Hidayatullah.com—Puntung rokok berpotensi meracuni lingkungan karena masuk kategori sampah yang paling banyak mengotori planet bumi. Hal ini karena perilaku masyarakat kita yang menganggap putung rokok hanya sebuah sampah kecil, demikian disampaikan pemimpin gerakan World Clean-Up Indonesia Andy Bahari.
“Perilaku masyarakat yang masih menganggap puntung rokok sebagai sampah kecil ataupun tidak teredukasi bahwa puntung terbuat dari plastik. Ini menjadikan puntung rokok begitu mudahnya dibuang sembarangan,” kata Andy, Senin (29/5/2023) dikutip RRI.
Andy mengutip hasil riset dari Danielle Green, Dosen Ekologi di Anglia Ruskin University, Cambridge, Inggris. Di mana terungkap bahwa 4,5 triliun puntung rokok dibuang sembarangan setiap tahun.
Menurutnya, puntung rokok yang dibuang sembarang itu menjadi masalah bersama. Lantaran rokok tidak hanya meracuni paru-paru tetapi juga lingkungan.
Data The Ocean Conservancy yang setiap tahun mensponsori International Coastal Cleanup (ICC) kegiatan bersih-bersih badan air di seluruh dunia. Ini menunjukkan dalam 25 tahun terakhir relawan ICC mengumpulkan sekitar 53 juta puntung rokok.
“Bahkan, sebanyak 33,760 batang rokok ditemukan di perairan Indonesia. Pada acara The Beach & Beyond 2019,” ujarnya.
Indonesia menjadi negara nomor dua penyumbang sampah di laut setelah China. Ditemukan 187,2 juta ton sampah di laut Indonesia, dan sampah puntung rokok menjadi sampah terbanyak yang ditemukan.
“Kami berharap dapat menggugah kesadaran masyarakat. Tentang bahaya rokok dan puntung rokok bagi kesehatan dan lingkungan,” kata Andy.
Sampah puntung rokok tergolong limbah berbahaya dan beracun karena mengandung ribuan zat kimia berbahaya yang dapat mencemari dan membahayakan lingkungan. Sebuah penelitian dari Spanyol pada tahun 2021 melaporkan, setidaknya dalam satu puntung rokok memiliki 15.600 helai fiber. “Ketika puntung rokok terlepas ke lingkungan terutama di perairan, maka dapat menghasilkan mikroplastik yang terlepas sebanyak 100 partikel per hari. Jumlah mikroplastik itu sama banyaknya dengan limbah cucian baju,” katanya.*