Hidayatullah.com– Uskup Willemstad mengakui bahwa Aldrico Amando Felida mengalami pelecehan seksual oleh seorang pastor. Untuk itu, atas nama gereja Katolik, dia minta maaf di tahun 2008 – 32 tahun setelah kejadian. Dalam surat yang sekarang dipublikasi RNW, uskup menyatakan penyesalannya.
Namun, Monsinyur Luis Secco tidak mau tahu detil si pelaku atau korban. “Mengapa saya harus mengusik-usik sesuatu yang terjadi di masa lampau?” Ya, karena hal-hal tersebut merusak hidup saya, demikian jawab Felida (47 tahun).
Felida berusia 14 tahun ketika Pater Fabias melecehkannya di sebuah paroki kecil di Jan Doret, Curaçao. “Sekali waktu, saya harus tidur di kamar si pastor. Dia berbaring di sebelah saya, mengambil tangan saya dan meletakkannya di atas penisnya. Jantung saya berhenti berdetak.”
Tidak Boleh
Nasib Felida sial sebagai misdinar (pemuda pembantu pastor, red) tertua di desa. Ketika mereka berlatih untuk ambil bagian dalam sebuah prosesi, Fabis mengundang mereka semua untuk menginap. Terjadi kontak mata dan Felida diharuskan tinggal di kamar si pastor untuk melakukan ‘latihan tambahan’.
Walaupun waktu itu dia tidak mengerti soal seks, tapi si misdinar muda tahu ada yang tidak beres. “Kamu merasa hal itu tidak boleh, tapi kemana kamu harus mengadu? Siapa yang bakal percaya? Kamu cuma bisa membiarkan itu terjadi dan berharap hal itu segera berlalu.”
Orang tua Felida yang sudah diperingati saudaranya karena kakinya pernah dielus si pastor, datang menjemput Felida malam itu juga. Dia tidak tahu apakah mereka mengajukan keluhan kepada otoritas gereja. Namun tak lama setelah itu, si pastor pindah tugas. “Orang bilang, uskup mengirimnya ke Kolombia.”
Pastor Impor
Kejadian tersebut terjadi tahun 1976. Curaçao kekurangan imam gereja dan Pater Fabias adalah salah satu dari banyak pastor yang didatangkan dari Amerika Latin. “Orang-orang di desa tahu dia aneh, ” kata Felida. “Tapi mereka memandang para pastor sebagai wakil Tuhan di bumi. Pastor selalu benar.”
Walaupun punya pengalaman mengerikan, Felida tetap relijius. Lebih 80 persen populasi Curaçao beragama Katolik dan gereja berperan penting dalam seluruh aspek kehidupan pulau tersebut.
Dia ingat sebuah kebaktian yang dipimpin Pater Fabias tidak lama setelah pelecehan terjadi. Pastor mengatakan kepada jemaat bahwa pemuda desa tidak lagi melayani gereja dan mereka mengikuti jalan setan. “Saya pikir, saya harus membela diri dan mengatakan itu tidak benar. Tapi saya tahu, tidak ada yang akan percaya.”
Menghilang
Di Curaçao, cerita-cerita tentang pastor yang ‘menghilang’ setelah melecehkan anak-anak sudah beredar selama beberapa dekade. Politikus Stanley Brown, mantan pimpinan oposisi atas pemerintahan kolonial Belanda tahun 1969, membuat daftar kasus-kasus tersebut.
Dia menjelaskan kasus-kasus pelecehan ini sudah jadi rahasia umum. “Orang banyak tahu, para pastor yang bermasalah dengan anak-anak atau remaja bisa kabur dari pulau. Mereka dipindahkan, tapi tidak dihukum. Mereka sudah berada di pesawat ketika penyidikan baru akan dimulai.”
Brown tahu kisah Felida dan Pater Fabias, taip menolak memberi nama lain. Dia mengatakan keuskupan Willemstad juga ikut bersalah dalam kasus pelecehan ini.” Tiket pesawat mereka kan dibayari gereja.”
