Hidayatullah.com–Dewan Pemerintahan Iraq Senin kemarin, menunjuk 25 menteri kabinet untuk mengelola negara.
Pengumuman itu disampaikan saat orang-orang yang berkabung memadati tempat-tempat suci Syiah di selatan Bagdad pada hari kedua prosesi pemakaman pemimpin mereka.
Menteri-menteri baru itu, sebagian besar dari mereka kurang dikenal, akan mengawasi pengelolaan harian departemen mereka. Karena tidak ada perdana menteri, kekuasaan penuh masih berada di tangan Gubernur AS, Paul Bremer, sampai suatu pemerintahan terpilih dibentuk.
Dewan Pemerintahan, yang dibentuk oleh Bremer pada Juli lalu dan terdiri atas para tokoh terkemuka Irak dari seluruh spektrum agama dan etnis, menunjuk Ibrahim Bahr al-Uloum, dari mayoritas Muslim Syiah, sebagai menteri perminyakan. Al-Uloum bertanggung jawab atas rehabilitasi industri minyak Iraq yang hancur akibat perang – satu-satunya sumber penghasilan ekspor penting bagi Bagdad.
Pejabat Partai Demokrat Kurdistan (KDP), Hoshyar Zebari, ditunjuk sebagai menteri luar negeri, mantan tokoh di pengasingan, Nouri Badran, menjadi menteri dalam negeri, dan Kamel al-Keylani sebagai menteri keuangan.
Seorang perempuan, Nisreen Brawi, menjadi menteri pekerjaan umum, dan Abdul Basit Turki diberi kepercayaan memegang jabatan baru, yaitu menteri negara bidang hak asasi manusia.
Kementerian pertahanan dan informasi dibubarkan oleh otoritas pimpinan AS yang mengelola Iraq sejak Saddam Hussein digulingkan April lalu. Proses Pemakaman
Para menteri itu akan dilantik setelah pemakaman Ayatollah Mohammed Baqer al-Hakim, Selasa ini. Al-Hakim adalah pemimpin Dewan Agung Revolusi Islam di Iraq (SCIRI) yang tewas bersama lebih dari 80 pengikutnya dalam serangan bom mobil di kota suci Najaf, Jumat lalu.
Ribuan orang yang berkabung membanjiri sebuah tempat suci di Kota Karbala saat peti jenazah yang membawa jasad Al-Hakim dibawa melewati jalan-jalan di belakang sebuah truk.
Gubernur Najaf mengatakan Minggu lalu, lebih dari lima tersangka telah ditahan atas serangan bom tersebut, semuanya memiliki kaitan dengan struktur kekuasaan Saddam Hussein.
Hakim menyerukan kerja sama dengan pemerintahan dukungan AS, dengan mengatakan hal itu merupakan cara terbaik untuk menjamin transisi mulus menuju demokrasi di Iraq, tempat 60 persen penduduknya adalah kaum Syiah. Namun para pemimpin Syiah mengungkapkan kemarahannya tentang apa yang mereka pandang sebagai kegagalan militer AS memberikan keamanan bagi rakyat Iraq.
”Tentara ini (AS) bertanggung jawab atas keamanan dan stabilitas di Iraq,” kata saudara Al-Hakim, Abdul Aziz al-Hakim, yang mewakili SCIRI di Dewan Pemerintahan.
”Mereka bertanggung jawab atas darah orang tak berdosa yang tercecer setiap hari di Najaf, Bagdad, Basra, dan Mosul, dan di seluruh Iraq.”
Fatwa Haram
Minggu lalu, sejumlah ulama Al-Azhar memfatwakan haram terhadap masyarakat Iraq yang mengikuti lembaga yang dibentuk Amerika Serikat (AS) itu.
Selain dianggap tidak syah, lembaga bentukan AS itu juga telah melanggar prinsip syariah. (rtr/sm)