Hidayatullah.com– Salah satu pabrik amunisi terbesar di Eropa mengatakan upaya untuk memenuhi kebutuhan perang di Ukraina terkendala oleh pusat data TikTok yang baru yang menyedot banyak pasokan listrik di daerah itu.
Pimpinan eksekutif Nammo, pabrik amunisi yang sebagian sahamnya dimiliki pemerintah Norwegia, mengatakan rencana perusahaannya untuk memperluas pabrik terbesarnya di bagian tengah Norwegia terkendala oleh jumlah pasokan listrik yang tersedia. Pasalnya, pusat data baru TikTok yang didirikan di daerah yang sama menyedot persediaan listrik di kawasan itu.
“Kami khawatir, karena kami melihat pertumbuhan di masa mendatang terkendala oleh keberadaan tempat penyimpanan video-video kucing,” kata Morten Brandtzæg kepada Financial Times, merujuk TikTok yang dipakai penggunanya sebagian besar untuk mengunggah video-video remeh-temeh seperti kelucuan kucing peliharaan.
Permintaan artileri meningkat 15 kali dari normal dan industri amunisi Eropa perlu menanamkan modal €2 miliar untuk pabrik baru guna memenuhi kebutuhan di Ukraina, menurut Brandtzæg, seperti dilansir The Guardian Selasa (28/3/2023).
Para pemimpin Uni Eropa telah mengumumkan sebuah program untuk mengganti uang negara-negara yang menawarkan amunisi artileri ke Ukraina dari dana €1 miliar, sambil membelanjakan €1 miliar lebihnya untuk meningkatkan kapasitas produksi amunisi di seluruh Uni Eropa.
Menurut perkiraan, Ukraina menembakkan 6.000 hingga 7.000 peluru artileri sehari dan mengalami kekurangan amunisi setelah lebih dari satu tahun perang.
Akan tetapi, rencana Nammo untuk memperluas pabrik amunisi terkendala dengan tekad perusahaan China ByteDance untuk memperoleh kembali kepercayaan terhadap TikTok dengan membangun data center di sejumlah negara Eropa.
Elvia, perusahaan listrik di Norwegia, mengkonfirmasi kepada Financial Times bahwa jaringan listriknya tidak memiliki cadangan energi setelah menyalurkan listriknya ke data center TikTok sebagai pelanggan utama.
Pada tahun 2030, Komisi Eropa memperkirakan bahwa pusat-pusat data akan mencakup 3,2% dari permintaan listrik di kawasan Uni Eropa, naik 18,5% dari tahun 2018.*