Sebagian orang menganggap menjadi guru mengaji bukanlah profesi yang menjanjikan. Bahkan orang cenderung menganggap remeh pekerjaan ini. Mereka rela mengeluarkan biaya mahal untuk kursus Bahasa Inggris, tetapi tidak untuk belajar al-Qur`an.
Padahal al-Qur`an adalah pedoman hidup. Di dalamnya terdapat kunci bagaimana memahami kehidupan dan mencapai kebahagiaan. Tanpa petunjuk al-Qur`an, manusia bagaikan berjalan dalam kegelapan. Karenanya, mengajarkan al-Qur`an merupakan pekerjaan mulia. Mengajar al-Qur`an berarti memberi cahaya bagi kehidupan manusia.
Alhamdulillah, di zaman yang serba materialistik ini, masih banyak anak-anak muda yang memilih jalan hidup menjadi guru mengaji. Salah satunya bernama Maswiyana. Pemuda kelahiran Cilacap, Jawa Tengah ini menjadi guru ngaji di Suku Dayak Punan, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur.
Maswiyana masuk Hidayatullah Cilacap tahun 1998 setelah lulus SD sampai 2005. Setelah lulus Aliyah (2009) masuk ke Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Hidayatullah Balikpapan. Lulus tahun 2009, ia kemudian ditugaskan membina masyarakat Suku Dayak Punan, yang terkenal dengan kebiasannya hidup di tengah-tengah hutan dan berpindah-pindah.
Mereka sebagian besar masih mengikuti agama nenek moyang yang disebut Kaharingan. Sebagian lainnya sudah masuk Islam dan tinggal menetap di perkampungan-perkampungan di tepi hutan.
Tantangan yang dihadapi Maswiyana selama bertugas di sana terutama karena karakter suku Dayak Punan yang sensitif dan cenderung liar. Sehingga harus melakukan pendekatan kepada kepala suku agar anak-anaknya diperbolehkan belajar mengaji. Biasanya pada musim nanam manunggal kegiatan mengaji diliburkan karena seluruh warga Dayak Punan pergi ke hutan untuk menanam padi.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Alhamdulillah, dengan pendekatan yang baik, dakwah Islam kini semakin berkembang dan jumlah muallaf semakin bertambah.