Hidayatullah.com–Seorang pria bersenjata yang melakukan serangan ke Istana Topkapi di Istanbul, Turki, hari Rabu pekan lalu, menurut keterangan ayahnya mengidap gangguan jiwa dan memiliki catatan kriminal.
Pria yang kemudian diketahui identitasnya sebagai Samir Salem Ali Elmadhavri, melukai seorang tentara dan satpam sesaat setelah ia memasuki halaman Istana Topkapi. Sebelum akhirnya tewas ditembak polisi, Samir terlibat baku tembak dengan aparat keamanan selama lebih dari satu jam. Baca berita sebelumnya: Topkapi Dibuka Kembali setelah Insiden Penembakan.
Dilansir oleh kantor berita Cihan (05/12/2011), tiga hari setelah kejadian ayah Samir yang berusia 72 tahun, Salim Elmadhavri, beserta saudara laki-lakinya Muhammad Elmadhavri didatangkan dari Libya ke Turki guna membantu penyelidikan polisi.
Salim Elmadhavri mengatakan bahwa putranya tersebut menderita gangguan mental sejak kanak-kanak dan secara bertahap semakin memburuk sejak tahun 2009.
Dalam kurun tujuh bulan terakhir kondisinya semakin parah dan keluarga telah berupaya mengobatinya berkali-kali.
Samir memiliki sebuah catatan kriminal, saat di Swedia tahun 2009 telanjang di tempat umum lalu ditangkap polisi. Akibatnya, Salim didenda dan diperintahkan menjalani perawatan pskologis selama tiga bulan. Setelah keluar dari rumah sakit ia kembali ke Libya.
Ayah Samir baru mengetahui keberadaan anaknya di Turki pada hari kejadian. Sebelumnya ia mengira Samir berada di Libya bersama istri dan tiga anaknya.
Salim Elmadhavri tidak yakin perbuatan putranya itu sengaja direncanakan sebagai protes terhadap Turki. Ia yakin hal itu terjadi semata karena gangguan mental yang diderita Samir.
Setelah kejadian, Salim langsung mendatangi Kedutaan Turki di Benghazi dan meminta maaf atas perbuatan anaknya.
“Para pejabat (di kedutaan) baik kepada saya. Saya ingin agar mayatnya dikembalikan ke Libya … Kami memohon maaf ribuan kali kepada negara Turki dan bangsa Turki. Keadaan mentalnya tidak begitu baik. Jangan anggap ini sebagai serangan terhadap Turki,” kata Salim perihal aksi nekat yang dilakukan putranya, Samir.
Orang-orang sempat mengira serangan itu dilakukan sebagai aksi balas dendam atas sikap Turki, terkait ketegangan politik yang terjadi antara rakyat dan pemerintah Suriah. Oleh karena, saat kejadian Samir sempat mengaku bahwa dirinya berasal dari Suriah.*