Hidayatullah.com- Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) menggelar diskusi publik secara virtual dengan tema “Apa Urgensi Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP)” yang diikuti oleh 34 pimpinan-pimpinan ormas, Sabtu (08/08/2020).
Pengamat politik dan dosen senior Fakultas Ilmu Politik UI Chusnul Mariah yang menjadi salah satu narasumber menegaskan bahwa RUU HIP mesti ditolak.
Chusnul menengarai ada hidden agenda yang pada intinya, kata dia, mendistorsi peran penting umat Islam dalam kontribusinya terhadap bangsa dan negara.
“Umat mencermati dan mewaspadai RUU HIP yang sekarang jadi RUU PIP (Pembinaan Ideologi Pancasila). Walaupun RUU PIP hanya membahas tugas dan fungsi tapi jangan sampai mengutak-atik Pancasila sebagai bagian utuh,” kata-katanya.
Pancasila tak bisa dipisahkan dari Islam. Karena itu, menurut tesis Chusnul, jika seseorang mengamalkan Pancasila maka secara tidak langsung juga menjalankan ajaran Islam.
“Mari bersama mengawal dengan berbagai elemen bangsa baik tingkat pusat sampai wilayah menjadi garda perjuangan guna menjadikan gerak umat bersatu dan berperan penting dalam pembangunan berbangsa dan bernegara,” imbuhnya.
Sementara itu di kesempatan yang sama, Anggota Komisi VIII DPR Ali Taher Parasong mengatakan sangat tepat tema diskusi tersebut dihadirkan menjadi topik pembahasan. Karena, ia mengaku terlibat langsung dalam proses pembuatan RUU HIP ini lalu dibahas tergesa-gesa lalu diusulkan menjadi RUU PIP.
“RUU ini diproses dengan sangat tergesa-gesa. Di tengah pandemi Covid yang dialami bangsa justru RUU ini dikebut. Ini mengundang pertanyaan besar,” kata Ali.
Ali mengapresiasi kegiatan yang digelar oleh organisasi BMOIWI yang menurutnya sangat strategis ini dan terus mendorong agar bersama DPR dalam mencermati proses pembahasan RUU.
“HIP tidak lagi menjadi UU Prioritas di tahun 2020 namun harus terus dikawal jangan sampai RUU PIP mengutak atik Pancasila yang sudah final,” tukasnya.
Ali juga mengajak BMOIWI tidak saja mencermati RUU HIP yang sudah dirubah menjadi RUU PIP. Namun juga terus mengawal Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), dari mana asal dan akan ke mana arah RUU tersebut dan berbagai produk perundangan lainnya.
Ketua Presidium BMOIWI Periode 2020-2021 Dr Sabriati Aziz dalam sambutannya membuka acara mengungkapkan, BMOIWI sangat konsen dengan garis perjuangan umat termasuk pada salah satu hal meresahkan hingga saat ini tentang UU HIP.
“Sebagai bagian umat yang mayoritas serta sebagai lembaga federasi berkumpulnya ormas Muslimah tingkat pusat terus peduli dan selalu terdepan menyuarakan dan berperan serta mengawal nilai-nilai dasar Pancasila sebagai pedoman dalam berbangsa dan negara,” pungkas Sabriati.
Sementara Presidium BMOIWI 2018-2019 Euis F Fatayati sebagai koordinator yang membidani langsung politik, mengemukakan urgensi kegiatan webinar karena menjadi medium pembelajaran politik yang utuh bagi kita semua.
Moderator yang juga Sekjen BMOIWI Dr Padlia Parakasi menutup acara dengan mengungkapkan komitmen BMOIWI dengan 34 ormas yang bernaung dan memiliki jaringan luas di seluruh Wilayah Indonesia untuk terus berkontribusi nyata dalam bentuk gerakan untuk penguatan bagi umat, mengawal dan mengkritisi berbagai payung hukum yang sangat vital terhadap keumatan dan kebangsaan.
“Yang terpenting lagi mempersiapkan kader pemimpin masa depan bangsa yang nantinya ikut menentukan landasan arah kebijakan pembangunan bangsa,” kata Padlia.
Menurut Padlia, pemimpin bangsa masa depan harus dipersiapkan sejak dini. Mereka kelak akan menjadi pemimpin bangsa yang berdaulat dan memiliki ideologi kuat bersama umat bagaimana harapan dan cita-cita para pendiri bangsa.
Webinar berlangsung kurang lebih 3 jam yang dihadiri 34 pimpinan-pimpinan ormas dan peserta mewakili menjadi anggota BMOIWI. Bahkan hadir pula peserta berpartisipasi dari dari wilayah Aceh, Sumatera Utara, hingga Papua Barat.* Ainuddin