Hidayatullah.com–Majalah asal Amerika Serikat, Science, meminta maaf kepada Universitas Raja Abdulaziz karena menampilkan sebuah artikel yang menuduh universitas Saudi itu sengaja menyewa peneliti paruh waktu hanya sekedar untuk meningkatkan ranking internasionalnya.
Permintaan maaf tersebut, lansir Arab News Senin (05/03/2012) dari harian Al-Madinah, dipublikasikan setelah wakil rektor untuk urusan studi dan penelitian ilmiah pascasarjana Adnan Zahid menulis surat ke majalah Sciene, yang isinya memprotes tudingan yang dilakukan oleh penulis Yudhiji Battacharjee dalam artikelnya.
Dalam surat permintaan maafnya, Science memuji upaya universitas untuk mengambil manfaat dari para ilmuwan. Science juga mengakui bahwa judul artikel yang dimuatnya memberikan kesan yang salah tentang program dari Universitas Raja Abdulaziz, yang berupaya menggalakkan penelitian di Saudi dengan mendatangkan ilmuwan-ilmuwan asing.
Science juga mengakui upaya dan kebijakan transparan dari pihak universitas dalam investasi untuk masa depan negara Saudi, dengan mengatakan investasi berupa mendatangkan para ilmuwan asing tersebut sebagai upaya yang sehat dan benar secara moral.
Menanggapi artikel asli yang dimuat Science, pihak universitas mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa pihaknya mendirikan unit khusus dengan tujuan yang sah menarik minat para ilmuwan terbaik. Tidak ada kontrak yang ditandatangani ilmuwan manapun sebelum orang itu datang ke kampus Universitas Raja Abdulaziz dan mereka bahkan dibina oleh pejabat dan peneliti-peneliti senior di universitas itu.
Dikatakan pula bahwa jumlah peneliti berkualitas dunia berjumlah sekitar 10.000, dan persaingan untuk menggaet mereka sangat sengit.
“Persaingan ini lahir dari hasrat untuk membangun kemampuan penelitian dan ilmiah, bukan berasal dari hasrat untuk memperoleh materi. Konsekuensinya, Universitas Raja Abdulaziz membuat upaya serius guna menarik peneliti-peneliti semacam itu dengan kerja paruh waktu, sehingga memungkinkan mereka untuk mengunjungi universitas secara periodik,” tulis pernyataan itu.
Dalam pernyataannya, Universitas Raja Abdulaziz menyinggung tindakan serupa yang dilakukan oleh universitas-universitas terkemuka dan bahkan sejumlah negara tertentu.
“Amerika Serikat membawa Albert Einstein ke Amerika dengan tawaran gaji yang tinggi. Di tahun 60-an dan 70-an, negara itu mendatangkan banyak ilmuwan terkemuka dan bahkan hingga sekarang, ilmuwan-ilmuwan papan atas kerap mendapatkan tawaran dari sekolah-sekolah elit di sana. Apakah itu Harvard, Princeton, Chicago, Stanford atau yang lainnya. Semuanya melakukan hal yang sama dalam mendatangkan orang-orang (ilmuwan) itu dari seluruh dunia berdasarkan sistem kerja paruh waktu,” papar Universitas Raja Abdulaziz.*