunya menekankan pada pentingya persatuan para pemuda Muslim sehingga mempermudah strategi perjuangan dalam mencapai tujuan utama, yaitu pembebasan Masjid Al Aqsha dan Palestina dari kolonialisme.
Telah kita pahami bersama bahwa Al- Quds adalah ibukota Palestina, pembebasan Al Quds, Masjid Al-Aqsha dan Palestina dari belenggu penjajahan mesti menjadi kewajiban kolektif kaummuslim di seluruh dunia yang digariskan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan seharusnya dilaksanakan melalui gerakan yang bersatu padi di bawah kepemimpinan yang mengikuti jejak kenabian.
Pemuda muslim adalah potensi dan bagian kokoh umat Islam yang harus menjadi garda terdepan dalam perjuangan membebaskan Al-Aqsha dan Palestina. Pemudia muslim di seluruh dunia harus menyatukan langkahnya sebagai inisiatif nyata untuk mewujudkan kesatuan umat menuju terbebaskannya Masjid Al-Aqsha dan Palestina.
Masjid adalah pusat pergerakan pemuda dan sebagai titik awal kebangkitan umat. Kita selaku kaum Muslim seharusnya terus memberikan dukungan dan keteguhan kepada bangsa Palestina serta menguatkannya dengan berbagai cara.
Dalam pandangan kita selaku muslim, konflik yang terjadi di Palestina bukan hanya sekedar masalah kemanusiaan, tetapi akar masalahnya berkaitan juga dengan aspek aqidah/syariah, sejarah dan politik. Jika melihat dari aspek akidah/syariah tentunya akan kita pahami bahwa tanah Palestina (Syam) adalah tanah milik kaum Muslim. Di tanah ini berdiri al-Quds, yang merupakan lambang kebesaran umat ini, dan ia menempati posisi yang sangat mulia di mata kaum Muslim.
Tanah Palestina adalah tanah kiblat pertama umat Islam, tanah wahyu dan kenabian. Di dalamnya ada masjid Al-Aqsha sebagai tempat suci ketiga bagi umat Islam dan satu dari tiga masjid yang direkomendasikan Baginda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam untuk dikunjungi.
Palestina juga adalah tanah Ibu kota Khilafah. Yunus bin Maisarah bin Halbas bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. pernah bersabda, “Perkara ini (Khilafah) akan ada sesudahku di Madinah, lalu di Syam, lalu di Jazirah, lalu di Irak, lalu di Madinah, lalu di al-Quds (Baitul Maqdis). Jika Khilafah ada di al-Quds, pusat negerinya akan ada di sana dan siapa pun yang memaksa ibu kotanya keluar dari sana (al-Quds), Khilafah tak akan kembali ke sana selamanya.” (HR Ibn Asakir).
Dalam aspek sejarah tercatat bahwa Syam (Palestina adalah bagian di dalamnya selain Lebanon (Libanon), Yordania dan Suriah) pernah dikuasai Romawi selama tujuh abad (64 SM-637 M). Namun, berita akan jatuhnya Syam dari imperium Romawi ke tangan kaum Muslim muncul kala Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. menghancurkan sebuah batu ketika penggalian parit di Madinah dalam rangka menghadapi kaum musyrik dari Makkah.
Cita-cita agung untuk merebut Syam dari imperium Romawi terus digelorakan oleh Rasulullah Yunus bin Maisarah bin Halbas. kepada para Sahabat, di antaranya kepada Muadz pada suatu hari. Beliau bersabda; “Muadz! Allah Yang Mahakuasa akan membuat kalian sanggup menaklukkan Syam, setelah kematianku…”
Tepat pada tahun ke-8 H sebanyak tiga ribu pasukan yang dipimpin oleh Zaid bin Haritsah bergerak menuju Balqa’, salah satu wilayah Syam. Di sana sudah menanti bala tentara Romawi
yang berjumlah dua ratus ribu di bawah pimpinan Herqel, seorang kaisar Romawi. Sampailah detik-detik yang menegangkan tiga ribu pasukan kaum Muslim berhadapan dengan kekuatan besar berjumlah dua ratus ribu pasukan.
Saat itu, sebagian Sahabat berharap agar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam mengirim tentara tambahan. Namun, seorang sahabat bernama Abdullah bin Rawahah memberikan semangat kepada seluruh pasukan sembari berkata, “Wahai kaum Muslim, demi Allah…bersaksilah bahwa kita tidak berperang karena banyaknya pasukan. Kita tidak berperang melawan mereka kecuali atas nama Islam yang Allah telah memuliakan kita karena Islam. Berangkatlah, berjihadlah! Sesungguhnya hanya ada satu pilihan bagi kita, menang atau syahid!”
Saat pasukan kaum Muslim mendengar seruan ini, mereka segera bangkit melawan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya walau dengan jumlah yang tidak seimbang. Dalam pertempuran itu, panglima perang kaum Muslim, Zaid bin Haritsah syahid, dan diganti oleh panglima kedua, Ja’far bin Abi Thalib. Ja’far pun syahid, lalu tonggak kepemimpinan diserahkan kepada panglima Islam yang ketiga, Abdullah bin Rawahah. Beliau pun syahid. Akhirnya, pasukan Islam dipimpin Khalid bin Walid.
