Mubahalah berasal dari kata “ibithal” yang artinya berdoa dengan sungguh-sungguh, dalam praktiknya agar pihak yang berdusta dilaknat Allah
Hidayatullah.com | DI TENGAH kehidupan masyarakat kita sering mendengar istilah mubahalah. Mubahalah berhasal dari bahasa Arab, berasal dari kata : بهل – يبهل – بهلا artsssinya mengutuk, menjadi باهل – يباهل – مباهلة artinya saling mengutuk. باهل بعضُهم بَعضًا : sebagian mereka saling mendoakan agar dilaknati Allah.
Adapun menurut istilah, Syeikh Murad Salamah dalam
المباهلة هي أن يجتمع القوم إذا اختلفوا في شيء مصطبحين أبناءهم و نساءهم فيدعون الله تعالى أن يحل لعنته و عقوبته بالكاذب من الفريقين
Mubahalah adalah berkumpulnya suatu kaum apabila terdapat perselisihan di antara mereka dalam suatu perkara. Mereka berkumpul bersama anak-anak dan istri-istri mereka.
Kemudian mereka berdoa kepada Allah Swt. agar menurunkan laknat dan azab-Nya kepada yang berdusta di antara dua kelompok tersebut.
Mubahalah itu jenis sumpah yang khusus, bukan sumpah sembarang sumpah.
فَمَنْ حَاۤجَّكَ فِيْهِ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ اَبْنَاۤءَنَا وَاَبْنَاۤءَكُمْ وَنِسَاۤءَنَا وَنِسَاۤءَكُمْ وَاَنْفُسَنَا وَاَنْفُسَكُمْۗ ثُمَّ نَبْتَهِلْ
فَنَجْعَلْ لَّعْنَتَ اللّٰهِ عَلَى الْكٰذِبِيْنَ
“Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah datang ilmu kepadamu, maka katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada para pendusta.’” (QS: Ali ‘Imran: 61)
Sejak awal surat, sudah dijelaskan dalil-dalil tentang ke-Esaan Allah dan kebatilan keyakinan orang-orang Nasrani yang menganggap Nabi Isa adalah anak Tuhan.
Bukti-bukti dan dalil-dalil tersebut berakhir dengan perbandingan antara penciptaan Nabi Adam dan Nabi Isa yang disebutkan pada ayat sebelumnya.
Jika ada yang masih menolak dalil-dalil tersebut dan tetap bersikukuh dengan kebatilan yang mereka yakini, serta tetap ingin mendebat tentang Nabi Isa, padahal telah datang ilmu yang jelas kepadamu, maka ajaklah orang tersebut untuk melakukan “mubahalah”.
Kata “mubahalah” berasal dari kata “ibithal” yang artinya berdoa dengan sungguh-sungguh. Adapun mubahalah artinya berdoa kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar pihak yang berdusta dilaknat Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya.
Diriwayatkan bahwa Nabi ﷺ menentang para delegasi Nasrani Najran untuk melakukan mubahalah, tetapi mereka menolaknya dan tidak berani menghadapi tantangannya tersebut, karena sebenarnya mereka tahu kebenaran Nabi Muhammad ﷺ.
Di dalam hadits Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata,
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: جَاءَ العاقبُ والسيدُ صَاحِبًا نَجْرَانَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرِيدَانِ أن يُلَاعِنَاهُ، قَالَ: فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: لَا تَفْعَلْ، فَوَاللَّهِ إِنْ كَانَ نَبِيًّا فَلَاعَنَّاهُ لَا نفلحُ نحنُ وَلَا عَقبنا مِنْ بَعْدِنَا. قَالَا إِنَّا نُعْطِيكَ مَا سَأَلْتَنَا، وَابْعَثْ مَعَنَا رَجُلًا أَمِينًا، وَلَا تَبْعَثْ مَعَنَا إِلَّا أَمِينًا. فَقَالَ: لأبْعَثَنَّ مَعَكُمْ رَجُلا أَمِينًا حَقَّ أمِينٍ، فاستشرفَ لَهَا أصحابُ رسول الله صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: قُمْ يَا أبَا عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ فَلَمَّا قَامَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هَذَا أمِينُ هَذِهِ الأمَّةِ
“Dari Huzaifah radiyallahu ‘anhu yang menceritakan hadis berikut, bahwa al-Aqib dan as-Sayyid pemimpin orang-orang Najran datang menghadap Rasulullah, dengan maksud untuk melakukan mubahalah dengan Rasulullah. Salah seorang berkata kepada temannya, Jangan kamu lakukan. Demi Allah, seandainya dia adalah seorang nabi, lalu kita melakukan mula’anah (berbalas laknat) terhadapnya, niscaya kita ini tidak akan beruntung, tidak pula bagi anak cucu kita sesudah kita. Akhirnya keduanya mengatakan, Sesungguhnya kami setuju memberimu apa yang kamu minta dari kami (yakni jizyah). Tetapi kirimkanlah bersama kami seorang lelaki yang amin (dapat dipercaya), dan janganlah engkau kirimkan bersama dengan kami melainkan seorang yang dapat dipercaya. Maka Rasulullah menjawab: Aku sungguh-sungguh akan mengirimkan bersama kalian seorang lelaki yang benar-benar dapat dipercaya. Maka sahabat-sahabat Nabi mengharapkan untuk diangkat menjadi orang yang mengemban tugas ini. Lalu Rasulullah bersabda: ‘Berdirilah engkau, hai Abu Ubaidah ibnul Jarrah.’ Ketika Abu Ubaidah berdiri, maka Rasulullah bersabda, ‘Inilah orang yang dipercaya dari kalangan umat ini’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan mereka berdoa bersama akan memenuhi tantangan mubahalah besok pagi. Dan pada pagi harinya keluarlah Rasulullah dengan menggandeng tangan Ali, Fatimah, Hasan dan Husein.
Lalu beliau mengutus utusan kepada keduanya, namun keduanya menolak untuk bermubahalah dan setuju untuk membayar jizyah (upeti) kepada beliau. Beliau pun bersabda, “Demi Allah yang mengutusku dengan kebenaran, seandainya mereka mengatakan tidak, niscaya Allah akan menimpakan api kepada mereka.
Adapun jizyah (upeti) yang mereka bayarkan berupa 2000 pakaian bagus yang diserahkan pada bulan Shafar, sedangkan sisanya akan dibayar pada bulan Rajab serta sejumlah uang dirham.”
Peristiwa mubahalah ini menunjukkan kuatnya iman Rasulullah ﷺ kepada apa yang beliau katakan. Sekaligus menunjukkan lemahnya para delegasi Nasrani Najran sebab keyakinan mereka tidak mempunyai dasar kuat.*/ Dr. Ahmad Zain an-Najah, MA, Pusat Kajian Fikih Indonesia (PUSKAFI)