Hidayatullah.com–Ucapan Presiden Chavez yang disampaikan juru bicaranya itu, sekaligus mengimbau Bush agar bersamaan dengan kunjungannya ke Venezuela pada 4 Juni mendatang, seharusnya diiringi dengan pengumuman penarikan tentara AS dari Iraq.
“Walaupun ia bukan seorang Katolik… ia tetap harus meminta maaf pada Tuhan di Vatikan … berlutut di depan Paus dan meminta maaf pada dunia, tidak hanya pada rakyat Iraq,” ujar Chavez pada sebuah konperensi pers, Jum’at lalu di Caracas.
Menurut berita yang dikutip dari kantor berita Reuters, pemimpin Venezuala tersebut tidak hanya mengritik tindak kekerasan yang dilakukan pasukan AS di Iraq, namun ia juga menyebutkan bahwa aksi pihak militan Iraq terhadap pasukan pendudukan AS, juga merupakan sebuah kebrutalan yang tidak manusiawi.
Komentar dari Chavez ini, menyambung dengan kritikan dari seorang pejabat senior Vatikan terhadap penyiksaan tahanan Iraq oleh tentara AS yang telah menjadi skandal internasional.
Dalam beberapa bulan terakhir, Chavez telah berulang kali mengutuk tindakan Bush yang berani bertaruh dengan perang di Irak. Ia menyebut Presiden AS tersebut “menyebalkan” (jerk) pada awal tahun ini. Namun pernyataan Chavez tersebut segera disanggah oleh Washington.
Perintah Tertulis
Sementara itu, sebuah majalah mingguan Jerman, Stern, menulis, pasukan AS di Afghanistan mendapat perintah dan izin tertulis untuk menggunakan ancaman, anjing, dan tembakan mortir dalam proses interogasi tahanan.
Menurut majalah itu, salah satu wartawannya di Afghanistan telah mendapatkan salinan dokumen berisi perintah dan petunjuk melakukan interogasi tersebut di markas militer AS di Afghanistan selatan.
Dalam dokumen itu juga disebutkan bahwa interogasi bisa dilakukan dengan menggunakan “sensor kebisingan”, yakni dengan suara sangat keras atau musik di ruangan tertutup sehingga memekakkan telinga. Proses interogasi juga boleh dilakukan dengan menempatkan tahanan di ruangan yang sangat dingin atau sangat panas dalam waktu yang sangat panjang sehingga melelahkan, ancaman akan dibawa ke penjara di Guantanamo Kuba, atau dikurangi waktu tidur mereka.
Dengan mengutip salah satu isi dalam dokumen itu, Stern menulis, “Para tahanan diberi waktu istirahat selama empat jam per hari… terserah bagaimana dan untuk apa mereka menggunakan waktu tersebut”.
Majalah itu juga menulis, perintah tertulis dalam dokumen itu jelas bertentangan dengan pernyataan Menhan AS Donald Rumsfeld kepada Senat AS beberapa waktu lalu bahwa tentara AS di Iraq dan Afghanistan diperintahkan untuk menghormati Konvensi Jenewa mengenai tahanan perang.
Menurut Stern, perlakuan terhadap tahanan sebagaimana disebutkan dalam dokumen itu jelas-jelas melanggar Konvensi Jenewa dan Konvensi Antipenyiksaan PBB.
Sebelumnya, Senin lalu, majalah AS New Yorker melaporkan bahwa Rumsfeld menyetujui operasi rahasia tentang cara melakukan interogasi di Iraq. Termasuk dengan menggunakan kekerasan fisik dan pelecehan untuk mendapatkan informasi intelijen. (gtr/mi/cha)