Hidayatullah.com–Sekelompok pemimpin agama Yahudi paling berpengaruh di Israel Selasa (7/12), menerbitkan Halachic (Undang-undang tradisional Yahudi) dimana melarang orang Yahudi menjual atau menyewakan rumah pada kaum gentile (kaum Non-Yahudi, kafir, red)
Sebagaimana dikutip Xinhua, Yahudi menekankan soal kemurnian keturunan. Larangan itu disebabkan tinggal di dekat orang Non-Yahudi mengarah ke perkawinan yang dilarang hukum Yahudi, serta menurunkan nilai properti.
Gaya hidup yang berbeda dari orang non-Yahudi” ‘bisa membahayakan kehidupan, para rabbi, demikian tulis surat kabar The Jerusalem Post.
Masalah ini mendapat tanggapan polikus dan anggota Knesset Nitzan Horowitz. Menurut Horowitz, usulan peraturan ini terburuk dari rasisme, yang berasal dari rabi yang dibayar oleh Negara, ujarnya dikutip Jerusalem Post.
“Yang mereka lakukan adalah mendorong kebencian dan menghancurkan demokrasi Israel,” kata Horowitz.
Selain itu, penetapan hukum ini juga ditentang warga Yahudi lain. Asosiasi untuk Hak-hak Sipil di Israel (ACRI) meminta Perdana Menteri Benjamin Netanyahu secara tegas mengecam para rabbi tersebut.
“Rabi Kota adalah pekerja negara, dan karena itu mereka harus setia kepada seluruh masyarakat,” ujar juru bicara ACRI Nirit Moscovitch. Menurutnya, pekerja pemerintah tidak dapat mengambil keuntungan dengan cara mempromosikan hasutan.
Sementara itu, seorang Yahudi-Arab, Tay’yush mengeluarkan sebuah pernyataan hari Selasa dengan mengatakan, “Kami tidak akan berdiri diam dalam menghadapi rasisme seperti itu!”. Kelompok ini mengatakan akan berencana untuk demonstrasi menentang keputusan rabbi Yahudi di Yerusalem ini.
Fasisme
Sebagaimana diketahui, populasi warga Arab-Israel yang berjumlah 20 persen dari seluruh populasi warga Israel. Menurut mereka rancangan itu provokatif dan rasis.
Sebelum ini, Kabinet Israel juga telah menyetujui sebuah rancangan undang-undang yang mewajibkan semua warga non-Yahudi bersumpah setia kepada Israel sebagai sebuah ‘negara Yahudi dan demokrasi’.
Langkah itu telah menyebabkan tuduhan diskriminasi terhadap warga Israel keturunan Arab. Salah seorang anggota kabinet Israel yang berbeda pendapat menyebut rancangan itu ‘berbau fasis’.
Rancangan undang-undang itu pertama kali diusulkan oleh menteri luar negeri Israel yang berasal dari partai kanan, Avigdor Lieberman. Ia menjadikan isu kesetiaan pada negara sebagai cirikhas dari karir politiknya. Usulnya itu kemudian diterima oleh mayoritas anggota kabinet kecuali yang berasal dari Partai Buruh yang merupakan oposisi.
Sumpah setia akan diwajibkan kepada orang selain Yahudi yang ingin menjadi warga negara Israel, terutama bagi orang Palestina yang berasal dari Tepi Barat yang menikahi perempuan palestina yang telah menjadi warga negara Israel.
Meski harus mendapat pesetujuan dari dari Knesset, lembaga legislatif Israel, sebelum ditetapkan menjadi hukum, rancangan itu telah ditentang oleh warga Arab-Israel dari seluruh populasi negara itu. Menurut mereka rancangan itu provokatif dan rasis. [Xinhua/in/cha/hidayatullah.com]