Hidayatullah.com–Perpecahan muncul diantara sekutu-sekutu Eropa seputar dukungan bagi koalisi pimpinan Amerika dalam melaksanakan serangan udara dan misil terhadap Libya guna memberlakukan zona larangan terbang PBB.
Persekutuan NATO bertemu di Brussels Senin untuk membahas kemungkinan mengambil alih komando dari operasi zona larangan terbang itu setelah ke 28 anggota persekutuan itu gagal mencapai konsensus sehari sebelumnya.
Perdana Menteri Turki, yang merupakan anggota NATO, mengatakan Senin bahwa Ankara telah menuntut beberapa kondisi kalau persekutuan itu ikut serta dalam tindakan militer.
Berbicara dalam kunjungan ke Arab Saudi, Recep Tayyip Erdogan mengatakan operasi NATO tidak boleh berubah menjadi pendudukan. Ia mengatakan NATO harus menjamin bahwa “Libya tetap diperuntukkan bagi rakyat Libya,” dan sumber daya alam dan kekayaan negara itu tidak didistribusikan kepada negara-negara lain.
Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin secara keras mengecam zona larangan terbang Senin, namun Presiden Dmitry Medvedev kemudian mengecam balik pernyataan perdana menterinya dan disebutnya sebagai “sesuatu yang tidak bisa diterima.”
Pemimpin Agung Iran Ayatollah Ali Khamenei mengecam tindakan militer pimpinan Amerika itu dan menuduh koalisi Barat berusaha menduduki Libya guna memantau apa yang disebutnya adalah revolusi Islam di Mesir dan Tunisia.
Dalam pidato memperingati tahun baru Persia, Ayatollah Khamenei juga mengecam perlakuan pemerintah Libya terhadap rakyatnya.
Jerman Menolak
Sebelumnya, Kepala Komando Amerika di Afrika mengatakan pesawat terbang koalisi melakukan patroli di udara Libya selama siang hari, dan tujuh negara ikut serta bersama dengan Amerika.
Berbicara dari markas besarnya di Jerman, Jenderal Carter Ham mengatakan negara-negara lainnya termasuk Belgia, Inggris, Kanada, Denmark, Prancis, Italia dan Spanyol. Ia mengatakan fokus dari misi kini bergeser pada perluasan zona larangan terbang dari Libya timur ke Tripoli di barat.
Jenderal Ham mengatakan pasukan Amerika dan Inggris juga menembakkan 12 misil Tomahawk dalam 24 jam terakhir ke sasaran militer Libya. Ia mengatakan sasaran dari serangan udara dan misil ini adalah untuk melindungi rakyat Libya dari serangan pasukan Gaddafi, bukan untuk mentargetkan pemimpin Libya itu.
Panglima Amerika itu juga mengatakan koalisi tidak punya mandat untuk memberi dukungan langsung kepada pembrontak Libya yang mulai pembrontakan yang ditujukan untuk mengakhiri kekuasaan Gaddafi yang sudah berlangsung 42 tahun.
Ratusan pembrontak Libya yang berbasis di Benghazi melancarkan sebuah ofensif balik Senin, bergerak sepanjang pesisir dan merebut kembali pelabuhan minyak Zwitinia. Pasukan yang tidak terorganisir rapih ini kemudiam menuju Ajdabiya, yang direbut pasukan pro Gaddafi minggu lalu. Tetapi pembrontak dihujani tembakan oleh pasukan pembrontak dan terpaksa mundur.
Di barat, penduduk Misrata mengatakan tank-tank dan penembak jitu pemerintah mengurung kota yang dikuasai pembrontak dan menembak pemrotes Senin, menewaskan paling sedikit 9 orang dan melukai lebih dari 50 lainnya.
Sementara itu, Jerman selaku anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB setuju atas pelarangan penggunaan wilayah udara, namun menolak serangan militer terhadap Libya.
Pernyataan itu secara tegas disampaikan menteri luar negeri Jerman Guido Westerwelle kepada Guardian. Menurutnya, negerinya menentang intervensi militer asing terhadap Libya karena dapat menimbulkan konsekwensi besar bagi Dunia Arab.
“Jerman sangat bersahabat dengan negara-negara Eropa. Tetapi kami tidak akan ambil bagian dalam operasi militer dan saya tidak akan mengirimkan pasukan ke Libya.”
Westerwelle katakan, masih ada opsi lain melawan Libya. Di antaranya adalah tekanan politik dan isolasi internasional.*
Foto: Seorang aktivis Rusia melakukan unjuk rasa di depan kantor perwakilan NATO di Moskow (19/3) menentang campur tangan NATO di Libya/voa