Hidayatullah.com–Penduduk desa dekat lokasi pembantaian 16 warga sipil Afghanistan, 9 di antaranya anak-anak, oleh seorang prajurit Amerika Serikat mengatakan bahwa aksi pembunuhan itu merupakan tindakan balas dendam atas ledakan bom yang dialami pasukan AS beberapa hari sebelumnya.
Kepada pejabat pemerintah Afghanistan dan juga Associated Press, penduduk desa mengatakan bahwa pasukan Amerika membariskan para pria desa Mukhoyan di sepanjang dinding, setelah terjadi ledakan bom pada 7 atau 8 Maret lalu, dan mengatakan bahwa mereka akan membayar akibat atas serangan bom itu.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pengacara untuk Robert Bales, pelaku penembakan berpangkat staff sergeant angkatan darat AS, mengatakan bahwa kliennya marah, karena salah seorang temannya kehilangan kaki akibat serangan bom pada 9 Maret lalu.
Tidak jelas apakah bom yang dimaksud John Henry Browne, pengacara Bales, adalah bom yang sama yang dimaksudkan penduduk desa.
Setelah pertemuan di penjara militer di Fort Leavenworth, Kansas, Browne menceritakan bahwa Bales berkata kepadanya sebuah bom di jalanan meledakkan kaki salah satu temannya dua hari sebelum penembakan terjadi, lansir Associated Press (20/03/2012).
“Insiden penembakan itu dan segala kemungkinan yang memicunya atau mungkin berhubungan dengannya akan diselidiki,” kata Letkol Jimmie Cummings, seorang jurubicara angkatan bersenjata AS di Afghanistan, Selasa (20/03/2012). Ia tidak mau berkomentar tentang kemungkinan bahwa tindakan itu adalah aksi balas dendam.
Robert Bales, 38, diduga meninggalkan pangkalan AS di distrik Panjwai di Provinsi kandahar, lalu memasuki rumah-rumah penduduk dan menewaskan 9 anak-anak, 4 pria dan 3 wanita sebelum petang pada tanggal 11 Maret 2012 di desa Balandi dan Alkozai. Sementara desa Mukhoyan berjarak sekitar 500 meter dari pangkalan militer AS ke arah timur.
Namun, tim penyelidik yang dibentuk oleh Presiden Hamid Karzai tidak percaya bahwa seorang prajurit asing (AS) begitu saja meninggalkan markasnya pergi seorang diri menuju dua desa, lalu melakukan pembantaian dan membakar sebagian para korbannya.
Sementara itu militer AS bersikeras, meskipun pemeriksaan masih terus berlangsung, semuanya menunjuk kepada satu orang pelaku penembakan.
Militer AS tidak mengeluarkan informasi tentang kejadian seperti ledakan bom di pinggir jalan itu, jika tidak ada anggota pasukan koalisi asing yang terbunuh. Oleh karena itu, sulit untuk mengkonfirmasi berita dari para saksi, tulis Associated Press (AP).
Namun Ghulam Rasul, seorang pemimpin suku dari distrik Panjwai, menceritakan kejadian 16 Maret itu saat bertemu Presiden Karzai di Kabul.
“Setelah kejadian (ledakan bom di jalanan), mereka mengambil rongsokan tank mereka yang hancur dan orang-orangnya yang terluka dari daerah itu,” kata Rasul.
“Setelah itu, mereka datang kembali ke desa yang terdekat dekat lokasi ledakan,” lanjut Rasul.
“Tentara menyuruh semua orang untuk keluar dari rumah-rumah mereka dan dari masjid.”
“Seorang tentara Amerika mengatakan kepada penduduk desa, ‘Sebuah bom meledakkan kendaraan kami .. Kami akan membalas dendam atas kejadian ini dengan membunuh sedikitnya 20 orang dari kalian,” kata Rasul.
“Itulah alasan mengapa kami mengatakan bahwa mereka membalas dendam dengan membunuh perempuan dan anak-anak di desa-desa,” jelasnya.
Naik Muhammad, penduduk yang tinggal di Mukhoyan, kepada AP mengatakan bahwa ia sedang berada di dalam rumah saat terdengar ledakan pada 8 Maret lalu.
“Awalnya saya pikir itu serangan udara,” kata Muhammad.
“Setelah beberapa saat kemudian, saya keluar dan bicara dengan tetangga. Dia bilang pada saya ada ledakan di pasukan NATO,” paparnya.
Muhammad mengatakan, saat mereka berdua membicarakan kejadian itu, dua anggota tentara Afghanistan mendekatinya dan memerintahkan mereka untuk ikut berbaris di dinding bersama warga desa lainnya.
“Salah seorang warga desa bertanya apa yang terjadi,” katanya.
“Tentara Afghanistan itu berkata, ‘Diam dan berdiri di sana.’,” imbuhnya.
Muhammad mengatakan, seorang tentara Amerika Serikat yang berbicara lewat seorang penerjemah berkata, “Saya tahu kalian semua terlibat dan mendukung pemberontak. Jadi sekarang, kalian akan membayarnya. Kalian dan anak-anak kalian akan menanggung akibatnya.”
Tetangga Muhammad sesama warga Mukhoyan, Bakht Muhammad dan Ahmad Shah Khan, memberikan kesaksian yang sama.
“Mereka kelihatan akan menembak kami, saya sangat takut,” kata Khan. “Kemudian seorang serdadu NATO mengatakan lewat penerjemahnya bahwa bahkan anak-anak kami akan menanggung akibatnya.”
“Sekarang, mereka telah melakukannya dan membalas dendam mereka,” kata Khan lagi.
Beberapa pejabat Afghanistan, termasuk anggota parlemen Kandahar Abdul Rahim Ayyubi, mengatakan bahwa warga kedua desa yang diserang membeberkan cerita yang sama.
Setelah mendatangi lokasi kejadian dan mendengarkan kesaksian para warga, salah satu anggota parlemen Muhammad Sarwar Usmani mengatakan bahwa ia sangat yakin penembakan itu tidak dilakukan oleh satu orang prajurit Amerika saja. Dia yakin pelaku penembakan lebih dari satu orang dan mereka melakukannya sebagai tindakan balas dendam.
Usmani juga mengatakan bahwa Angkatan Darat Afghanistan telah mengkonfirmasi terjadinya ledakan di Mukhoyar pada tanggal 8 Maret lalu.
Seorang anggota tentara Afghanistan, Abdul Salam, pada 13 Maret lalu menunjukkan kepada reporter AP lokasi ledakan yang dialami tentara NATO/AS di distik Panjwai. Prajurit itu mengatakan bahwa ledakan terjadi tiga hari sebelum pembantaian warga desa.
Salam mengaku bahwa dirinya membantu pasukan AS mengumpulkan orang-orang desa ketika itu. Namun, ia tidak terlalu dekat posisinya untuk bisa mendengar apa yang dikatakan pasukan asing kepada warga desa.
Identitas tentara asing yang diduga mengancam warga desa tersebut tidak diketahui.*
Keterangan foto: Robert Bales, satu-satunya anggota pasukan Amerika Serikat yang ditetapkan sebagai tersangka tunggal pelaku pembantaian 16 warga sipil Afghanistan 11 Maret 2012.