Hidayatullah.com–Pemerintah dan oposisi Australia, Kamis (29/10), bersatu mencela ajakan dari seorang legislator dan mantan menteri untuk berdebat masalah populasi Muslim yang terus meningkat di negara itu.
“Pemerintahan Rudd tidak sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Kevin Andrews, dan tidak yakin bahwa mereka bisa melakukan debat cerdas,” kata Menteri Imigrasi Chis Evans kepada Australian Associated Press.
“Sebagai seorang mantan Menteri Imigrasi, Andrews tahu bahwa program imigrasi Australia tidak mendiskriminasi berdasarkan ras atau agama.”
Andrews, seorang mantan menteri, membuat heboh setelah menyerukan agar dilakukan perdebatan guna membahas populasi Muslim di Australia yang terus bertambah.
“Memusatkan satu etnis atau satu kelompok dalam sebuah kantong area dalam waktu yang lama tidaklah baik,” kata anggota parlemen dari Partai Liberal kepada Radio Macquarie.
Muslim yang telah berada di Australia lebih dari 200 tahun, jumlahnya mencapai 1,5% dari total populasi 20 juta orang.
Di negara kangguru itu Islam menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen.
Pihak oposisi setuju dengan pemerintah, mereka mencela pernyataan anti-Muslim.
“Itu adalah sebuah pendapat yang cukup menghinakan,” kata pemimpin Partai Hijau Bob Brown.
Ia membandingkan pernyataan tersebut dengan kebijakan rasis dari pemimpin Satu Bangsa Pauline Hanson, yang telah lama mengkampanyekan anti-imigran.
“Sebuah sudut pandang yang cukup menjijikkan,” katanya lagi.
Partai Liberal sendiri berseberangan dengan pernyataan anti-Muslim yang dikeluarkan oleh Andrews, yang merupakan salah seorang anggotanya.
Greg Hunt, seorang tokoh Liberal, mengatakan bahwa pendekatan mereka adalah, “Buta warna, buta etnis, buta latar belakang, dan hanya memusatkan perhatian pada kemampuan mereka untuk memberikan sumbangsihnya.”
Setelah peristiwa 9/11 di Australia, kaum Muslim terus dihantui dengan kecurigaan, dan patriotisme mereka dipertanyakan.
Pada 2008, sebuah laporan pemerintah mengungkapkan bahwa Muslim menghadapi Islamophobia yang sangat parah dan mendapat perlakuan rasis yang belum pernah dialami sebelumnya. [di/iol/hidayatullah.com]