Felida berangkat ke Belanda 12 bulan setelah pelecehan terjadi. Di tahun 1990-an dia kembali untuk membawakan acara televisi bagi orang muda, tentang hal-hal tabu seperti seks pranikah dan korupsi.
Tapi toh Felida tidak menyinggung masalah pelecehan seksual di gereja. “Saya tidak bisa menemukan orang yang mau bicara soal itu.” Setelah 7 tahun, dia kembali ke Belanda. Tapi Felida tetap dihantui kasus pelecehan yang dialaminya dan menuliskan soal itu dalam buku harian yang dimilikinya sejak berusia 15 tahun.
“Saya bingung dengan seksualitas saya. Apa saya waktu itu seorang homoseksual? Apa memang saya yang mengundang untuk dilecehkan? Pertanyaan-pertanyaan itu tidak pernah hilang. Bahkan setelah putra saya lahir. Saya katakan pada diri saya sendiri, saya harus bilang sama dia siapa saya. Tapi bagaimana bisa jika saya belum mampu menutup bab ini?”
Menghadapi Masa Lalu
Setelah bertahun-tahun mengalami depresi berat hingga hampir membuat Felida bunuh diri, akhirnya dia memutuskan untuk menghadapi masa lalunya. Dia kembali ke Curaçao untuk melacak pastor yang diam-diam kabur 32 tahun lalu.
“Saya bisa memaafkan dia, tapi saya ingin mengatakan langsung apa yang sudah dia lakukan pada saya.” Felida kembali ke gereja dimana dia pernah menjadi misdinar. Dia bicara dengan Pater Amado Römer yang menggantikan Fabias sebagai pastor paroki di Jan Doret.
Pater Römer menunjukkan kamar tempat pelecehan terjadi. Dia mengatakan, uskup waktu itu Willem Ellis (1926-2003), tahu soal apa yang terjadi dan Pater Fabias bersalah atas pelecehan yang terjadi Kolombia dan bahkan di Curaçao, sebelum dipindahkan ke Jan Doret.
Pelecehan Jalan Terus
Hingga kematiannya bulan April 2010, Pater Römer tetap jadi tokoh agama yang kontroversial namun populer di Curaçao. Felida menuturkan Pater Römer mengatakan padanya banyak kasus pelecehan yang juga melibatkan pastor-pastor lain, setelah Felida pergi.
Felida juga mengatakan Pater Römer punya daftar para pelaku pelecehan. “Tapi saya bisa mengerti, dia terbelenggu. Orang yang paling bersalah, Monsinyur Ellis, sudah meninggal.” Setelah pertemuannya dengan Pater Römer, Felida berkeras menemui uskup Willemstad, Monsinyur Secco dalam sebuah audiensi.
Setelah mengajukan permintaan berkali-kali, akhirnya Secco bisa menerima kedatangan Mr Felida dan membuat surat permintaan maaf. “Ketika saya bertemu dengan Monsinyur Secco, hal pertama yang paling berkesan adalah, ia tampak takut. Karena, setelah menerima informasi dari Pater Römer, ia tidak bisa lagi mengatakan, tidak tahu menahu.” Namun, ketika Radio Nederland Wereldomroep [RNW] bertanya pada Uskup Secco mengenai pelecehan terhadap Aldrico Felida, ia kembali menyatakan tidak tahu mengenai kasus tersebut.
Bukan Hakim
Uskup Secco menyatakan pada RNW,ia tidak meragukan cerita Mr Felida. Ia menambahkan, baru mengetahui adanya kasus ini pada tahun 2008. Ketika ia mengambilalih kepemimpinan keuskupan dari pendahulunya, tidak ada informasi mengenai kasus pelecehan apa pun, katanya pada RNW.
Menurut Uskup Secco, pada tahun 1970-an, tidak pernah ada catatan mengenai pelecehan seksual di Curaçao. Dan sekarang pun, ia menganggap tidak perlu menyelidiki lebih lanjut. Walaupun, ada kemungkinan, setelah dipindahkan, Pater Fabias kembali akan bekerja membimbing anak-anak. “Saya bukan polisi, bukan ahli hukum, dan bukan hakim,” katanya. [rnw/hidayatullah.com]