Oleh: Syaefullah Hamid
Hidayatullah.com | PAGI ini (22/11/2020) baca berita terkait pernyataan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri RI, Benny Irwan, yang menyebutkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sudah habis masa berlakunya sehingga status FPI tidak terdaftar. Dengan tidak terdaftar FPI maka organisasi ini tidak diakui dan karena tidak diakui, maka seharusnya tidak boleh melakukan kegiatan apapun.
seketika hati kecilku berkata, ooh rupanya pencopotan baliho Habib Rizieq Shihab (HRS) dirasa tidak cukup, kayaknya ada keinginan untuk membatasi hak dan kebebasan HRS dalam berkegiatan (berserikat) melalui FPI. Hal ini spontan menimbulkan pertanyaan dan rasa penasaran Apakah pernyataan tersebut sesuai UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana diubah dengan UU No. 16 Tahun 2017 (UU Ormas)?
Indonesia adalah negara hukum sebagaimana ditegaskan dalam Amandemen Ketiga UUD 1945 Pasal 1 Ayat (3) “negara Indonesia adalah negara hukum”, oleh karenanya segala tindakan aparaturnya khususnya yang membatasi hak dan kebebasan warga negara, maka harus berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku karena prinsip umum negara hukum adalah tuntutan untuk melindungi hak asasi manusia (Dr. Krishna Djaya Durumurti dalam Bukunya “Diskresi Kajian Teori Hukum”, halaman 13). Dan berdasarkan Amandemen Kedua UUD 1945 Pasal 28J Ayat (2), pembatasan hak dan kebebasan warga negara hanya dilakukan dengan undang-undang, bukan dengan peraturan perundangan di bawah UU.
Jadi kalau peraturan perundang-undangan di bawah UU saja tidak boleh membatasi hak dan kebebasan warga negara, apalagi kalau hanya didasarkan oleh kehendak aparat pemerintah, jelas tidak boleh karena negara hukum dijalankan berdasarkan hukum bukan oleh selera aparatnya “government by of law not men”.
Memang benar dalam negara hukum pun dikenal kewenangan diskresi bagi aparat pemerintah namun kewenangan tersebut tidak boleh melanggar hukum dan hak-hak individual warga negara (Dr. Krishna Djaya Durumurti dalam Bukunya “Diskresi Kajian Teori Hukum”, halaman 24). Kembali ke pertanyaan di atas, apakah ormas tidak terdaftar tidak boleh berkegiatan? Untuk menjawab ini, mau tidak mau harus merujuk ke UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana diubah dengan UU No. 16 Tahun 2017.
Dari keseluruhan ketentuan dalam UU Ormas tidak ditemukan 1 (satu) ketentuan pasal pun yang secara eksplisit menegaskan adanya larangan berkegiatan bagi ormas yang tidak terdaftar. Bahkan pengaturan sebaliknya dapat ditafsirkan dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 18 dan 20 UU Ormas yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18 UU Ormas
- Dalam hal Ormas tidak berbadan hukum yang tidak memenuhi persyaratan untuk diberi surat keterangan terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dilakukan pendataan sesuai dengan alamat dan domisili.
- Pendataan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh camat atau sebutan lain.
- Pendataan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. nama dan alamat organisasi; b. nama pendiri; c. tujuan dan kegiatan; dan d. susunan pengurus”
Pasal 20
Ormas berhak:
- mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri dan terbuka;
- memperoleh hak atas kekayaan intelektual untuk nama dan lambang Ormas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- memperjuangkan cita-cita dan tujuan organisasi;
- melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi;
- mendapatkan perlindungan hukum terhadap keberadaan dan kegiatan organisasi; dan
- melakukan kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, Ormas lain, dan pihak lain dalam rangka pengembangan dan keberlanjutan organisasi.
Dari ketentuan Pasal 18 dan Pasal 20 UU Ormas di atas, jelas dapat disimpulkan bahwa ormas tidak berbadan hukum yang tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan SKT seperti FPI tetap dapat melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasinya dan berhak mendapatkan perlindungan hukum terhadap keberadaan dan kegiatan organisasinya. Ormas yang tidak terdaftar tetap harus didata oleh Camat dan keberadaan sebagai ormas tetap diakui oleh UU Ormas. Oleh karenanya tetap memiliki hak untuk berkegiatan dan hak untuk mendapatkan perlindungan hukum.
UU Ormas selain mengatur tentang pendaftaran ormas, ternyata juga memuat ketentuan tentang pendataan ormas. Hal mana merupakan kewajiban Camat untuk melakukan pendataan tersebut. Pertanyaan selanjutnya, apakah tidak terdatanya ormas tidak berbadan hukum dapat menjadi alasan untuk melarang ormas tersebut berkegiatan?
Dalam UU Ormas, pendataan itu adalah bagian dari tugas Camat atau sebutan lainnya bukan kewajiban Ormas untuk minta pendataan sebagaimana dalam ketentuan pendaftaran. Dalam pendaftaran ormas, pejabat berwenang hanya berkewajiban melakukan verifikasi atas dokumen pendaftaran sebagaimana diatur dalam UU Ormas. Apabila lulus verifikasi maka langsung diberi SKT. Jadi ormas harus secara aktif mendaftarkan dirinya kepada instansi yang berwenang.
Dalam Pasal 18 ayat (2) UU Ormas, secara tegas disebutkan bahwa pendataan dilakukan oleh Camat atau sebutan lainnya. Artinya Camat berkewajiban untuk melakukan pendataan terhadap ormas yang berkedudukan hukum di wilayahnya sehingga ketika ada ormas di wilayahnya yang tidak terdata, maka hal tersebut hanya menunjukkan kelalaian Camat dalam melakukan tugas. Dan kelalaian sang Camat hanya merugikan dirinya sendiri dan tidak merugikan pihak lain, dalam hal ini ormas yang tidak terdata. Ormas yang tidak terdata, tetaplah ormas yang memiliki hak sebagaimana diatur dalam Pasal 20 UU Ormas.
Lantas bagamaina dengan FPI, apakah FPI sudah didata oleh Camat Tanah Abang? Penulis tidak menjawab hal ini karena tidak memiliki data tentang itu. Namun demikian, mengingat FPI sampai tahun 2019 terdaftar sebagai ormas di Kementerian Dalam Negeri sebagaimana diakui sendiri Kapuspen Kemendagri, Benny Irwan, maka rasanya mustahil FPI itu tidak terdata di wilayah Kecamatan tempat kedudukan hukum FPI. Kalau sudah pernah terdaftar di Kementerian Dalam Negeri, maka secara logika hukum, seharusnya juga terdata di Kecamatan. Oleh karenanya, pernyataan Kapuspen Kemendagri yang menyatakan FPI tidak boleh berkegiatan karena tidak terdaftar, jelas merupakan pernyataan yang tidak berdasar hukum sama sekali.*
Penulis adalah seorang pengacara