Hidayatullah.com–Raja Yordania Abdullah II, Rabu (2/2), menyerah pada tekanan publik dan membubarkan pemerintahannya. Ia bahkan menugaskan seorang perdana menteri baru untuk mencari lebih banyak peluang ekonomi dan memberikan warga Yordania lebih banyak kebebasan politik.
Kelompok oposisi Yordania yang sejak awal demonstrasi yang terinspirasi oleh kejadian di Mesir dan Tunisia menginginkan pemecatan Perdana Menteri Samir Rifai mengatakan, apa yang dilakukan Raja Abdullah belum cukup.
Rifai yang dituding bertanggung jawab atas kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan makanan serta lambatnya reformasi politik di Yordania mengajukan permohonan pengunduran diri, Selasa (1/2), kepada Raja Abdullah. Abdullah langsung menerimanya.
Abdullah kemudian menujuk Marouf al-Bakhit sebagai pengganti Rifai. Al-Bakhit, pensiunan jenderal yang mendukung pembentukan hubungan diplomatik yang lebih erat antara Yordania dengan Amerika Serikat (AS) serta mengadakan perundingan damai dengan Israel, sebelumnya menjabat sebagai Perdana Menteri Yordania 2005-2007.
Abdullah memerintahkan Al-Bakhit untuk mengambil langkah-langkah cepat untuk memastikan terjadi reformasi politik yang mencerminkan visi modernisasi dan pembangunan di Yordania.
Namun, penunjukkan Al-Bakhit mendapatkan perlawanan dari kelompok oposisi Persaudaraan Muslim yang menyebut keputusan Abdullah itu sekadar kosmetik. “Kami menolak perdana menteri yang baru dan akan terus melakukan demonstrasi hingga permintaan kami dipenuhi,” tegas Hamza Mansour, pemimpin Front Aksi Islam, sayap politik Persaudaraan Muslim.
Mansour kembali menekankan desakan untuk dilakukan amandemen konstitusi untuk memangkas wewenang raja yang berhak menunjuk perdana menteri. Menurutnya, perdana menteri seharusnya dijabat oleh pemimpin partai mayoritas di parlemen. Konstitus Yordania memberi wewenang kepada raja untuk memilih perdana menteri, membubarkan parlemen, dan mengeluarkan dekrit.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Berbeda dengan Mesir, kami tidak menginginkan perubahan rezim di Yordania. Kami mengakui kekuasaan Hashemites di Yordania,” ujar Mansour mengacu pada keluarga kerajaan Yordania. “Namun, kami menginginkan sebuah reformasi politik.” *