Hidayatullah.com—Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton mengatakan, Bashar Al Assad tidak akan mampu mempertahankan kekuasaannya setelah sejumlah pejabat seniornya membelot. Sementara mantan duta besar Suriah untuk Iraq yang membelot, Nawaf Fares, menyatakan Assad tidak akan ragu menggunakan senjata kimia jika ia sudah terdesak.
“Ada informasi, memang belum dapat dikonfirmasi kebenarannya, bahwa senjata kimia juga digunakan dalam serangan ke kota Homs,” kata Nawaf dikutip BBC (17/7/202).
Nawaf Fares adalah salah satu tokoh terpenting pemerintah yang membelot sejak pemberontakan terhadap pemerintah Suriah meletus. Dia pernah menjabat berbagai posisi penting di tubuh partai Baath yang berkuasa dan pernah mengepalai dinas rahasia, selain menjadi gubernur di beberapa provinsi.
Selain soal senjata kimia, dalam wawancaranya dengan BBC Nawaf juga memaparkan bahwa kelompok yang terkait Al Qaidah bekerja sama dengan pemerintah mengatur berbagai serangan terhadap oposisi. Kolaborasi tetap terjadi meskipun rezim Assad didominasi Syiah Alawiyah.
“Banyak bukti dalam sejarah bahwa musuh bisa berkolaborasi saat memiliki kepentingan yang sama,” papar Nawaf.
“Al Qaidah sedang mencari ruang untuk bergerak dan dukungan sarana. Sementara itu, Rezim pemerintah mencari cara untuk meneror rakyat Suriah,” imbuhnya.
Sementara itu dalam wawancara khusus dengan BBC, Menlu AS Hillary Clinton kembali menekankan agar Bashar Al Assad turun dari kursi Presiden, karena “rezim ini tidak akan mampu bertahan.” Menurutnya, rezim Assad tidak akan mampu mempertahankan kekuasaannya setelah sejumlah pejabat seniornya membelot dan makin kuatnya tekanan kelompok pemberontak yang dilaporkan makin mendekati Damaskus.
Clinton mengatakan, pemerintah AS bekerja sangat keras untuk menciptakan sebuah transisi yang teratur namun kekerasan yang kini berlangsung di sekitar Damaskus menunjukkan bahwa akhir rezim Assad tinggal menunggu waktu.
Hal ini ditegaskan Clinton setelah Menlu Rusia Sergei Lavrov menyatakan “tidaklah tepat” untuk menekan Presiden Bashar Al Assad mundur dari jabatannya, sementara kelompok oposisi tidak ditekan sama-sekali.
Menurut Clinton, AS berharap Rusia bisa diyakinkan untuk mendukung resolusi PBB terkait sanksi bagi Suriah jika negeri itu gagal menerapkan rencana Kofi Annan.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan Barat mengancam akan menghentikan misi pengamat di Suriah jika Moskow menentang rancangan resolusi DK PBB yang berisi lebih banyak sanksi. Ia menyebut rancangan resolusi itu mengandung banyak elemen pemerasan.
Moskow bahkan menyebarkan sendiri rancangan resolusi yang menyerukan perpanjangan misi pengamat PBB yang akan berakhir pada Jumat (20/7/2012) mendatang namun rancangan sanksi ini tanpa memuat sanksi.*