Hidayatullah.com—Kepala Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Pusat Akmal Sjafril, mengungkapkan, ghazwul fikri atau perang pemikiran merupakan tantangan yang nyata bagi umat Islam. Karenanya umat Islam perlu menyadari posisinya saat ini.
“Umat muslim saat ini tidak sedang baik-baik saja, kita digempur oleh berbagai serangan pemikiran dari berbagai sisi. Tidak ada perang yang dimenangkan tanpa bertarung. Untuk itu diperlukan strategi cerdas dan persiapan. Sebab jika tidak, kitalah yang akan kalah dan kehabisan amunisi,” demikian ujar Akmar, Rabu, (5/10/2022) di Jakarta.
Sekolah Pemikiran Islam (SPI) kembali menggelar perkuliahan pertemuan ketiga di Aula Imam al-Ghazali, Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS) Jakarta Selatan. Kursus singkat yang terselenggara secara luring ini dihadiri oleh puluhan peserta dari berbagai wilayah di Jabodebek.
Materi yang diangkat pada pertemuan ini bertajuk Ghazwul fikri dan dipandu oleh Faiq Haqqoni selaku moderator. Lebih lanjut, penulis buku Islam Liberal 101 ini mengajak para peserta merenungi firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 120 yang artinya, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti millah mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”
Akmal menerangkan bahwa ayat ini ditujukan bagi kaum muslimin berpegang teguh pada petunjuk yang benar. Jika tidak, maka Allah SWT tidak akan lagi menjadi pelindung dan penolong kita dari azab yang pedih.
Pada kesempatan ini pula, inisiator gerakan #IndonesiaTanpaJIL ini menyatakan terdapat tiga modus yang biasa digunakan dalam melancarkan ghazwul fikri, yang seringkali tidak kita sadari; yakni melalui jalur media massa, pendidikan dan hiburan.
“Penggunaan konten visual, permainan kata, dan tata bahasa turut berperan pada arus opini yang disajikan media,” ujarnya.
Akmal menyuguhkan berbagai fakta kerusakan penerapan sistem pendidikan yang berusaha menjauhkan para peserta didik dari nilai-nilai syariat Islam dan justru melanggengkan konsep pemikiran sekular liberal. Institusi pendidikan semacam ini berpotensi mencetak para ilmuwan yang alergi terhadap pemikiran Islam dan justru mengambil corak pemikiran keliru yang menyesatkan umat. Hal semacam ini dilakukan secara sistemik dan terstruktur.
“Untuk itu, dalam menyiasatinya pun perlu dilakukan melalui strategi dan cara-cara yang terencana.”
Sementara dalam jalur hiburan, bapak dua anak ini mengungkap nilai-nilai pemikiran yang disuntikan pada jalur hiburan sangatlah halus dan seringkali tidak disadari sebagian orang. Biasanya pada jalur hiburan, masyarakat cenderung ingin mengkonsumsi hiburan secara ringan.
“Sehingga ketika serangan pemikiran masuk, mereka tidak siap berpikir kritis dan jeli dalam menerima informasi ide-ide yang menyesatkan,” ujarnya.
Sebelum menutup pemaparan materi, pria yang sedang menempuh pendidikan doktor Ilmu Sejarah Universitas Indonesia ini berpesan, “Perang pemikiran ini hanya bisa dimenangkan melalui ilmu. Pihak yang lebih berilmu lah yang akan menang. Agama Islam adalah agama yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Untuk itu jangan pernah berhenti belajar dan siapkan strategi perlawanan. Sebab perang pemikiran merupakan suatu hal yang urgent. Bukan sebuah pilihan dan tidak meminta persetujuan kita. Siap tidak siap, serangan pemikiran selalu ada, untuk itu harus ada misi penyelematan.”
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Pada akhir pertemuan dilangsungkan sesi diskusi. Pertanyaan-pertanyaan kritis yang diajukan peserta semakin memacu jalannya diskusi menjadi lebih hidup.
Habibah Agianda memberikan kesan positif pada pertemuan ini. “Sebagai dokter, saya belajar bahwa untuk menangkal virus yang menyerang fisik saja kita perlu memiliki tameng imunitas yang kuat, begitu halnya dengan virus pemikiran. Kelas ini alhamdulillah menjadi ikhtiar bagi saya dalam membangun ketahanan imun terhadap tantangan virus pemikiran yang mendera saat ini, termasuk dalam profesi saya,” ujar peserta berdarah Minang ini.*/Amrina Husna Salimah