Senin, 31 Oktober 2005
Hidayatullah.com–Wanita dari dunia Islam banyak menghadiri konprensi selama tiga hari di Barcelona Wanita dari dunia Islam banyak menghadiri konprensi selama tiga hari di Barcelona Salah satu organisasi besar Muslim di Spanyol, Komisi Islam, mengakui perjuangan kaum feminisme.
Pengakuan ini muncul dalam konperensi pertama kongres internasional tentang Feminis Islam.
Mansur Escudero, sekretaris komisi Islam Spanyol mengatakan pemeluk Islam harus menghentikan kritikan terhadap gerakan feminisme sebagai gerakan untuk wanita Barat. Juru bicara salah seorang organisasi Muslim paling berpengaruh itu mengatakan feminisme adalah sah.
Pengakuan dari organisasi ini muncul dalam pertemuan unik yang melibatkan lebih dari tiga ratus lima puluh feminis Muslim.
Dalam pernyataan penutup, para delegasi sepakat bahwa Islam juga bebas bagi wanita dan dapat mencapai kesamaan gender.
Mereka juga menekankan umat Islam tidak boleh mencampuradukkan hukum yang mendeskriminasikan wanita dengan Islam yang sebenarnya.
Abdennur Prado, sekretaris dewan Islam Catalonia mengatakan perjuangan persamaan gender di negara negara Islam harus mencakup penyelesaian masalah penafsiran chauvinisme dalam ajaran Islam.
Untuk menerapkan hal ini, pegiat feminis Islam ingin agar wanita diterima dalam organisasi paling penting.
Mereka juga mengatakan feminis Barat perlu merangkul feminis Islam sebagai langkah alternatif mencapai persamaan gender.
Dalam kongres internasional di Barcelona, ketua persamaan gender PBB, Valentine Moghadam berjanji untuk mendukung feminisme Islam.
Sebagaimana diketahui, gerakan feminis lahir di Barat akibat respon dan reaksi terhadap situasi dan kondisi kehidupan masyarakat di sana. Penyebab utamanya adalah pandangan ‘sebelah-mata’ terhadap perempuan (misogyny).
Gerakan gender akhirnya berujung pada semangat perlawanan dan agenda emansipasi dengan alasan membebaskan wanita dari cenkraman pria. Mereka menganggap dunia hanya dikuasai laki-laki (male-dominated). Mereka beralasan, hanya dengan cara itu, perempuan dapat membebaskan dirinya dari segala bentuk eksploitasi dan subordinasi pria.
Sayangnya, gerakan ini juga mulai menjanggkiti umat Islam. Yang terjadi kemudian adalah sikap kecuriagaan terhadap Islam. Umumnya, para muslimah yang sudah terjangkit feminisme mengawali padandangan bersifat prasangka dan menuduh, seolah-olah doktrin-doktrin agama yang menindas dan membelenggu perempuan; seperti perintah berjilbab, poligami, dan lain sebagainya.
Yang lebih sembrono, mereka bahkan mencurigai ayat-ayat Al-Qur’an turun karena bias gender.
Ilmuwan Islam Dr. Lois Lamya al-Faruqi pernah mengatakan, gerakan feminis di lingkungan kebanyakan sekedar menjajakan gagasan-gagasan asing yang diimpor dari luar, yang belum tentu cocok dengan nilai-nilai Islam.
Selain itu, dalam buku "Membiarkan Berbeda" (Mizan, 1999), pengkritik paham feminisme, Dr. Ratna Megawangi, pernah mwnawarkan pandangan baru relasi gender bernada antitesa. Ratna menyadarkan para pihak bahwa sesungguhnya antara laki-laki dengan perempuan tidaklah bisa dipersama-ratakan.
Secara kodrati, genetika, psikis, dan fisik keduanya berbeda. Karenanya perbedaan itu haruslah dipelihara menjadi sebuah perbedaan yang harmoni. Perbedaan yang bisa diperlihatkan dalam pembawaan peran masing-masing yang saling melengkapi. (bbc/cha)