Hidayatullah.com– Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Prof Mohammad Nuh, mengungkapkan, banyak dari umat Islam yang sudah mengetahui potensi wakaf. Hanya saja realisasinya masih sangat minim.
Ia mencontohkan, jika umat Islam yang jumlahnya ratusan juta mengumpulkan uang setiap bulan Rp 50 ribu dikalikan 150 juta orang, maka ketemu angka triliunan rupiah.
“Itu hitung-hitungan di atas kertas. Tapi tugas dari BWI gimana caranya potensi itu bisa dikonversi menjadi kekuatan riil,” ujarnya kepada hidayatullah.com di sela-sela Raker BWI di Gedung Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (24/01/2018).
Nuh mengibaratkan, potensi wakaf bagi umat Islam seperti danau yang sangat besar, jutaan kubik airnya, tapi hanya sampai di situ saja. Padahal, sambungnya, kalau air danau itu dialirkan untuk memutar turbin, maka dapat menghasilkan listrik sekian watt yang bisa digunakan untuk penerangan, masak, kerja, dan segala macamnya.
Nuh menyampaikan, wakaf mempunyai empat fungsi. Pertama, fungsi transendensi, yakni orang yang berwakaf punya hubungan dengan Tuhan dalam rangka ibadah.
“Tapi tidak cukup dengan itu. Kalau kita bisa mengelola dengan baik, itu bisa menjadi mesin untuk mensejahterakan masyarakat. Dan esensinya itu. Harus mengembangkan agar nilainya tambah terus. Tidak mengkerut, habis nanti,” paparnya.
Ketiga, jelasnya, wakaf berfungsi untuk mengembangkan sistem dakwah.
Sedangkan keempat, lanjut Nuh, wakaf untuk meningkatkan harkat dan martabat sebagai umat dan bangsa.
“Tidak baik kalau modelnya minta-minta. Bangun masjid begini, bangun sekolah begini (mengadahkan tangan). Itu kalau sudah terbiasa, menjadi kultur umat, seakan-akan meminta-minta itu biasa. Padahal itu hina, enggak mulia,” ucapnya.
Karenanya, tegas Nuh, fokus program BWI ke depan akan memperluaskan cakupan wakif. Termasuk benda-benda wakafnya akan diragamkan, tidak melulu konvensional seperti makam, masjid, maupun pesantren.*