Oleh: Dr. Adian Husaini
Hidayatullah.com | ALHAMDULILLAH, buku “Wajah Peradaban Barat” (Jakarta: GIP, 2021. Terbit pertama tahun 2005), terbit lagi untuk cetakan keenam. Judul lengkapnya: Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal. Buku setebal 451 halaman ini merupakan karya paling serius yang pernah saya tulis setelah Disertasi Doktor saya yang berjudul: Exclusivism and Evangelism in the Second Vatican Council, yang juga telah ditebitkan oleh IIUM Press Kuala Lumpur, tahun 2011.
Buku “Wajah Peradaban Barat” saya tulis, setelah saya banyak berkeliling di berbagai kampus Islam dan melihat maraknya fenomena “hegemoni Barat” dalam bidang keilmuan dan kajian keislaman di Indonesia. Pemikiran dan metodologi Barat dijiplak begitu saja tanpa daya kritis yang berarti.
Betapa ironinya fakta itu. Meruyaknya paham pluralisme agama, penggunaan metodologi hermeneutika untuk penafsiran al-Quran, dan sebagainya, tampak begitu mudah diserap. Hal-hal yang mendasar dalam Islam dibongkar, didekonstruksi, tanpa memikirkan dampaknya dengan serius. Yang lebih merisaukan, persiapan kaum Muslim untuk menghadapi “zaman baru” berupa “konfrontasi intelektual” itu begitu minim, bahkan banyak cendekiawan yang menganggap enteng, seolah-olah sedang tidak terjadi apa-apa. Karena itulah, buku “Wajah Peradaban Barat” ini mengkaji Peradaban Barat secara mendasar, agar kita bisa mendudukkannya secara adil. Tidak menjadi anti-Barat atau memuja Barat secara berlebihan.
Buku ini banyak membahas tesis “konfrontasi abadi” antara peradaban dan pemikiran Islam dan Barat yang diambil dari tesis Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas. Tesis Prof. al-Attas itu sudah diungkapkan jauh sebelum Huntington mempopulerkan wacana clash of civilization, yang secara khusus dibahas dalam buku ini.
Konfrontasi tidak harus diartikan sebagai “clash fisik” atau peperangan militer. Konfrontasi di sini lebih ditekankan pada aspek intelektual dimana terdapat perbedaan yang mendasar antara pandangan hidup Islam (Islamic Worldview) dengan pandangan hidup Barat (Western Worldview), dan bangunan peradaban yang berdiri di atasnya
Konfrontasi juga tidak berarti tidak adanya hubungan antara peradaban Islam dan Barat. Dalam sejarah terbukti, di tengah konfrontasi fisik yang berlangsung ratusan tahun selama Perang Salib, antara pasukan Muslim dan Kristen, telah terjadi interaksi sosial-budaya yang cukup intensif. Antar peradaban akan selalu terjadi interaksi, saling memberi dan menerima.
Antara Turki Utsmani dengan negara-negara Barat ketika itu juga terjadi hubungan diplomatik, disamping terjadi peperangan antar mereka. Sekarang pun, di saat hubungan antar-negara berlangsung dalam situasi politik internasional yang “unipolar” di bawah “Pax-Americana”, antar negara juga terjadi konfrontasi dan peperangan dalam berbagai bidang, baik bidang perdagangan, informasi, atau budaya.
Perang dagang selalu terjadi. Perang informasi juga menjadi bagian dari kehidupan manusia. Dan dalam buku ini ditekankan, bahwa pandangan hidup Barat yang sekuler-liberal memang tidak akan klop dengan pandangan hidup Islam. Jika pandangan hidup dan sistem berpikir itu diterapkan, maka yang terjadi adalah paradoks, dan bisa dikatakan sebuah penciptaan “Islam-Baru” yang berbeda dengan Islam yang dikenal selama 15 abad ini. “Islam baru” itu, misalnya, adalah Islam yang tidak yakin, bahwa hanya Islam agama yang benar, tidak yakin bahwa al-Quran adalah suci.
