DIJAUHKAN dari sanak keluarga tak membuat iman Nur Chandra Yosefina luntur dan hilang.Sebaliknya bahkan semakin bertambah. Ia yakin bahwa setiap apa yang ditetapkan Allah Subhanahu Wata’ala itu baik untuknya. Semua Ia terima dengan lapang dada. [baca: Penjaga Akidah Muslimah dari Larantuka (bag 1)]
Tak berapa lama di Pulau Cendrawasih, ia pun dipersunting seorang pria kelahiran Padang.
Kisah pernikahan merekapun unik, dengan membawa pakaian ala kadarnya, seperangkat alat shalat dan sebuah mushaf al-Qur’an mereka menuju Kantor Urusan Agama(KUA) setempat untuk melangsungkan pernikahan.
Setelah menikah merekapun memutuskan untuk berangkat meninggalkan kota Cendrawasih menuju Pelabuhan Kota Kupang NTT. Walaupun dekat dengan kampung orangtua tapi tidak membuat Chandra merasa kwatir dan bimbang. Justru bertambah kuat dan tegar untuk mempertahankan keimanannya.
Saat keluarganya mengetahui ia berada di Kota Kupang merekapun sempat mengancamnya lewat keluarga yang ada di Kupang.
“Kalau saja kamu kembali ke Larantuka akan dibunuh oleh keluargamu, “ ujarnya menirukan salah seorang keluarganya kala itu.
Mendapat ancaman, tak membuatnya bergeser sedikitpun dari keyakinannya. Lama kelamaan keluarganyapun membiarkan saja karena mungkin itu sudah jalan hidup yang dianut sehingga tidak ada lagi paksaan baginya untuk masuk ke ajaran sebelumnya.
Hanya untuk Islam
Beberapa tahun di Kota Karang merekapun akhirnya memutuskan untuk kembali ke kampung halaman tepatnya di Larantuka Kabupaten Flores Timur. Di kota ini ia terpanggil untuk mengurus dakwah, sebagai seorang Muslimah.
“Dan hati sanubari ini berkata bahwa hidup ini untuk Islam maka seluruh sisa hidupnya hanya untuk dakwah Islam.”
Tak lama setelah itu ia membentuk sebuah majelis taklim yang diberi nama Badan Kontak Majlis Taklim Kab. Flotim (BKMT).Tujuan dibentuk BKMT ini adalah menghidupkan suasana pengajian, taklim dan tilawah al Qur’an dari rumah ke rumah dan dari masjid ke masjid yang ada di Larantuka, khusunya masjid dan tempat yang tidak pernah tersentuh oleh nilai-nilai dakwah.
Selanjutnya ia menghimpun ibu rumah tangga yang muallaf untuk dibina rutin setiap pekan.
Kini jumlah jama’ah BKMT mencapai 72 majelis taklim yang tersebar di pelosok Kabupaten Flores Timur.
Meski sudah tak ada halangan keluarga, menjalankan misi dakwah tidak semulus yang dibayangkan orang. Halangan dan rintangan selalu didapatnya.
Suatu hari, kiprahnya didengar seorang aktifis gereja. “Hai! Ibu Chandra, tidak usahlah engkau memakai jilbab toh juga semua orang tau kalau kamu itu orang Islam dan dunia juga tau kalau kamu itu muslimah yang baik.” Dengan nada yang sopan Chandra menimpalinya, “Kalau ibu melarang saya pakai jilbab, berarti Itu sama saja, saya juga boleh dong melarang ibu tidak boleh ke gereja, apa ibu mau tidak ke gereja?”
Dengan rasa malu akhirnya aktifis tersebut pergi meninggalkannya. Ada pula hujatan dan cacian. Bahkan untuk yang ini tidak hanya datang dari kalangan non Muslim, cobaan juga datang sendiri dari orang Islam.
“Wah, apa yang Anda cari sampai harus mati-matian untuk berdakwah kan kami sudah Islam jadi tidak usah lagi diajak-ajak untuk ikut majlis taklim,” ujarnya mengutip komentar orang yang mencemooh.
Menurutnya, semua cemohan ia terima dengan sabar,tabah dan tegar. Baginya, yang dilakukan saat ini masih jauh dari apa yang pernah dialami oleh Nabi dan Rasul. Baginya itu semua adalah nyanyian hidup yang harus ia terima.
Pernah ia diundang menghadiri sebuah acara yang diadakan oleh ibu-ibu pengajian Pulau Solor tepatnya di Kampung Lamakera. Kala aktu itu hujan angin dan arus gelombang yang begitu kencang tetap mereka lului demi mengajarkan satu bab ilmu dan ayat al Qur’an.
Pernah juga suatu ketika mereka menaiki truk muatan pasir untuk berdakwah dipelosok Kecamatan Wulan Gitan Kabupaten Flores Timur. Saat turun dari mobil tumpangan, semua wajah ibu-ibu majelis taklim berubah memakai “bedak” asli berupa debu pasir dari muatan truk.
Satu hal yang diinginkannya saat ini adalah mendirikan perpustkaan Islam di Kabupaten Flores Timur. Kenapa harus mendirikan perpustakaan?
“Karena minat baca orang Nagi (sebutan Kota Larantuka, red) terhadap buku masih rendah, jangankan baca buku pegang buku saja tidak pernah, bagaimana mau maju,” ujarnya kepada hidayatullah.com.
Selain itu, ia juga ingin mendirikan sebuah pondok pesantren. Karena dari tempat itu akan lahir para mujahid dan mujahidah dakwah.
Fatimah, seorang ibu rumah tangga yang aktif mengikuti pengajian yang selalu digelar oleh BKMT menuturkan, adanya Ibu Chandra, para ibu-ibu rumah tangga di Kabupaten Flores Timur merasa terbantu dalam mengenal ajaran Islam.Walupun ilmunya pas-pasan, paling tidak sedikit banyaknya ada yang didapatkan setelah mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh BKMT.
“Alhamdulillah kami bisa mengikuti pengajian ini, jika tidak maka kami bisa-bisa kembali kepada ajaran sebelumnya,” ujar Fatimah.
Sebelum memeluk ajaran Islam Fatimah menganut Katolik. Fatimah kini mengaku bahagia dan salut kepada Chandra.
“Karena dengan kehadirannya para muallaf dibina dengan baik dan rutin sehingga keislamannya tetap terjaga,” tutup wanita kelahiran Pulau Adonara Tengah itu.*/Usman Aidil Wandan, dari Larantuka Flores Timur NTT
Untuk dukung dakwah para dai nusantara bisa melalui rekening donasi Bank BSM: 733-30-3330-7 atau BNI 0254-5369-72 atau Bank Muamalat Indonesia 0002-5176-07 a/n Pos Dai atau Yayasan Dakwah Hidayatullah Pusat Jakarta