Hidayatullah.com–Mahkamah Konstitusi akhirnya mengikuti persetujuan parlemen melalui pemungutan suara untuk mengendurkan larangan berjilbab di kampus melanggar prinsip-prinsip sekuler konstitusi Turki.
Pemerintah Turki berargumentasi bahwa larangan berjilbab menghalangi banyak perempuan menikmati pendidikan.
Namun, kebanyakan kalangan sekuler bersikukuh menolak langkah yang mereka pandangan sebagai langkah menuju diperkenankannya Islam muncul lebih menonjol dalam kehidupan publik di Turki.
Larangan berjilbab tetap dipandang sebagai kalangan sebagai salah satu landasan negara sekuler tersebut.
Menolak reformasi
Kalangan kemapanan sekuler –yang mencakup militer, pengadilan dan perguruan tinggi– menentang reformasi terhadap larangan itu.
Partai AK, yang terpilih kembali tahun lalu dengan dukungan suara yang meyakinkan, 47%, menyatakan, berjilbab adalah masalah kebebasan pribadi dan relijius.
Fatwa, yang dikeluarkan panel 11 hakim, mungkin mempengaruhi hasil persidangan kasus lain. Beberapa tahun ini, pihak-pihak sekuler sedang berusaha agar partai AK yang berkuasa bisa dilarang karena kegiatan-kegiatan anti-sekuler.
Sebanyak 71 anggota partai, termasuk perdana menteri dan presiden, juga bisa dilarang menjadi anggota partai politik selama lima tahun.
Lawan-lawan pemerintah melihat partai ini pada dasarnya memusuhi sistem sekuler yang dibangun oleh pendiri Turki, Mustafa Kemal Attaturk pada tahun 1920an. Kalau mereka menang, maka Mahkamah Konstitusi akan melarang partai AK dan pemimpin-pemimpinnya termasuk presiden dan perdana menteri, berpolitik selama lima tahun. Dengan sap yang mengeras di ke dua pihak, krisis ini tampaknya akan semakin parah. [bbc/hidayatullah.com]
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/