Hidayatullah.com–Dakwah para kiai tidak hanya dinikmati secara auditif dengan mendengarkan orasi, seperti siaran radio. Tetapi juga membutuhkan kepekaan visual berujud pertunjukan wayang. Hal itu butuh panggung khusus seperti pertunjukan musik ndangndut.
Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Sumarsam dalam Seminar Nasional “Reaktualisasi Warisan Seni Budaya: Kentrung dan Wayang Dakwah” yang diselenggarakan oleh American Institute for Indonesian Studies (AIFIS) bekerjasama dengan Pusat Studi Javanologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sabtu (24/05/2014).
Prof. Sumarsam adalah guru besar musik di Universitas Wesleyan University, Amerika Serikat. Saat ini, Sumarsam sedang meneliti Wayang Dakwah di Jawa Tengah dengan mendapatkan dukungan dari AIFIS Fellowship.
Dalam seminar tersebut, Sumarsam menyampaikan bahwa ketertarikannya terhadap Wayang Dakwah bermula ketika ia membuka Youtube dan meng-klik kata kunci wayang dakwah.
Ternyata di media sosial tersebut terdapat begitu banyak video yang menayangkan wayang dakwah di mana seorang pendakwah memasukkan unsur perwayangan untuk mendukung penyampaian dakwahnya.
Video-video tersebut ternyata ditonton oleh ratusan bahkan ribuan penonton.
Ketika seorang peserta seminar bertanya tentang sejarah syiar Islam Sunan Kalijaga yang memasukkan unsur perwayangan dalam dakwahnya, Sumarsam menjawab bahwa ini adalah mitos yang begitu kuat di masyarakat Jawa yang diyakini kebenarannya.
Sebagai seorang sejarawan, Sumarsam telah membaca berbagai literatur tentang peran Sunan Kalijaga dalam penyiaran Islam.
Hampir semua buku memang menyebutkan bahwa Sunan Kalijaga menggunakan wayang dalam melakukan syiar Islam. Namun sayangnya, buku-buku tersebut menyebutkan bahwa tidak ada bukti otentik yang menguatkan argumen bahwa Sunan Kalijaga menggunakan wayang dalam syiar Islam.
Sumarsam pernah bertemu dengan keturunan Sunan Kalijaga untuk mencari bukti, namun sayangnya bukti seperti lukisan pun tidak ada.*/Kiriman M Chozin Amirullah, AIFIS Communication Officer