Hidayatullah.com–Mesir menahan 39 anggota Ikhwanul Muslimin pada Senin di propinsi Kafr Syekh, Delta Nil, kata sumber keamanan. Yang ditahan termasuk tiga anggota kepemimpinan daerah, kata kelompok lawan tersebut di lamannya.
Polisi mengambil mereka dari apartemen, dengan tuduhan mengadakan pertemuan kelompok. Ikhwan menyatakan mereka dalam liburan, demikian diwartakan Reuters.
Kelompok Ikhwanul Muslimin termasuk organisasi yang dilarang sejak 1954. Ikhwan menjadi kelompok yang dianggap mengancam kekuasaan Presiden Hosni Mubarak, yang berkuasa sejak 1981.
Penahanan itu terjadi saat Mesir bersiap mengadakan Pemilihan umum pada Minggu di Iskandariyah dan Kafr Sheikh untuk empat kursi parlemen, yang kosong sejak 2005, ketika pemungutan suara ditunda sesudah terjadi tantangan hukum.
Sumber keamanan menyatakan yang ditahan itu sudah ikut berkampanye untuk calonnya. Beberapa dituduh menjadi anggota kelompok terlarang, sedangkan yang lain dituduh merencanakan pawai umum tanpa izin, kata sumber itu.
Ikhwanul Muslimin, adalah kelompok opisisi paling besar Mesir, merebut seperlima dari kursi di parlemen pada pemilihan umum 2005, yang diwarnai kekerasan.
Sebelumnya, pertengahan April, polisi juga menangkap 34 orang dalam tawuran di luar mahkamah tentara, yang akan memberi putusan atas perkara anggota kelompok itu.
Pejabat keamanan menyatakan polisi di luar pengadilan di Haikstep, timur laut Kairo, itu bentrok dengan keluarga 40 tersangka di pengadilan itu saat mereka memaksa masuk gedung tersebut, tempat persidangan dilakukan dengan kamera.
Selain itu, tiga wartawan, termasuk jurupotret Spanyol bagi lembaga EFE, ditangkap dan kemudian dibebaskan.
Kartu perekam kameranya disita, kata kepala biro Kairo EFE Javier Otazu kepada kantor berita Prancis AFP.
Ke-40 anggota Ikhwanul Muslimin itu diadili sejak April tahun lalu dengan tuduhan membiayai kelompok terlarang dan sering menunda putusan.
Terdakwa itu termasuk Khayrat Shater, orang ketiga di Ikhwan, yang bersama dengan pengusaha lain dikaitkan dengan kelompok itu dan hartanya dibekukan serta diserahkan ke pengadilan tentara pada Februari.
Pemerintah Mesir menuduh gerakan itu mencoba menghidupkan lagi sayap tentara bawah tanahnya dan pada ahirnya mencoba menumbangkan penguasa. Tidak ada hak banding terhadap putusan mahkamah tentara tersebut. [ant/hid/hidayatullah.com]