Hidayatullah.com—Sebanyak 2.000 pengunjuk rasa anti-LGBT membubarkan acara Gay Pride Festival (Festival Kebanggaan LGBT) di ibu kota Georgia, Tbilisi pada Sabtu. Para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi dan menghancurkan alat peraga termasuk bendera pelangi dan plakat, meski tidak ada laporan korban luka, demikian dikutip Reuters.
Pengunjuk rasa adalah kelompok sayak kanan, termasuk pendeta Kristen Ortodoks. Pengunjuk rasa yang bentrok dengan aparat polisi, bergegas lari ke panggung dan membakar bendera pelangi, simbol pengikut Kaum Sodom.
Alt-Info, kelompok sayap kanan yang memiliki hubungan dekat dengan Gereja Ortodoks Georgia, dikabarkan berulang kali mengorganisir aksi protes tandingan terhadap perayaan tahunan kelompok LGBT. Pada tahun 2021, puluhan jurnalis terluka dalam acara tahunan tersebut, kutip laman politico.eu.
Asap mengepul di atas lokasi, sebuah lapangan di luar kota, saat bendera pelangi LGBT+ dibakar dan aktivis sayap kanan menari diiringi musik rakyat tradisional Georgia, kutip BBC. Penyelenggara kemudian mengarahkan peserta untuk segera naik bus demi keselamatan.
Menurut laporan Reuters, para peserta dibawa ke tempat yang aman.
Menanggapi serangan tersebut, Duta Besar Inggris untuk Georgia, Mark Clayton, mengatakan terkejut. Akibat aksi penoalakan ini, penyelenggaraan “Pekan Kebanggaan LGBT” di negara Kaukasus ini terpaksa dibatalkan.
Penyelenggara menuduh polisi tidak berusaha menghentikan pengunjuk rasa yang menerobos penjagaan dan menduduki situs tersebut. Pejabat pemerintah mengatakan terlalu banyak pengunjuk rasa untuk dihentikan polisi.
Presiden Georgia Salome Zurabishvili mengatakan partai Georgian Dream yang berkuasa gagal mengutuk para pengikutnya yang secara terbuka menghasut agresi terhadap aktivis LGBT.
Menteri Dalam Negeri Alexander Darakhvelidze, berpendapat bahwa wilayah yang luas itu sulit untuk diawasi polisi. “Ini area terbuka, peserta aksi berhasil melewati pengamanan dan mencari jalan lain untuk masuk ke area acara,” ujarnya kepada Reuters.
“Namun kami berhasil mengevakuasi peserta “Festival Kebanggaan” dan penyelenggara dari daerah tersebut, tidak ada yang dirugikan,” tambahnya.
Kedutaan Besar AS, UE, dan PBB mengutuk kekerasan tersebut dan meminta pemerintah untuk melindungi hak berkumpul, termasuk untuk orang-orang LGBT, dan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan “menghadapi keadilan”.*