Perjuangan panjang dan melelahkan kaum Muslim itu baru menuai hasil pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. (638 M). Namun sayang, setelah dikuasai kaum Muslim sekian abad hingga masa Kekhilafahan Abbasiyah, tanggal 25 November 1095, Paulus Urbanus II menyerukan Perang Salib dan tahun 1099 pasukan Salib menaklukkan al-Quds.
Namun, pada tahun 1187, Salahuddin al-Ayyubi sebagai komandan pasukan Muslim berhasil membebaskan kembali al-Quds dari pasukan Salib yang telah diduduki selama sekitar 87 tahun (1099–1187).
Jika memandang dari aspek politik, isu Palestina ini tidak bisa dilepaskan dari zionisme dan imperialisme Barat. Secara nyata, gerakan ini didukung oleh tokoh-tokoh Yahudi yang hadir dalam kongres pertama Yahudi Internasional di Basel (Swiss) tahun 1895.
Sebagai gerakan politik, zionisme tentu membutuhkan kendaraan politik. Zionisme lalu menjadikan Kapitalisme–yang berjaya dengan imperialismenya–sebagai kendaraan politiknya.
Zionisme ternyata berhasil menuai berbagai keuntungan politis berkat dukungan imperialisme Barat sejak dimulainya imperialisme (penjajahan) tersebut hingga saat ini.
Jelas dari paparan di atas, isu Palestina sesungguhnya akan selalu berkaitan dengan aspek aqidah/syariah, sejarah dan politik, bukan semata-mata masalah kemanusiaan. Karena itu, belum terlambat waktunya bagi kaum Muslim untuk menyadari bahwa musuh mereka saat ini adalah Zionisme Yahudi dan Imperialisme Barat. Kaum Muslim harus sadar bahwa akar masalah Palestina adalah keberadaan negara Israel yang berdiri di atas tanah milik kaum Muslim dan menjajah Palestina.
Jika masalah hakikinya adalah perampasan tanah Palestina (tanah kaum Muslim) oleh Zionisme Israel yang didalangi oleh Barat maka solusinya adalah seperti yang difirmankan oleh Allah Subhanahu Wata’ala:
وَقَاتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُواْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبِّ الْمُعْتَدِينَ
dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Baqarah: 190).
Mereka telah memerangi kaum Muslim, merampas tanah-tanah kaum Muslim, dan mengusir kaum Muslim dari negeri mereka sendiri. Oleh karena itu, solusinya adalah dengan jalan melawan mereka dan mengusir mereka dari negeri kaum Muslim. Jadi, solusi tuntas krisis Palestina adalah jihad fii sabilillah, tidak ada yang lain.
Supaya solusi ini dapat dijalankan secara sempurna harus ada pengerahan pasukan dan persenjataan kaum Muslim. Untuk saat ini, langkah praktis yang harus ditempuh jelas tidak akan terlaksana kecuali oleh negara, karena negaralah yang memiliki pasukan dan perlengkapan militer yang memadai.
Oleh karena itu, kaum Muslim di seluruh dunia mesti mendorong dan mendesak para penguasa di negeri masing-masing, khususnya para penguasa di Timur Tengah, untuk bersama-sama mengirimkan tentaranya ke Palestina dalam rangka mengusir Israel. Merekalah yang bertanggung jawab, karena sikap diam merekalah krisis Palestina terus berlarut-larut.
Sayangnya solusi ini tidak dapat dilakukan selama kaum Muslim terpecah belah dan dipimpin oleh pemimpin yang tuduk di bawah hegemoni Barat. Karena itu, jangan pernah putus asa untuk terus bersatu dan mempersatukan kaum Muslim dan membangun sebuah institusi kepemimpinan kuat yang mengikuti jejak kenabian.
Sebab, ideologi Barat yakni Kapitalisme yang melahirkan imperialisme dan zionisme hanya mungkin dilawan dengan persatuan umat dibawah satu institusi kepemimpinan. Begitu pula negara semacam Amerika Serikat dan Israel hanya mungkin dapat dilawan dengan sebuah institusi yang menyatukan kaum Muslim.
Sehingga dengan cara persatuan umat yang dipimpin seorang pemimpin yang akan mengerahkan pasukan terbaiknya untuk membebaskan Masjid Al-Aqsha dan Palestina. Jadi, solusi tuntas pembebasan Masjid Al Aqsha dan Palestina adalah persatuan umat dibawah satu institusi kepemimpinan kaum Muslim yang mengikuti jejak kenabian dan Jihad fii Sabilillah.
Sehingga dengan begitu insya Allah masjid Al-Aqsha dan Palestina akan kembali ke pangkuan kaum Muslimin.*
Delegasi Pemuda Dari Bandung Raya Dalam Konferensi Pemuda Muslim Internasional untuk Pembebasan Masjid Al-Aqsha dan