Oleh: Daru Nurdianna
DI ZAMAN kegemilangan peradaban Islam, berkembang keilmuan dan teknologi pertanian. Ditemukan banyak manuskrip-manuskrip para ulama’ Islam yang membahas pertanian.
Menurut lembaga riset manuskrip pertanian dalam peradaban Islām ‘al-Filāha Text Project’, di antara banyak sumber karya yang dikagumi dan dikutip oleh ahli agronomi Islām adalah mereka yang berasal dari Yunani. Diantaranya termasuk Aristoteles (384-322 SM), yang banyak dikutip oleh Abu’l-Khayr, dan dokter yang sekaligus filsuf Bolos Democritos dari Mendes di Mesir (abad ke-2 SM). Mereka dikutip oleh Ibn Wafid, Abū ‘l-Khayr, Ibn Ḥajjāj dan Ibn al-‘Awwām.
Selain itu, ada juga yang dari tradisi Kartago, Mago, yang dikenal ‘Father of Agriculture’, dan dari orang Latin, Varro (116-27 SM), yang mengirim materi dari Cato, penulis pertanian Romawi pertama, dan Columella (abad ke-1 M) yang berasal dari Gades di Roman Hispania; dari Akhir Romawi Timur Dekat, Vindonios Anatolios of Berytos (abad 4-5 M), yang dikenal langsung dari orang-orang Arab dan banyak dikagumi oleh Ibn Wafid, Ibn Ḥajjāj dan Ibn al-‘Awwām; dari tradisi Bizantium ada kitab “Al-Filāḥa al-Rūmīya”, ‘pertanian Bizantium’, dari Cassianus Bassus (abad 6/7th abad ke-7); dan akhirnya yang paling berpengaruh dari semuanya, Al-Filāḥa al-Nabatīya awal abad ke-10, ‘pertanian Nabataean’, diterjemahkan oleh Ibnu Waḥshīya, yang sebagian tampaknya mencerminkan tradisi Babel atau Kasdim yang terlambat.
Maka, Ada dua karya yang berpengaruh dan diakui oleh para ahli agronomi Arab. Pertama adalah “al-Filāḥa al-Rūmīya”, ‘pertanian Bizantium’ atau “al-Filāḥa al-Yūnānīya al-Rūmīya, ‘Pertanian Yunani-Bizantium’, yang ditulis oleh Qusūs ibn Askūrāskīnah (dari judul Yunani skholastikós), juga disebut Qusṭūs al-Rūmī, yang mungkin ia adalah Cassianus Bassus Scholasticus berdasar kepada siapa karya agronomi yang dikumpulkan dari penulis Yunani dan Latin yang dikatakan telah hidup pada akhir tahun ke-6 atau awal abad ke-7. Sayangnya, tidak ada yang diketahui tentang Cassianus Bassus, karena karyanya tidak lagi ada dalam terjemahan asli bahasa Yunani atau dalam bahasa Syriac.
“Unfortunately, next to nothing is known about Cassianus Bassus, whose work is no longer extant in the Greek original nor in Syriac translation, but has survived in two Arabic translations, one made from the Greek in AH 212/AD 827 and the other made from a Pahlavi translation, the Warz-nāmeh, and also as part of the 10th century Byzantine compilation, the Geoponica, that also includes the works of Anatolios and a certain Didymos as well as fragments of Democritos”
Kedua, adalah kitab al-Filāḥa al-Nabatīya yang dikenal kontroversial dan misterius. Buku ini menjadi sumber yang paling banyak digunakan dalam Buku-buku Pertanian Andalusi (Andalusi Books of Filāḥa), dan “the Rasulid Yemeni and Syrian texts”, yang dikenal juga untuk Maimonides dan Thomas Aquinas di dunia abad pertengahan yang lebih luas. Subjek perdebatan sengit di antara para ilmuwan abad ke-19 dan ke-20, adalah bahwa ‘pertanian Nabatea’ sangat populer dan berpengaruh ditanggung oleh sejumlah besar naskah awal dan akhir (setidaknya empat puluh yang diketahui), dan keberadaan banyak ringkasan (abridgements) dan ikhtisar (summary). Seperti yang telah kita lihat, risalah pertanian Andalusi di awal abad ke-14 dari Ibn al-Raqqām adalah versi ringkasan yang telah dihilangkan hal-hal yang tidak perlu (expurgated) dari ‘pertanian Nabataean’, sementara Al-Falāḥa al-muntakhaba Al-Tamār-Tamurī dari Mesir dan ‘Mutiara Suriah Dimashqī’ yang diperoleh dari ilmu pertanian dari Bizantium dan Nabataean tampaknya sebagian besar didasarkan pada itu juga.

Jika dibandingkan dengan timeline peradaban Barat, perkembangan naskah-naskah pertanian ini berkembang pesat di abad Barat mengalami zaman kegelapan.
Di sisi lain, Islam memiliki sejarah peradaban yang gemilang. Sejarah gemilang Adalusia misal. Umat Islām mencapai kemajuan dalam segala aspek, termasuk ilmu pengetahuan pada abad ke-8 sampai bad k-14. Dari masa itulah umat Islām mengembangkan berbagai ilmu agama dan ilmu yang kita kenal dengan sains pada saat ini. Diantara ilmu yang maju adalah ilmu pertanian. Dari kemajuan itulah, yang menyebabkan kemajuan Bangsa Eropa dan Barat, yang dikenal dengan istilah ‘Renaissance’.
Dark Ages
Kronologi singkatnya adalah, ilmuan Muslīm saat itu menemukan ilmu dari Yunani lalu di salin, disyarah, dan disebarkan kembali oleh orang Islām. Eropa saat itu, mengalami ketertinggalan (Dark Ages) dan tidak menemukan ilmu dari Yunani yang sekarag diklaim sebagai nenek moyang sumber ilmunya. Pada hakikatnya, Barat mengambil ilmu Yunani dari peradaban Islām. Namun, Barat tidak jantan mengakuinya. Jadi, Islām sejatinya memiliki pengaruh yang vital pada sekolah-sekolah dan pembelajaran di Eropa. Cemil Akdoğan menyatakan:
“Most European scholars unjustifiably ignore the achievements of islamic science and philosophy in order to trace the origin of their civilization directly to ancient Greek legacy. According to them the only contribution Muslims made was to transmit to Europe what they had inherented from Greek science and philosophy with not much addition.”
Khazanah ilmu pertanian dalam peradaban Islām ini masih banyak Musim zaman sekarang –terkhusus di Indonesia- yang belum mempelajari dan menguasainya. Di sisi lain, karena kekurangan yang mempelajari dan menguasai, maka penyebaran ilmu ini juga menglami hambatan tidak tersebarnya ilmu ini dalam bentuk pengetahuan yang mudah di pahami oleh masyarakat secara umum.
Maka, sejarah pertanian dalam peradaban Islām yang kaya ini, perlu untuk direvitalisasi, digali, dan kemudian disebarkan kepada masyarakat muslim, untuk dijadikan sebagai instrumen pengislahan di bidang pertanian; jika umat mengingingkan pengislahan atas terpuruknya bidang pertanian umat di abad ini.[]
Peserta (Program Kaderisasi Ulama) PKU XII UNIDA Gontor