Hidayatullah.com—Indonesia turut mengutuk keras aksi pembakaran Al Quran yang dilakukan oleh seorang ekstremis sayap kanan Swedia-Denmark di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia, Sabtu (21/1/2023). Kemlu mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan penistaan kitab suci serta melukai dan menodai toleransi umat beragama.
“Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran kitab suci Al Quran oleh Rasmus Paludan, politisi Swedia, di Stockholm,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri RI melalui akun resminya di Twitter pada Ahad.
Kemlu juga menegaskan bahwa kebebasan berpendapat seharusnya dilakukan secara bertanggung jawab. Aksi seperti ini menurut Kemlu, menodai toleransi umat beragama.
“Aksi penistaan kitab suci ini telah melukai dan menodai toleransi umat beragama. Kebebasan ekspresi harus dilakukan secara bertanggung jawab,” tegas Kemlu.
Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom telah menanggapi insiden pembakaran Al Quran di negaranya. “Provokasi islamofobia sangat mengerikan. Swedia menjunjung kebebasan berekspresi, tetapi bukan berarti pemerintah Swedia, atau saya sendiri, mendukung pendapat yang diungkapkan,” kata Billstrom di Twitter.
Billstrom sebelumnya mengatakan bahwa demonstrasi itu dapat meningkatkan risiko tertundanya pengesahan dari Turki atas permohonan Swedia untuk menjadi anggota NATO. Dikutip dari kantor berita Turki Anadolu, Rasmus Paludan, pemimpin Partai Stram Kurs (Garis Keras) membakar mushaf Al Quran atas izin pemerintah dan perlindungan polisi.
Pemerintah Swedia mengklaim aksi pembakaran Al Quran karena menilai hal itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat. Aksi pembakaran itu terjadi selama demonstrasi yang menentang permintaan Turki pekan lalu agar Swedia mengambil langkah tegas melawan PKK (Partai Pekerja Kurdistan) yang dianggap Turki sebagai kelompok teror.
Sementara itu, Pimpinan Pusat Syarikat Islam (PP SI) menilai aksi pembakaran ini sebagai bentuk Islamphobia dengan berlindung atas nama kebebasan berekspresi. Aksi seperti ini dinilai tindakan tidak bertanggung jawab yang bias memicu reaksi kelompok lain.
“Aksi politisi Swedia Rasmus Paludani adalah contoh Islamphobia akut dimana sebuah negara seperti Swedia yang mengklaim diri sebagai pengusung demokrasi dan HAM membiarkan dan memfasilitasi warganya membakar kitab suci agama lain dan ini bukan kejadian pertama kali tapi berulang kali yang direstui pemerintah Swedia,” ujar Sekjen Pimpinan Pusat Syarikat Islam (PP SI) Ferry Juliantono, di Jakarta, Ahad (22/1/2023).
Swedia dan Finlandia secara resmi telah mengajukan diri untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tahun lalu. Namun, Turki menyatakan keberatan dan menuduh kedua negara itu menoleransi bahkan mendukung kelompok teror, termasuk PKK dan organisasi teroris Fetullah (FETO).*