Hidayatullah.com—Maraknya kasus pelecehan di kalangan gereja akhirnya dijawab pihak Katolik dengan lahirnya pusat pengaduan. Hari Kamis (09/02/2012), Gereja Katolik meluncurkan pusat internet internasional melawan pedofilia pada penutupan pertemuan puncak empat hari di Vatikan guna mengakhiri perbuatan dan penyembunyian aksi pelecehan bertahun-tahun.
“Pusat Perlindungan Anak Berbasis Internet” (Centre for Child Protection) berkantor pusat di Jerman, dengan mitra di Argentina, Ekuador, Ghana, India, Indonesia, Italia dan Kenya, ingin bersama-sama mencari cara untuk mencegah terjadinya kembali kasus penyalahgunaan yang berhubungan dengan gereja.
Pusat “hanya sebagian dari langkah pembaharuan gereja,” kata Kardinal Reinhard Marx, Uskup Agung Munich, dikutip RNW.
Kerjasama Polisi
Tak hanya itu, Vatikan juga ikut memecahkan kasus pelecehan seksual yang telah lama menerpa para petinggi agama di beberapa Negara dengan bekerjasama dengan pihak kepolisian
Solusi tersebut terakumulasi oleh kebijakan yang diambil oleh Paus Benediktus XVI untuk menyerahkan semuanya kepada kepolisisan. Paus juga memerintahkan untuk melakukan penyelidikan menyeluruh disemua sektor dan level gereja.
Kebijakan Paus ini tentu menjadi sebuah pesan tersendiri untuk seluruh petinggi gereja mengenai bagaimana cara mereka menangani kasus pelecehan seksual. Terutama tudingan bahwa Vatikan merahasiakan serta meminta semua yang terlibat tak berkata apa-apa mengenai skandal tersebut.
Pelecehan seksual di kalangan Katolik ini juga dituding sebagai penyebab eksodus umat di beberapa negara Eropa. Termasuk Jerman, negara asal Paus Benediktus XVI. Sri Paus saat ini berusaha memulihkan kembali citra yang tercoreng.
Pemimpin doktrin Vatikan, Kardinal William Levada menyatakan, pelaku pelecehan seksual di gereja akan menghadapi tuntutan hukum sekuler dan hukum yang diterapkan gereja. Terhadap masalah dan tindakan petinggi gereja yang mencoreng citra gereja dan agama, langkah yang diambil memang tepat untuk menyerahkannya kepada kepolisian.
Namun kedepannya setiap badan gereja memang harus selektif dalam mengakomodir terhadap siapa saja yang meyakini keterpanggilan di dalam melayani jemaat. Agar kejadian memalukan seperti ini tidak terulang dimasa yang akan datang.*