Hidayatullah.com– Sinode Suci, lembaga tertinggi pembuat keputusan di lingkungan Gereja Ortodoks Ethiopia, berusaha mencegah kemungkinan perpecahan di kalangan umatnya di negara bagian Tigray yang berkonflik dengan pemerintah pusat.
Akar permasalahannya adalah perihal reaksi gereja terhadap perang saudara yang berlangsung selama dua tahun, yang kebanyakan pertempurannya terjadi di Tigray, yang dinyatakan berakhir November tahun lalu. Konflik tersebut merenggut nyawa ratusan ribu orang dan memicu krisis kemanusiaan hingga saat ini.
Berbagai kritik diarahkan kepada Gereja Ortodoks Ethiopia oleh para uskup, pendeta dan pengikutnya di Tigray karena gereja tidak menyuarakan kecaman terhadap perang saudara itu.
Para uskup di Tigray pada bulan Maret mengumumkan bahwa mereka ingin melepaskan diri dari Sinode Suci.
Hari Ahad besok (16/7/2023), mereka direncakan akan mentahbiskan 10 uskup baru di Tigray.
Sinode Suci telah meminta pemerintah federal dan daerah untuk menghentikan proses tersebut dengan alasan pentahbisan itu melanggar konstitusi gereja.
Permohonan itu disampaikan dalam sebuah pernyataan yang dirilis hari Kamis (13/7/2023) setelah pertemuan darurat selama 2 hari yang digelar oleh Sinode Suci, lansir BBC.
Pekan lalu, Sinode Suci mengeluarkan permintaan maaf kepada rakyat Tigray sehubungan dengan perang saudara tersebut – tetapi tampaknya upaya itu belum cukup.
Sebagai bagian dari upaya rekonsiliasi, sebuah delegasi para uskup yang dipimpin oleh Patriark Abune Matthias baru-baru ini melakukan perjalanan ke ibu kota Tigray, Mekelle, untuk berdiskusi dengan para pemimpin gereja dan pemerintah daerah setempat.
Namun, pertemuan dengan para tokoh senior gereja di Tigray tidak terwujud.*