“Islam baru” itu adalah agama yang membolehkan zina, homoseksual, pornografi, perjudian, minuman keras, musliman kawin dengan laki-laki non-Muslim, dan sebagainya. “Islam baru” itu, tetap bernama “Islam”, tetapi sudah pakai “embel-embel”; “Islam ini”, “Islam itu”, dan sebagainya.
Buku ini terdiri atas 15 bab, yang merupakan tema-tema pembahasan yang terpisah, tetapi saling terkait satu dengan lainnya. Karena buku ini relatif panjang, maka ada sejumlah data yang sengaja diulang pada bagian lain, untuk memudahkan pembaca menemukan data dan memahami pemikiran yang tertuang dalam buku ini.
Meskipun tidak disampaikan terlalu sistematis, karakteristik peradaban Barat cukup banyak ditampilkan dalam buku ini. Mungkin ada yang berpendapat, bahwa saya terlalu menyorot hal-hal yang negatif dari peradaban Barat. Aspek-aspek positif dari peradaban Barat sudah diangap hal yang mafhum, dan tidak perlu didiskusikan. Dalam bidang sains dan teknologi, kaum Muslim sudah sangat arif untuk memanfaatkan dan mengambil keunggulan teknologi dari peradaban mana pun, termasuk yang dari Barat.
Tetapi, latar belakang penulisan buku ini adalah ingin menunjukkan, bahwa peradaban Barat yang begitu menyilaukan mata dan begitu gemerlap, sejatinya menyimpan potensi ancaman yang begitu dahsyat bagi umat manusia.
Tidaklah benar kesan bahwa saya anti-Barat, karena buku ini sendiri, memanfaatkan begitu banyak sumber-sumber Barat untuk memahami masalah. Yang ingin saya sampaikan melalui buku ini adalah pentingnya kaum Muslim memahami peradaban Barat dengan serius dan mendalam, sehingga tidak silau, tidak minder, dan tidak a priori terhadap Barat.
Umat Islam jangan menolak mentah-mentah atau menelan begitu saja apa yang datang dari Barat. Kebetulan, selama kuliah di ISTAC-IIUM, saya sempat mengambil beberapa mata kuliah yang berkaitan dengan peradaban Barat dan hubungannya dengan Islam, seperti History of Western Civilization, History of Ottoman Empire, Islam and The West: Conflict or Dialogue?, International Relation in Islam, Greek Philosophy, juga Bahasa Latin selama tiga semester. Bahasa Latin adalah bahasa yang memberikan sumbangan besar terhadap kosa kata bahasa Inggris dan Bahasa-bahasa lain di Eropa.
Memahami Barat dengan baik akan sangat membantu dalam memahami problema yang muncul di kalangan umat Muslim, yang memang banyak disebabkan oleh invasi peradaban Barat dalam peradaban dan pemikiran Islam. Peradaban Barat adalah peradaban besar yang telah memimpin dunia selama ratusan tahun.
Kini, tampak peradaban Barat telah mencapai puncaknya. Peradaban ini sedang dalam kondisi menurun pengaruhnya. Banyak masalah global kemanusiaan tak mampu lagi diselesaikan. Tapi, sebagai peradaban besar, Barat masih mendominasi hampir seluruh bidang kehidupan manusia.
Sebagai salah satu peradaban besar yang masih eksis, Islam memiliki potensi untuk bangkit lagi memimpin umat manusia. Sebab, Islam memiliki ajaran dan model abadi yang tetap terjaga otentisitasnya. Meskipun belum terwujud ke dalam satu bangunan peradaban yang unggul, tetapi konsep-konsep Islam tentang kehidupan tetap terpelihara. Maka, umat Islamlah yang bertanggung jawab untuk mewujudkannya dalam kehidupan nyata.
Selamat membaca buku ini. Semoga meraih ilmu yang bermanfaat. Amin. (Depok, 24 Februari 2021).*
Penulis adalah pengasuh Pondok Pesantren Attaqwa Colloge (ATCO), Depok