Hidayatullah.com—Polisi mengungkap operasi penipuan cinta daring di Jakarta, menangkap 20 tersangka. Para pelaku menggunakan identitas palsu untuk memikat korban ke dalam hubungan romantis, lalu menipu mereka agar berinvestasi dalam mata uang kripto melalui aplikasi palsu.
Rezeki R. Respati, Kepala Kepolisian Metro Gambir, Jakarta Pusat, merinci bagaimana penipuan itu terjadi. Para penipu awalnya menghubungi korban melalui aplikasi kencan seperti OkCupid, Bumble, dan Tinder, menggunakan foto-foto menarik orang lain untuk menyamar sebagai pria.
Setelah mendapatkan kepercayaan dan kasih sayang korban, para penipu mengalihkan percakapan mereka ke WhatsApp, di mana mereka meyakinkan korban untuk berinvestasi dalam mata uang kripto melalui aplikasi palsu bernama “Wish.”
“Para penipu ini menjanjikan keuntungan 10 hingga 25 persen dari investasi mereka, dengan cara membujuk para korbannya untuk menyetorkan uang ke dalam aplikasi tersebut,” jelas Respati saat jumpa pers, Selasa (28/1/2025).
Para korban, yang sebagian besar adalah perempuan kelas menengah yang bekerja sebagai profesional seperti pengacara dan dokter, ditipu untuk melakukan investasi besar. Para tersangka diduga telah beraksi selama kurang lebih dua bulan, dan pihak berwenang masih menyelidiki total kerugian finansial yang dialami.
Polisi telah menangkap 20 orang yang terlibat dalam penipuan tersebut, termasuk tiga orang pemimpin operasi tersebut. Para pemimpin yang diidentifikasi dengan inisial INB, AKP, dan RW, mengawasi operasi tersebut, sementara tersangka lainnya, yang namanya termasuk MAM, MAAN, RN, dan lainnya, berperan sebagai operator. Pihak berwenang juga sedang mencari seorang tersangka, AJ, yang diyakini sebagai warga negara asing dari Tiongkok.
Pihak berwenang juga telah menyita sejumlah bukti penting, termasuk data keuangan dan materi yang terkait dengan transaksi mata uang kripto. Penyidik masih berupaya untuk menentukan seberapa besar dampak keuangan penipuan ini, terutama terkait investasi mata uang kripto.
Polisi telah mengungkapkan bahwa sebagian besar korban berasal dari Filipina, Vietnam, dan Thailand, dengan upaya berkelanjutan untuk mengungkap korban lokal di Indonesia. “Kami masih menyelidiki korban di Indonesia dan besaran kerugiannya,” pungkas Respati.*